Senin, 01 November 2010

Selasa, 20 Juli 2010

EKSTRAKSI MINYAK KELAPA

EKSTRAKSI
MINYAK KELAPA
A. TUJUAN
1. Membuat minyak dengan cara rendering dan mechanical expression
2. Menerangkan perbedaan prinsip ekstraksi antara cara rendering dan mechanical ekspresion
3. Membandingkan kualitas dna rendemen produk minyak yang dihasilkan pada kedua cara tersebut

B. PRINSIP
1. Ekstraksi cara basah : pemecahan system emulsi santan melalui denaturasi protein
2. Mechanical expression : ektraksi dengan cara pengepressan dengan tekanan secara mekanik

C. TINJAUAN PUSTAKA
Minyak kelapa merupakan salah satu jenis minyak makan yang telah lama dikenal dan dikonsumsi masyarakat, dibuat dari daging buah kelapa dengan cara ekstraksi. Pemanfaatan minyak buah kelapa terutama sebagai minyak goreng untuk makanan atau bahan baku pembuatan produk seperti sabun, margarine, kosmetika, obat-obatan dan lain-lain. Menurut SNI 01-2902-1992 tentang Mutu dan Cara Uji Minyak Kelapa, minyak kelapa adalah minyak yang diperoleh dengan cara mengepres kopra yang telah dikeringkan atau hasil ekstraksi bungkil kopra.
Minyak kelapa merupakan bagian paling berharga dari buah kelapa. Kandungan minyak pada daging buah kelapa tua adalah sebanyak 34,7%. Minyak kelapa digunakan sebagai bahan baku industri, atau sebagai minyak goreng. Minyak kelapa dapat diekstrak dari daging kelapa segar, atau diekstrak dari daging kelapa yang telah dikeringkan (kopra).
Minyak kelapa merupakan minyak yang diperoleh dari kopra (daging buah kelapa yang dikeringkan) atau dari perasan santannya. Kandungan minyak pada daging buah kelapa tua diperkirakan mencapai 30%-35%, atau kandungan minyak dalam kopra mencapai 63-72%. Minyak kelapa sebagaimana minyak nabati lainnya merupakan senyawa trigliserida yang tersusun atas berbagai asam lemak dan 90% diantaranya merupakan asam lemak jenuh. Berikut syarat mutu minyak kelapa berdasarkan SNI 01-2902-1992 tentang Mutu dan Cara Uji Minyak Kelapa
Tabel 1. Syarat mutu minyak kelapa berdasarkan SNI 01-2902-1992
Syarat Mutu Kelapa
• Air maks. 0,5%
• Kotoran maks. 0,05%
• Bilangan jod (g jod/100 g contoh) 8 – 10,0
• Bilangan penyabunan (mg KOH/g contoh) 255 – 265
• Bilangan peroksida (mg oksigen/g contoh) maks. 5,0
• Asam lemak bebas (dihitung sebagai asam laurat) maks. 5%
• Warna, bau normal
• Minyak pelikan negative
• Untuk industri makanan tidak boleh mengandung logam-logam berbahaya dan arsen
Sumber : Badan Standarisasi Nasional
Selain itu minyak kelapa yang belum dimurnikan juga mengandung sejumlah kecil komponen bukan lemak seperti fosfatida, gum, sterol (0,06-0,08%), tokoferol (0,003%), dan asam lemak bebas (< 5%) dan sedikit protein dan karoten. Sterol berfungsi sebagai stabilizer dalam minyak dan tokoferol sebagai antioksidan (Ketaren, 1986). Setiap minyak nabati memiliki sifat dan ciri tersendiri yang sangat ditentukan oleh struktur asam lemak pada rangkaian trigliseridanya. Minyak kelapa kaya akan asam lemak berantai sedang (C8 – C14), khususnya asam laurat dan asam meristat. Adanya asam lemak rantai sedang ini (medium chain fat) yang relatif tinggi membuat minyak kelapa mempunyai beberapa sifat daya bunuh terhadap beberapa senyawaan yang berbahaya di dalam tubuh manusia. Sifat inilah yang didayagunakan pada pembuatan minyak kelapa murni (VCO, virgin coconut oil).
Ekstraksi minyak merupakan suatu cara untuk mendapatkan minyak dari bahan yang diduga mengandung minyak. Cara ekstraksi ini bermacam-macam, yaitu rendering, mechanical expression, dan solvent extraction.
Rendering merupakan salah satu cara ekstraksi minyak dari bahan yang diduga mengandung minyak dengan kadar air tinggi. Pada semua cara rendering, penggunaan panas adalah suatu hal yang spesifik, yaitu bertujuan untuk menggumpalkan protein yang terdapat pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak yang terkandung di dalamnya.
Menurut pengejaannya rendering dibagi dalam dua cara, yaitu wet rendering, dan dry rendering. Wet rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama berlangsungnya proses tersebut, minyak diperoleh dengan cara memanaskan santan. Sedangkan Dry rendering adalah cara rendering tanpa adanya penambahan air selama proses berlangsung, minyak diperolah dengan cara mengepress kelapa parut yang telah digoreng atau disangrai. Pengolahan minyak secara rendering ini merupakan cara pengolahan tradisional yang banyak dilakukan perusahaan-perusahaan minyak kelapa rakyat.
Pengepressan mekanik (Mechanical Expression) merupakan suatu cara ekstraksi minyak dengan cara melakukan pengepressan, terutama dilakukan pada bahan yang umumnya berkadar minyak cukup tinggi (30-70%) terutama biji-bijian dan sering juga diterapkan pada kopra. Proses pengepressan mekanik ini terdiri dari dua cara, yaitu pengepressan hidraulik (Hydraulic Pressing) serta pengepressan sekrup dan ulir (Screw atau Expeller Pressing).
Pada cara pengepressan hidraulik, bahan dipress dengan tekanan sekitar 2000 pound/inch2. Banyaknya minyak yang dapat diekstraksi tergantung dari lamanya pengepressan dan tekanan yang dipergunakan untuk mengepress. Sedangkan banyaknya minyak yang tersisa pada bungkil bervariasi antara 4-6%, tergantung dari lamanya bungkil ditekan dibawah tekanan hidraulik.
Pada cara pengepressan sekrup ataupun ulir memerlukan perlakuan pendahuluan dari bahan yang dipress, yaitu dengan pemasakan atau tempering. Pada proses pemasakan dipergunakan temperatur 240oF (115,5oC). Tekanan yang dipergunakan biasanya 15-20 ton/inch2. Minyak yang dihasilkan pada cara ini kadar airnya berkisar antara 2,5 s/d 3,5% sedangkan bungkil yang dihasilkan masih mengandung minyak antara 4-5%.

D. ALAT & BAHAN
Alat Bahan
Pemarut kelapa Kelapa parut tanpa kulit
Kain saring Papaya
Pisau Nanas
Screw press
Timbangan
Wajan + sotil
Kompor

E. PROSEDUR
1. Ekstraksi Mechanical Expression
a. Kelapa parut disiapkan kemudian ditimbang
b. Sangrai diatas api kecil sampai kelapa berwarna kecoklatan dan tidak lengket di wajan
c. Masukan kelapa sangrai kedalam kain saring kemudian tempatkan di wadah screw press
d. Minyak yang keluar ditampung kemudian ditimbang
e. hitung rendemen minyak
2. Ekstraksi dengan Enzim Papain
a. Kelapa parut disiapkan kemudian ditimbang
b. Buat santan, dengan menambahkan air, meremas-remas dan memeras. Lakukan penambahan air lagi dan ekstraksi santan hingga santan terlihat jernih (tidak mengandung minyak). Total penambahan air diperkirakan sebanyak 2 kali berat kelapa parut.
c. Masak santan dalam wadah terbuka (wajan) pada suhu 95-100oC selama 3-4 jam atau sampai terbentuk blondo yang berwarna coklat
d. Cara pemasakan yang lain yaitu dilakukan dalam 2 tahap : pemanasan pendahuluan (± 15 menit mendidih), biarkan santan memisah skim dan krimnya. Minyak akan terpisah pada bagian krim santan. Setelah pemisahan krimnya, panaskan lagi hingga blondonya menggumpal dan berwarna coklat
e. Timbang minyak yang diperoleh

F. DATA HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Rendemen dan bobot minyak yang dihasilkan masing-masing metode ekstraksi
Jenis Bahan Mechanical Expression Cara basah Cara Basah Dengan enzim Papain Cara Basah dengan enzim Bromelin
Kelapa parut 1600 g 1600 g 1600 g 1680 g
Minyak 250 g 285 g 280 g 265,4 g
Ampas/Blondo 450 g 180 g 40 g Missing data
Rendemen 15,63% 17,81% 17,5% 15,80%

Tabel 2. Organoleptik minyak yang dihasilkan masing-masing metode ekstraksi
Parameter Mechanical Expression Cara basah Cara Basah Dengan enzim Papain Cara Basah dengan enzim Bromelin
Warna kuning pekat Putih kekuningan Kuning keemasan Kuning keemasan sedikit pekat
Kejernihan Sedikit keruh Jernih Jernih Jernih
Aroma Bau khas minyak kelapa Bau minyak kelapa sangat tajam Bau minyak kelapa sangat tajam Bau minyak kelapa sangat tajam


Gambar 1. Minyak Kelapa hasil ekstraksi
(Kiri-Kanan) : mechanical expression, cara basah, cara basah enzimatis dengan enzim papain, cara basah enzimatis dengan enzim bromelin

G. PEMBAHASAN
Praktikum pembuatan minyak kelapa ini menggunakan bahan baku kelapa parut tanpa kulit arinya, sehingga berpenampakan bersih. Proses pembuatan minyak kelapa ini menggunakan 4 proses berbeda dan masing-masing dilakukan oleh kelompok yang berbeda.
Proses pembuatan minyak yang dilakukan yaitu yang pertama dengan cara mechanical expression, cara basah biasa, cara basah dengan penambahan enzim papain dari buah papaya, dan terakhir dengan cara basah dengan penambahan enzim bromelin dari buah nanas.
Secara garis besar proses pembuatan minyak kelapa dapat dilakukan dengan dua cara:
a. Minyak kelapa diekstrak dari daging kelapa segar, atau dikenal dengan proses basah. Untuk menghasilkan minyak dari proses basah dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
• Cara Basah Tradisional
• Cara Basah Fermentasi
• Cara basah Sentrifugasi
• Cara Basah dengan Penggorengan
b. Minyak kelapa diekstrak dari daging kelapa yang telah dikeringkan (kopra) atau dikenal proses kering. Untuk menghasilkan minyak dari proses basah dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
• Ekstraksi secara mekanis (press)
• Ekstraksi menggunakan pelarut

Dari keterangan tersebut diketahui bahwa seharusnya proses pengpressan atau mechanical expression dilakukan pada bahan daging kelapa yang sudah dikeringkan (kopra) akan tetapi saat praktikum kelapa yang dipergunakan sama dengan kelapa yang diproses dengan cara basah dll, yaitu menggunakan kelapa parut.



1. Mechanical Expression
Saat praktikum, proses ekstraksi minyak dengan metode mechanical expression ini dilakukan dengan cara menyangrai atau memanaskan bahan tanpa minyak diatas api. Proses ekstraksi dengan metode ini termasuk kedalam ekstraksi minyak cara kering, hal ini dikarenakan pada proses ektraksi dengan metode mechanical expression tidak dilakukan penambahan air terlebih dahulu.
Sebelum dipress, kelapa parut dipanaskan terlebih dahulu, proses pemanasan kelapa parut ini dilakukan sampai kelapa berubah warna menjadi kecoklatan dan mengeluarkan sedikit minyak diatas permukaan wajan.


Gambar 1.
Proses sagrai
(a) Bahan disangrai menggunakan api kecil (b) kelapa parut berubah warna dan siap dipress

Setelah kelapa parut berubah warna menjadi kecoklatan, kemudian dimasukan kedalam kain saring dan lalu dimasukan kedalam mesin pengepress. Minyak yang dihasilkan lalu ditampung dalam wadah, minyak yang dihasilkan dari proses ekstraksi dengan menggunakan metode ini berwarna orange pekat, dan agak keruh dibandingkan dengan hasil ekstraksi lainnya.


Gambar 2. Proses Mechanical expression
Bobot bahan yang dipergunakan untuk ekstraksi minyak dengan metode mechanical expression ini adalah sebanyak 1600 gram (1,6 kg), dan dihasilkan minyak sebanyak 250 gram. Dari data tersebut diketahui bahwa rendemen ektraksi kelapa dengan metode mechanical expression adalah 15,63%. Rendemen dari proses ekstraksi dengan metode mechanical expression paling sedikit dibandingkan dengan ekstraksi metode lainnya, hal ini menandakan bahwa ekstraksi dengan metode mechanical expression ini tidak dapat mengekstrak minyak dalam kelapa dengan maksimal.
2. Ekstraksi Cara Basah
Saat praktikum, pembuatan minyak kelapa dengan cara basah dilakukan melalui pembuatan santan terlebih dahulu. Santan kelapa merupakan cairan hasil ekstraksi dari kelapa parut dengan menggunakan air. Bila santan didiamkan, secara pelan-pelan akan terjadi pemisahan bagian yang kaya dengan minyak dengan bagian yang miskin dengan minyak. Bagian yang kaya dengan minyak disebut sebagai krim, dan bagian yang miskin dengan minyak disebut dengan skim. Krim lebih ringan dibanding skim, karena itu krim berada pada bagian atas, dan skim pada bagian bawah.
Proses pembuatan santan merupakan tahap yang paling penting dalam pembuatan minyak. Untuk dapat membuat minyak yang lebih banyak maka jenis buah kelapa yang dipilih yaitu kelapa yang setengah tua dan kelapa tua. Santan itu sendiri merupakan jenis emulsi minyak dalam air (M/A), dimana yang berperan sebagai media pendispersi adalah air dan fasa terdispersinya adalah minyak.
Proses ekstraksi cara basah yang dilakukan saat praktikum merupakan metode cara basah tradisional. Pada cara ini, mula-mula dilakukan ekstraksi santan dari kelapa parut. Kemudian santan dipanaskan untuk menguapkan air dan menggumpalkan bagian bukan minyak yang disebut blondo. Blondo ini dipisahkan dari minyak. Terakhir, blondo diperas untuk mengeluarkan sisa minyak. Akan tetapi saat praktikum proses pemerasan tidak dilakukan, santan hanya dipanaskan sampai blondo berwarna kecoklatan.
Minyak yang dihasilkan adalah 285 gram dari 1600 gram kelapa parut, dan bobot blondo yang dihasilkan adalah 180 g. dari data tersebut diketahui bahwa rendemen ekstraksi minyak kelapa dengan cara basah adalah 17,81%. Hasil tersebut merupakan rendemen terbesar dari semua metode ekstraksi minyak kelapa yang dipergunakan.
Sedangkan dari hasil organoleptik, minyak kelapa yang dihasilkan dari hasil ekstraksi dengan cara basah ini berwarna putih kekuningan dan cukup jernih, akan tetapi aroma khas minyak kelapa paling menyengat jika dibandingkan dengan minyak hasil ekstraksi dengan metode lain.
3. Ekstraksi Cara Basah Enzimatis Dengan Enzim Papain
Cara basah ini dapat dilakukan secara kimiawi, mekanik, thermal, biologis/enzimatik. Globula-globula minyak dalam santan dikelilingi oleh lapisan tipis protein dan fosfolida. Lapisan protein menyelubungi tetes-tetes minyak yang terdispersi di dalam air. Untuk dapat menghasilkan minyak maka lapisan protein itu perlu dipecah sehingga tetes-tetes minyak akan bergabung menjadi minyak.
Seperti halnya ekstraksi minyak kelapa dengan cara basah biasa, ektraksi minyak kelapa dengan penambahan enzim papain dari buah papaya juga mengasilkan blondo. Enzim papain ditambahkan pada santan kelapa yang akan dipanaskan, enzim papain yang dipergunakan diambil dari buah papaya yang masih mentah, hal ini dikarenakan jumlah enzim papain dalam buah papaya mentah lebih banyak daripada buah papaya yang sudah matang. Enzim papain didapatkan dengan cara menghaluskan buah pepaya mentah menggunakan blender, kemudian disaring.
Produksi minyak kelapa dengan bantuan buah pepaya atau papain menghindari pemanasan berlebih. Sebab, tanpa pemanasan pun 'pengikat' antara minyak dan air telah rusak. Enzim papain mendegradasi komponen protein dan memecah dinding sel santan sehingga minyak terpisah dari air. Papain yang merusak protein itu tidak hanya terdapat di bagian buah, tetapi juga di batang dan daun pepaya.
Berdasarkan hasil praktikum diketahui, bobot minyak kelapa yang dihasilkan dari ekstraksi cara basah enzimatis dengan enzim papain adalah 280 gram dari bobot kelapa parut sebanyak 1600 gram, dan berat blondo yang dihasilkan adalah 40 gram. Dari hasil tersebut diketahui bahwa rendemen minyak kelapa yang dihasilkan dari ekstraksi cara basah enzimatis dengan enzim papain ini adalah 17,5%. Rendemen dari ekstraksi metode ini merupakan terbesar kedua setelah ekstraksi cara basah biasa.
Sedangkan dari hasil organoleptik minyak kelapa yang dihasilkan, warna minyak kuning keemasan dan memiliki tingkat kejernihan paling tinggi jika dibandingkan dengan minyak hasil ekstraksi dengan metode lain. Akan tetapi aroma yang dihasilkan juga sangat kuat dan khas minyak kelapa.
4. Ekstraksi Cara Basah Enzimatis Dengan Enzim Bromelin
Salah satu metode ekstraksi minyak kelapa murni adalah penggunaan protease, diantaranya bromelin dari buah nanas, untuk memecah emulsi santan Seperti halnya ekstraksi minyak enzimatis dengan enzim papain, ektraksi minyak dengan enzim bromelin ini juga ditambahkan pada santan yang akan dipanaskan. Selain pada bagian buah, enzim bromelin juga dapat berasal dari akar dan bonggol nanas.
Dari hasil penelitian, minyak hasil ekstraksi menggunakan nanas memiliki kandungan asam laurat yang tinggi. yakni berkisar antara 55-58%, dengan total kandungan asam lemak rantai sedang (Medium Chain Fatty Acid, MCFA) berkisar antara 59-83%. Kandungan asam laurat dan MCFA total tertinggi dihasilkan oleh minyak hasil ekstraksi menggunakan ekstrak buah nanas.
Berdasarkan hasil praktikum diketahui, bobot minyak kelapa yang dihasilkan dari ekstraksi cara basah enzimatis dengan enzim bromelin adalah 265,4 gram dari bobot kelapa parut sebanyak 1680 gram, dan berat blondo yang dihasilkan tidak diketahui (missing data). Dari hasil tersebut diketahui bahwa rendemen minyak kelapa yang dihasilkan dari ekstraksi cara basah enzimatis dengan enzim bromelin ini adalah 15,80%. Rendemen dari ekstraksi metode ini merupakan terbesar ketiga.
Sedangkan dari hasil organoleptik minyak kelapa yang dihasilkan, warna minyak kuning keemasan dan warnanya lebih pekat jika dibandingkan dengan minyak hasil ekstraksi dengan enzim papain. Tingkat kejernihan tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan minyak ekstraksi dengan enzim papain, aroma yang dihasilkan juga sangat kuat dan khas minyak kelapa.

H. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum diketahui bahwa rendemen minyak kelapa yang paling tinggi dihasilkan pada ekstraksi minyak kelapa dengan cara basah biasa, yaitu 17,81%. Dan mutu organoletptik minyak kelapa yang paling baik, dihasilkan pada ekstraksi minyak kelapa dengan cara basah enzimatis dengan enzim papain.






I. DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.sunan-ampel.ac.id

http://eprints.undip.ac.id/1455/1/MAKALAH_PENELITIAN_format_baru2902_pdf.pdf.
http://diploma.chemistry.uii.ac.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=48.
http://iqmal.staff.ugm.ac.id/wp-content/2003-6-rasmiyati.pdf.
http://dekindo.com/content/teknologi/Proses_Pengolahan_Minyak_Kelapa.pdf.
http://diploma.chemistry.uii.ac.id/images/favicon.ico

EKSTRAKSI TAHU

EKTRAKSI
PEMBUATAN TAHU
A. TUJUAN
1. Membuat tahu dari kedelai
2. Menerangkan prinsip pembuatan tahu
3. Menilai kualitas tahu yang dihasilkan
4. Menentukan factor-faktor yang mempengaruhi proses kualitas tahu

B. PRINSIP
Proses ekstraksi atau pengambilan protein dalam kedelai dengan menggunakan pelarut air dan proses pengendapan kembali protein dalam larutan ekstrak dengan cara menurunkan pH.

C. TINJAUAN PUSTAKA
Tahu merupakan salah satu makanan tradisional yang populer. Selain rasanya enak, harganya murah dan nilai gizinya pun tinggi. Bahan makanan ini diolah dari kacang-kacangan khususnya kacang kedelai. Meskipun berharga murah dan bentuknya sederhana, ternyata tahu mempunyai mutu yang istimewa dilihat dari segi gizi. Hasil-hasil studi menunjukkan bahwa tahu kaya protein bermutu tinggi, tinggi sifat komplementasi proteinnya, ideal untuk makanan diet, rendah kandungan lemak jenuh dan bebas kholesterol, kaya mineral dan vitamin, makanan alami yang sehat dan bebas dari senyawa kimia yang beracun.
Seperti makanan tradisional lainnya tahu umumnya diproses pada skala industry kecil. Meskipun saat ini pabrik tahu besar sudah banyak terdapat di beberapa kota besar, namun tidak sedikit pula industry kecil tahu yang masih bertahan. Untuk produsen yang skala produksinya kecil, biasanya proses dilakukan secara tradisional yang kurang memperhatikan efisiensi prosesnya.
Prinsip dasar pembuatan tahu terdiri atas 3 tahap, yaitu proses ekstraksi atau pengambilan protein dalam kedelai dengan menggunakan pelarut air dan proses pengendapan kembali protein dalam larutan ekstrak dengan cara menurunkan pH dari larutan serta pengepressan untuk memisahkan dan memadatkan gumpalan protein (tahu) dari whey.
Bahan baku dalam proses pembuatan tahu adalah kedelai yang sudah dikenal sebagai sumber protein tinggi sehingga tahu juga merupakan bahan makanan dengan kandungan protein relatif tinggi. Untuk membuat tahu, mula-mula kedelai direndam dalam air bersih selama 8-12 jam. Selama perendaman, kedelai akan menyerap air sampai mencapai batas kejenuhan dan mneghasilkan kedelai yang lunak seihngga mempermudah proses penggilingan. Selain itu perendaman juga akan memperbaiki komposisi kimia kedelai, dapat memberikan dispersi yang lebih baik dari bahan padat pada kedelai yang digiling dalam ekstraksi, serta juga dapat mengurangi bau khas (langu) dari kedelai.
Tabel 1. Komposisi Kedelai per 100 gram Bahan
KOMPONEN KADAR (%)
Protein 35-45
Lemak 18-32
Karbohidrat 12-30
Air 7

Penggilingan bertujuan untuk mengambil protein kedelai lebih mudah. Penggilingan dilakukan dengan penambahan air sebanyak 8-10 kali dari jumlah kedelai yang diolah. Proses ekstraksi susu kedelai dipengaruhi oleh suhu, ekstraksi dapat dilakukan dengan air dingin atau air panas (80-100oC). Pada umumnya pada suhu ekstraksi makain tinggi maka kecepatan dan banyaknya bahan terekstraksi makin besar. Akan tetapi dalam pembuatan tahu in bahan yang diekstraksi adalah protein, dengan panas dapat membuat protein terdenaturasi dan sulit larut dalam air. Pengkajian dilakukan untuk membandingkan ekstraksi yang sebaiknya dilakukan pada suhu dingin, yaitu perebusan dilakukan setelah penyaringan, atau ekstraksi dilakukan pada suhu panas yaitu perebusan dilakukan pada bubur hasil penggilingan, baru kemudian dilakukan penyaringan.
Ekstraksi panas akan menghasilkan rendemen protein lebih dari 80% dan mencegah aktivitas enzim lipoksigenase yang menyebabkan bau langu pada kedelai. Pemanasan susu kedelai dilakukan pada 100-105oC selama 30 menit.
Semakin tinggi pH air yang dipergunakan untuk mengekstraksi, semakin tinggi protein yang terekstrak, sehingga perlu dipertimbangkan pemakaian bahan kimia tertentu untuk membuat air yang dipergunakan dalam pembuatan tahu bersifat lebih alkalis agar protein dalam kedelai dapat lebih banyak terambil.
Pengkajian terhadap pengaruh pengulitan pada pembuatan tahu dilakukan dengan menentukan kadar protein dalam tahu dan menghitung perolehan protein kedelai dalam proses ekstraksi yang dilakukan pada suhu panas maupun dingin.
Protein susu kedelai yang masih panas (80-90oC) dikoagulasikan (digumpalkan) dengan penambahan koagulan berupa asam cuka, whey, CaSO4, CaCl2. Untuk asam asetat disarankan penggunaan kadar 0,5% untuk ekstraksi yang dilakukan pada ratio kedelai : air sebesar 1:8 dan 1:10. Untuk tahu yang diendapkan dengan air tahu yang ditambahkan sulit diberikan secara kuantitatif. Pengendapan dilakukan paling cepat 5 menit.
Gumpalan protein yang terbentuk selanjutnya dicetak, ditekan atau dipress dengan pemberat selama 10-15 menit tergantung dari pemberat dan tekstur tahu yang diinginkan. Pemberian warna kuning (dengna kunyit) dilakukan dengan cara dimasak dalam larutan kunyit dan garam.
Disamping kelebihan yang ada pada tahu, ada juga kelemahannya antara lain kandungan air yang cukup tinggi (87 %), Juga mengandung lemak 4.8% dan karbohidrat 1.6%. Kandungan air yang cukup tinggi merupakan suatu keadaan yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroba, Protein tahu tidak terlalu tinggi, hal ini disebabkan oleh kadar airnya yang sangat tinggi (84,8%). Makanan-makanan yang berkadar air tinggi umumnya mengandung protein agak rendah.


Tabel 2. Kandungan Tahu Per 100gr
Kandungan Gizi Jumlah
Energi (Kal) 68
Protein (g) 7,8
Lemak (g) 4,6
Kalsium (mg) 124
Air (g) 84,8







Lauk-pauk hewani umumnya mengandung protein lebih tinggi, misalnya telur 12%, daging 18%-20%, ikan 20%, ikan asin 40% dll. Namun, dengan harga yang lebih mahal membuat masyarakat tidak dapat mengonsumsi lauk-pauk hewani secara rutin setiap hari. Oleh sebab itu pangan berbahan baku kedele menjadi alternatif lain, selain murah juga memenuhi syarat gizi seperti tahu atau tempe.
D. ALAT & BAHAN
Alat Bahan
• Dandang
• Pengaduk kayu
• Ember
• Saringan
• Timbangan
• Kain kasa
• Gilingan tahu
• Kompor
• Cetakan tahu
• Kain saring • Kedelai kuning
• Asam cuka
• Whey
CaCl2
• CaSO4

E. PROSEDUR
Ekstraksi Panas
a. Timbang kedelai kuning sebanyak 1 kg
b. Cuci dan rendam semalam
c. Cuci lagi sambil diremas-remas sehingga kulit ari terlepas dan dipisahkan dari kedelai
d. Hancurkan dengan penambahan air sampai 8 liter
e. Rebus bubur kedelai sampai mendidih
f. Saring dalam keadaan panas dengan kain saring untuk mengekstraksi protein kedelai
g. Didinginkan sampai suhu turun menjadi 85oC dan masukan salah satu bahan penggumpal ; asam cuka 4% , 100 mL/1 liter susu kedelai ; whey ; CaCl 1%, 100 mL/1 lliter susu kedelai ; CaSO4 1%, 250 mL/1 liter susu kedelai
h. Aduk perlahan-lahan untuk menghomogenkan bahan penggumpal
i. Setelah protein mulai menggumpal biarkan mengendap
j. Buang air biang, gumpalan protein dimasukan ke dalam cetakan tahu dilapisi kain kasa. Atur kain kasa dengan rapi untuk memudahkan pengepressan. Beri pemberat untuk memapatkan gumpalan protein tahu.
k. Setelah dingin, keluarkan tahu dari alat cetakan
l. Potong tahu yang dihasilkan sesuai dengan ukuran yang diinginkan
m. Rebus tahu yang dihasilkan (dapat ditambahkan kunyit/garam/pengawet yang dijinkan pengunaannya)
n. Timbang dan lakukan pengamatan terhadap hasil tahu yang diperoleh meliputi analisis sensoris rasa, bau, warna, dan kekompakan.
o. Catat semua data pengamatan yang diperoleh, hasil pengamatan harus diketahui dan disetujui oleh dosen pembimbing




F. DATA HASIL PENGAMATAN
Tahu menggunakan Cuka Tahu menggunakan Batu Tahu
• Konsistensi padat
• Tekstur halus
• Aroma khas tahu
• Rasa khas tahu • Konsistensi padat
• Teksur agak kasar
• Rasa hambar agak pahit dan terasa sedikit kapur
• Aroma tercium bau kapur

G. PEMBAHASAN
Tahu dapat terbuat dari kacang kedele atau dari kacang hijau, tetapi umumnya di Indonesia pengusaha tahu membuat tahu dari kacang kedele (Sutrisno K, 1995). Tahu merupakan salah satu contoh produk yang diproses dengan cara ekstraksi menggunakan panas. Secara kimia dapat dikatakan bahwa proses pembuatan tahu adalah pengendapan protein yang terdapat dalam sari kedele pada titik isoelektrisnya (SII, 1990).
Sebelum diproses kedelai disortasi, pemilihan kedele dimaksudkan agar tahu yang dihasilkan memiliki kulitas yang baik, dari segi warna, bau serta rasa. Kacang kedelai yang mempunyai kualitas yang baik, ini dapat dilihat dari bentuknya yang berukuran besar dan warnanya kuning gading. Setelah itu kedelai kemudian direndam dalam air selama 1 malam, proses perendaman ini selain bertujuan untuk melunakkan dinding kedelai sehingga memudahkan saat proses penggilingan, juga dimaksudkan untuk melunakkan tekstur selularnya, sehingga memberikan dispersi dan suspensi bahan padat kedelai yang lebih baik pada waktu ekstraksi dengan air.

Gambar 1. Proses Pengupasan Kulit
Setelah proses pengupasan kulit ari dilakukan, kedelai kemudian digiling dengan menggunakan alat penggiling mesin sehingga butiran kedelai yang besar menjadi kecil-kecil dan memeliki luas permukaan yang besar, akibatnya jika ada pelarut maka zat terlarut akan lebih mudah terekstrak.

Gambar 2. Proses penggilingan kedelai
Langkah ini memang sengaja dilakukan agar komponen yang ada dalam kedelai terkestrak. Protein yang ada dalam kacang kedele adalah legumeilin dan glisinin (E.C. Miller, 1938). Legumeilin termasuk dalam kelas albumin dan glicinin termasuk dalam kelas globulin. Kedua macam protein ini mempunyai sifat yang berbeda kelarutannya dalam air, dimana albumin larut dalam air dan globulin tidak larut dalam air. Akibatnya pada proses pembuatan tahu, yang diendapkan adalah legumeilin nya karena pada pembuatan tahu menggunakan pelarut air.
Terdapat variasi suhu dalam penggunaan air sebagai pengekstrak kacang kedelai, ada yang menggunakan air dingin dan ada yang menggunakan air hangat atau malah ada yang menggunakan air panas pada saat menggiling kedelai. Adanya variasi suhu air dalam proses penggilingan ini, akan memberi dampak yang berbeda pula pada proses melarutnya protein yang berupa legumeilin dan komponen lain yang ada dalam kacang kedelai. Hal ini dapat terjadi karena proses melarutnya suatu zat sangat dipengaruhi oleh temperatur (Keenan, 1995). Akan tetapi saat praktikum, air yang dipergunakan pada saat penggilingan adalah air dingin, dan air panas ditambahkan ketika sari kedelai dipanaskan.
Secara umum semakin tinggi suhu pelarut, akan mengakibatkan interaksi antara molekul pelarut dan zat terlarut semakin tinggi. Akibatnya komponen yang terlarut akan semakin banyak. Keadaan ini akan menyebabkan sari kedelai yang dihasilkan akan semakin pekat pula. Semakin pekat sari kedelai yang dihasilkan, maka tahu yang dihasilkan pun akan semakin banyak. Disamping itu adanya panas dapat menginaktifkan enzim lipoksigenase yaitu suatu enzim yang menimbulkan rasa langu pada kedelai. Dengan tidak aktifnya enzim ini maka rasa kedelai tidak langu. Penambahan air panas pada saat penggilingan tidak hanya menyebabkan tidak aktifnya enzim lipoksigenase tetapi juga mempengaruhi komponen dalam kedelai yang terlarut.
Sari kedelai tersebut kemudian dipanaskan, selama proses pemanasan terdapat buih-buih yang mengambang dipermukaan sari kedelai, buih tersebut dibuang. Pemasakan bubur kedele bertujuan untuk mengurangi bau langu, menginaktifkan tripsin inhibitor yaitu suatu enzim untuk menginaktifkan zat antinutrisi dan juga meningkatkan nilai cerna. Adanya panas akan menyebabkan protein yang ada dalam bubur kedele menjadi terdenaturasi


Gambar 3. Sari kedelai yang dipanaskan dan ditambahkan air panas
Lalu sari kedelai disaring dalam keadaan panas dengan menggunakan kain kasa, penyaringngan merupakan proses pemisahan antara filtrate dengan sisanya yang berupa ampas tahu. Pada filtrat atau sari kedelai akan terdapat legumeilin. Hal ini disebabkan karena legumeilin memiliki sifat yang larut dalam air. Sedangkan glycynin akan terdapat dalam ampas tahu, karena glycynin tidak larut dalam air. setelah itu filtrate yang dihasilkan didinginkan sampai suhu 85oC, kemudian tambahkan bahan penggumpal. Bahan penggumpal yang dipergunakan saat praktikum ada 2, yaitu batu tahu dan cuka. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan fisik tahu yang dihasilkan dari 2 jenis penggumpal yang berbeda tersebut.

Gambar 4. Proses penambahan bahan penggumpal
Bahan penggumpal ditambahkan sedikit demi sedikit, dan diaduk secara perlahan-lahan. Hal ini dilakukan agar proses penggumpalan protein berjalan dengan baik. Proses pembuatan tahu yang baik adalah menghasilkan jumlah tahu yang banyak disamping kualitas tahu yang baik. Salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan kualitas atau mutu dari tahu adalah kadar proteinnya tinggi. Kadar protein dalam 100 gram adalah 7,9 gram (Direktorat gizi, 1993). Kadar protein yang ada dalan suatu bahan sangat ditentukan dari proses pembuatannya, dimana salah satu sifat dari protein adalah tidak tahan terhadap panas. Adanya panas yang tinggi akan menyebabkan protein akan rusak sehingga kadarnya akan menurun (Fessenden, 1996).

Gambar 5. Protein yang menggumpal setelah penambahan bahan penggumpal
Setelah protein dalam filtrat sari kedelai memisah, kemudian gumpalan tersebut dipisahkan dari whey atau cairan yang terdapat dalam filtrate tersebut. Gumpalan protein tersebut kemudian disaring dengan menggunakan kain kasa, usahakan lipatan kain kasa dibentuk dengan rapi untuk mempermudah proses pengepresan. Setelah itu beri pemberat, hal ini dilakukan untuk memampatkan protein tersebut. Jika diduga suhunya telah menurun, kemudian keluarkan dari cetakan lalu dipotong-potong dan direndam dengan air.

Gambar 5. Potongan tahu yang direndam air
Berdasarkan hasil pengamatan secara organoleptik, tahu yang dibuat dengan menggunakan bahan penggumpal batu tahu memiliki rasa dan aroma yang tidak terlalu disukai panelis, yaitu terdapat rasa seperti kapur setelah tahu digoreng. Selain itu tekstur tahu yang dihasilkan juga agak kasar meskipun padat.
Hal yang berbeda dihasilkan oleh tahu dengan bahan penggumpal cuka, tahu yang dihasilkan memiliki tekstur padat dan halus, selain itu rasa dan aroma tahu khas kedelai. Hal ini lebih disukai panelis dibandingkan dengan tahu yang menggunakan bahan penggumpal batu tahu.
Tahu yang memiliki mutu yang baik adalah tahu yang memiliki rasa dan aroma yang enak, kandungan protein yang cukup tinggi, dan daya cerna yang tinggi, yang sering diistilahkan sebagai PER (Protein Efficiency Ratio). Di samping itu tahu yang memiliki kualitas yang baik akan memiliki tekstur lunak dan elastis (tidak mudah pecah jika ditekan dengan telunjuk) serta memiliki warna putih atau kuning muda (Sutrisno K, 1995).





H. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil perbandingan tahu yang dihasilkan dengan menggunakan 2 penggumpal yang berbeda yaitu batu tahu dan cuka, maka diketahui tahu dengan bahan penggumpal cuka lebih disukai panelis karena tahu yang dihasilkan memiliki tekstur padat dan halus, selain itu rasa dan aroma tahu khas kedelai. Hal yang berbeda dihasilkan oleh tahu yang menggunakan batu tahu sebagai bahan penggumpal, tahu yang dihasilkan memiliki rasa dan aroma yang tidak terlalu disukai panelis, yaitu terdapat rasa seperti kapur setelah tahu digoreng. Selain itu tekstur tahu yang dihasilkan juga agak kasar meskipun padat.

I. DAFTAR PUSTAKA
• http://iebe-edukasi.weebly.com/university-of-indonesia.html
• http://cahayoupoenyablog.blogspot.com
• http://www.freewebs.com/santyasa/Lemlit/PDF_Files/SAINS/DESEMBER_2007/Siti_Maryam.pdf.
• http://kambing.ui.ac.id/bebas/v12/artikel/pangan/PIWP/TAHU.PDF.

.