Selasa, 02 Maret 2010

ANALISA LEMAK METODE WEIBULL

A. ACARA
Praktikum penentuan Analisis Lemak dengan menggunakan metode Weibull, penentuan Angka Penyabunan, dan penentuan Asam Lemak Bebas (FFA).

B. PRINSIP
1. Analisis Kadar Lemak dengan Metode Weibull
Ekstraksi lemak dengan pelarut non polar setelah contoh dihidrolisis dalam suasana asam untuk membebaskan lemak yang terikat.
2. Penentuan Angka Penyabunan
Titrasi kelebihan KOH oleh HCl yang ditetapkan sebagai banyaknya KOH saat titik akhir.
3. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)
Penentuan presentase asam lemak bebas (FFA) berprinsip pada titrasi sampel yang dilarutkan dengan alkohol netral oleh NaOH untuk menetralkan asam lemak bebas.

C. TUJUAN
1. Analisis Lemak dengan metode Weibull
Melakukan penetapan kadar lemak atau minyak dalam bahan hasil pertanian atau hasil olahanya yang dinyatakan sebagai lemak atau minyak yang terekstraksi.
2. Penentuan Angka Penyabunan
Melakukan penetapan bilangan penyabunan yang dinyatakan sebagai jumlah mg. KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan lemak atau minyak secara sempurna dari 1 g sample.
3. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)
Melakukan penetapan asam lemak bebas dari sample sebagai persentase bobot dari asam lemak bebas yang ada.





D. REAKSI


REAKSI





E. DASAR TEORI
Lemak atau minyak adalah senyawa makromolekul berupa trigliserida, yaitu sebuah ester yang tersusun dari asam lemak dan gliserol. Jenis dan jumlah asam lemak penyusun suatu minyak atau lemak menentukan karakteristik fisik dan kimiawi minyak atau lemak.
Disebut minyak apabila trigliserida tersebut berbentuk cair pada suhu kamar dan disebut lemak apabila berbentuk padat pada suhu kamar. Asam lemak berdasarkan sifat ikatan kimianya dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. asam lemak jenuh
2. asam lemak tidak jenuh
Sebagai zat gizi, lemak atau minyak semakin baik kualitasnya jika banyak mengandung asam lemak tidak jenuh dan sebaliknya. Minyak atau lemak bersifat non polar sehingga tidak larut dalam pelarut polar seperti air dan larutan asam, tetapi larut dalam pelarut organik yang bersifat non polar seperti n-Hexane, Benzene, Chloroform, dll.
Pemilihan bahan pelarut yang paling sesuai untuk ekstraksi lipida adalah dengan menentukan derajat polaritasnya. Pada dasarnya semua bahan akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya. Karena polaritas lipida berbeda-beda maka tidak ada bahan pelarut umum (universal) untuk semua acam lipida.
Contoh di bawah ini menunjukan beberapa bahan jenis pelarut yang sesuai dengan ekstraksi lipida tertentu :
 senyawa trigliserida yang bersifat non polar akan mudah diekstraksi dengan pelarut-pelarut non polar misalnya n-Hexane atau petroleum ether
 glikolipida yang polar akan mudah diekstraksi dengan alkohol yang polar
 lesitin (lecithin) atau secara kimiawi adalah senyawa phosphatidyl-choline bersifat basis dan akan mudah larut dalam pelarut yang sedikit asam misalnya alkohol.
 Phosphatidyl-serine yaitu fosfolipida yang bersifat polar dan asam akan mudah larut dalam khloroform yang sedikit polar dan basis.
Senyawa lemak dan minyak merupakan senyawa alami penting yang dapat dipelajari secara lebih mendalam relatif lebih mudah daripada senyawa-senyawa makronutrien yang lain.
Prosedur-prosedur analisa lemka dan minyak berkembang pesat, baik yang menggunakan alat peralatan sederhana maupun yang lebih mutakhir. Kemudahan analisa tersebut dimungkinkan antara lain :
1. molekul lemak dan minyak relatif lebih kecil dan kurang kompleks dibandingkan dengan molekul karbohidrat dan protein.
2. molekul-molekul lemak dan minyak dapat disintesakan di laboratorium menurut kebutuhan, sedangkan molekul protein dan karbohidrat yang kompleks, misalnya lignin belum dapat.
Analisa lemak dan minyak yang umum dilakukan pada bahan makanan dapat digolongkan dalam 3 kelompok tujuan ini :
1. penentuan kuntitatif atau penentuan kadar lemak atau minyak yang terdapat pada bahan pertanian dan olahanya.
2. penentuan kualitas minyak (murni) sebagai bahan makanan yang berkaitan dengan proses ekstraksinya, atau ada tidaknya perlakuan pemurnian lanjutan, misalnya :
 penjernihan (refining)
 penghilangan bau (deodorizing)
 penghilangan warna (bleaching), dll
penentuan tingkat kemurnian minyak ini sangat berhubungan erat dengan kekuatan daya simpannya, sifat gorengnya, bau maupun rasanya.
Tolak ukur kualitasnya ini termasuk angka asam lemak bebas (Free Fatty Acid atau FFA), bilangan peroksida, tingkat ketengikan, dan kadar air.
3. Penentuan sifat fisis maupun kimiawi yang khas atau mencirikan sifat minyak tertentu. Data mengenai sifat minyak ini misalnya :
 angka iodin yang menentukan tingkat ketidakjenuhan asam-asam penyusunnya
 titik cair (melting point)
 angka Reichert-meissel yaitu angka yang menujukan jumlah asam-asam lemak yang dapat larut dalam air dan mudah menguap (panjang rantai C4-C6)
 angka Polenske yaitu angka yang menunjukan kadar asam-asam lemak yang mudah menguap tetapi tidak larut dalam air (C8-C14)
 angka Kirschner) yang khusus menunjukan jumlah asam butirat
Sedangkan angka penyabunan (Saponification value) menunjukkan secara relatif besar kecilnya molekul asam-asam lemak yang terkandung dalam gliserida. Titik tolak ukur lain misalnya angka indeks refraksi , titik cair, angka kekentalan, titik percik (Flash point), komposisi asam-asam lemak, dll.
Penentuan kadar lemak dengan pelarut, selain lemak juga terikut fosfolipida, sterol, asam lemak bebas, karotenoid dan pigmen yang lain. Karena itu hasil analisanya disebut lemak kasar (crude fat)
Ada 2 cara penentuan kadar lemak berdasarkan jenis bahan yang akan ditentukan :
1. Bahan Kering
Untuk penentuan lemak dari bahan kering, bahan dibungkus atau ditempatkan dalam thimble lalu dikeringkan dalam oven unutk menghilangkan kadar airnya. Ekstraksi lemak dari bahan kering dapat dilakukan secara terputus-putus atau secara berkesinambungan. Ekstraksi secara terputus-putus dilakukan dengan alat soxhlet atau alat ekstraksi ASTM (American Society Testing Material). Sedangkan secara berkesinambungan dengan alat Goldfisch atau ASTM yang telah dimodifikasi.
2. Bahan Basah
Penentuan kadar lemak dari bahan cair dapat menggunakan botol Babcock atau dengan Mojonnier. Sample yang telah ditimbang dimasukan ke dalam botol Babcock setelah melalui beberapa tahap dan disentrifuse lemak akan semakin terpisah dengan cairannya, dan agar dapat dibaca banyaknya lemak maka ke dalam botol ditambahkan aquadest panas sampai lemak tepat pada skala yang terdapat pada leher botol Babcock, dengan demikian banyaknya lemak dapat langsung diketahui.
Sedangkan dengan metode Mojonnier, hasil ekstraksi kemudian diuapkan pelarutnya dan dikeringkan dalam oven sampai diperoleh berat konstan, berat residu dinyatakan sebagai berat lemak atau minyak dalam bahan.

F. ALAT DAN BAHAN
 Alat
1. Analisis Kadar lemak Metode Wiebull
• Labu lemak
• Soxhlet
• Hot Plate
• Oven
• Neraca analitik
• Beaker glass
• Corong saring
• Kaca arloji
• Erlenmeyer
• Spatula
• Kertas saring
• Pipet ukur 50 mL
• Pipet tetes
• Bulp
2. Penentuan Angka Penyabunan
• Neraca analitik
• Erlenmeyer 200 mL
• Pipet ukur 50 mL
• Labu ukur
• Pendingin balik (Kompresor)
• Hot plate
• Pipet tetes
• Buret 50 mL
• Spatula
• Batang pengaduk
• Botol semprot
• Beaker glass
• Bulp
3. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)
• Beaker glass
• Batang pengaduk
• Buret
• Botol semprot
• Hot plate
• Neraca analitik
• Erlenmeyer
• Pipet ukur 50 mL
• Pipet tetes
• Bulp
• Buret 50 mL
 Bahan
1. Analisis Kadar Lemak Metode Weibull
• Asam klorida (HCl) 25 %
• n-Hexane
• Aquadest
• Sample tepung pisang
2. Penentuan Angka Penyabunan
• Larutan KOH
• Indikator Phenolphtalein
• Larutan asam klorida (HCl) 0,5 N
• Sample margarine (Blue Band)
3. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)
• Alkohol netral
• Indikator Phenolphtalein
• Natrium Hidroksida (NaOH) 0,1 N
• Sample Margarine (Blue Band)

G. PROSEDUR
1. Analisis Kadar Lemak Metode Weibull
• Menimbang dengan seksama 1-2 gram contoh ke dalam gelas piala
• Menambahkan HCl 25 % sebanyak 30 mL dan air sebanyak 20 mL, serta beberapa batu didih
• Menutup gelas piala dengan kaca arloji dan didihkan selama 15 menit
• Kemudian menyaringnya dalam keadaan panas dan mencucinya dengan air panas hingga tidak bereaksi asam lagi
• Mengeringkan kertas saring berikut isinya pada suhu 100oC-105oC
• Memasukan ke dalam selongsong keras yang dialasi kapas
• Menyumbat selongsong kertas berisi contoh tersebut dengan kapas
• Memasukan selongsong kertas tersebut ke dalam alat soxhlet yang dihubungkan dengan labu lemak yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya
• Mengekstrak dengan n-Hexane atau pelarut lemak lainnya selama kurang lebih 2-3 jam
• Menyuling n-Hexane dan mengeringkan akstrak lemak dalam oven pengering pada suhu 105oC
• Mendinginkan dalam eksikator dan menimbangnya
• Mengulangi proses pengkonstanan sehingga berat labu konstan
3. Penentuan Angka Penyabunan
• Menimbang contoh dengan teliti antara 1,5-5,0 gram dalam erlenmeyer 200 mL
• Menambah larutan KOH sebanyak 50 mL, yang dibuat dari 40 gram KOH dalam 1 liter akohol
• Menutupnya dengan pendingin balik (kompresor)
• Mendidihkan dengan hati-hati selama 30 menit
• Kemudian didinginkan
• Menambahkan beberapa tetes indikator phenolphtalein (PP)
• Mentitrasi kelebihan larutan KOH dengan larutan standar HCl 0,5 N
• Melakukan titrasi blanko untuk mengetahui kelebihan larutan KOH

3. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)
• Mengaduk bahan secara merata dan berada dalam keadaan cair pada saat mengambil contohnya
• Menimbang sebanyak 28,2 ± 0,2 gram contoh dalam erlenmeyer
• Menambahkan alkohol netral panas sebanyak 50 mL dan indikator phenolphtalein (PP) sebanyak 2 mL
• Mentitrasi dengan larutan NaOH 0,1 N yang telah distandardisasi sampai warna merah jambu tercapai dan tidak hilang selama 30 detik
• Persen asam lemak bebas dinyatakan sebagai oleat pada kebanyakan minyak dan lemak. Untuk minyak kelapa dan minyak inti kelapa sawit dinyatakan sebagai laurat, sedang pada minyak kelapa sawit dinyatakan sebagai palmitat.


H. DATA PENGAMATAN
1. Analisis Kadar Lemak Metode Weibull

NO Wo Ws Wi % LEMAK Rata-rata
1 84,0050 g 1,8692 g 84,0165 g 0,6152 % -

Kadar lemak

= 0,5885 %



2. Angka Penyabunan
Berat Sampel = 1,5916 gr
NaOH = 9,2 Ml

3. Penentuan Bilangan Asam Lemak Bebas
NO Berat Sample (g) Volume NaOH (mL) Konsentrasi NaOH (N) % FFA
1 28,2919 4,4 0,093 0,37026
2 5,0248 0,2 0,093 0,0947

Sampel I =
=
= 0,37026 %
Sampel II =
=
= 0,09476 %

I. PEMBAHASAN
1. Analisa Kadar Lemak Metode Weibull
Dalam analisa kadar lemak dengan metode weibull ini sample yang dipergunakan adalah tepung pisang, berdasarkan SNI (Standar Nasional Indonesia) berat sample yang dipergunakan untuk analisa kadar lemak adalah sebanyak 1-2 gram, dan saat praktikum sample yang dipergunakan sebanyak 1,8692 gram.
Setelah sample ditimbang, kemudian ditambahkan HCl 25 %, penambahan HCl ini dimaksudkan untuk mendapatkan suasana asam sehingga membantu melepaskan atau membebaskan lemak yang terkandung dalam sample.
Sebelum dipanaskan, sample, HCl dan Aquadest dalam beaker glass ditambahkan batu didih yang berfungsi untuk meredam bumping atau letupan yang mungkin terjadi selama proses pemanasan.
Proses pemanasan dilakukan sampai mendidih selama 15 menit, selama proses pemanasan beaker glass ditutup dengan menggunakan pertridisk, hal ini dilakukan untuk mencegah menyebarnya uap asam yang ditimbulkan dari hasil pemanasan, sehingga selama proses ini dilakukan di tempat yang mempunyai kondisi ventilasi yang baik atau di dekat jendela.
Setelah mendidih, sample kemudian disaring dalam keadaan panas, saat proses penyaringan kelengkapan K3 harus diperhatikan, hal ini dikarenakan uap yang timbul saat penyaringan dapat mengganggu dan berbahaya. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan corong gelas yang dilengkapi dengan kertas saring watman, ukuran dari kertas saring yang dipergunakan disesusaikan dengan ukuran corong yang dipergunakan, tinggi dari kertas saring minimal sejajar dengan corong, hal ini dimaksudkan untuk menghindari meresapnya lemak pada dinding corong akibat gaya kapilaritas. Apabila hal ini tidak diperhatikan maka akan mempengaruhi perhitungan kadar lemak yang terkandung pada bahan, dan pengujian menjadi tidak akurat.
Setelah semua bahan disaring, maka endapan yang tersaring dalam kertas saring dibilas dengan menggunakan air panas, proses pembilasan dengan air panas dilakukan untuk membantu melarutkan HCl yang masih terkandung dalam endapan, air dipergunakan untuk membilas endapan karena air bersifat polar dan tidak akan melarutkan lemak atau minyak yang terkandung dalam bahan (karena lemak atau minyak hanya akan larut oleh pelarut non polar) sehingga pembilasan dengan air panas tidak akan berpengaruh pada hasil pengujian.
Pembilasan dengan air ini dilakukan sampai endapan tidak bersifat asam, untuk mengetahui apakah larutan sudah tidak bersifat asam atau tidak, maka perlu dilakukan tes kualitatif, tes kualitatif yang dilakukan adalah dengan menggunakan kertas lakmus biru, apabila kertas lakmus berubah menjadi warna merah muda (pink) maka itu berarti endapan masih mengandung asam, apabila lakmus sudah tidak berubah warna, maka itu berarti endapan sudah tidak bersifat asam dan proses selanjutnya dapat dilakukan.
Proses selanjutnya adalah mengeringkan kertas saring tersebut dalam oven dengan suhu kira-kira 100o-105oC, proses pengeringan dilakukan sampai kertas saring cukup kering, tujuan dari proses pengeringan adalah menguapkan sebagian besar sisa air yang terkandung dalam endapan. Proses pengeringan ini sebaiknya tidak dilakukan terlalu lama, proses pengeringan yang terlalu lama akan mengakibatkan lemak yang terkandung menjadi sulit untuk diekstraksi.
Setelah endapan kering, proses selanjutnya dengan membungkus sample dengan kertas saring yang dibentuk menyerupai selongsong dan kedua ujungnya disumbat dengan kapas bebas lemak, selongsong atau thimbel ini kemudian dimasukan ke dalam alat ekstraksi soxhlet.
Ukuran dari thimbel ini disesuaikan dengan ukuran dari soxhlet yang dipergunakan. Setelah thimbel dimasukan, kemudian pelarut non polar dimasukan ke dalam soxhlet dengan menggunakan pipet ukur, pelarut non polar yang dipergunakan adalah n-Hexane, banyaknya pelarut yang dipergunakan juga disesuaikan dengan soxhlet yang dipergunakan, takarannya adalah 1,5 kali tinggi soxhlet. Pertama-tama adalah mengisi soxhlet sampai penuh dan biarkan mengalir ke bagian labu lemak, kemudian tambahkan lagi sampai setengah bagian soxhlet.
Urutan dari rangkaian peralatan uji kadar lemak ini adalah pada bagian paling bawah hot plate, labu lemak, soxhlet, dan bagian yang paling atas adalah kondensor. Dengan rangkaian yang seperti ini maka ekstraksi dilakukan secara berkesinambungan (Continue). Labu lemak yang dipergunakan adalah labu lemak yang sudah diketahui beratnya secara konstan. Pada saat praktikum labu lemak yang dipergunakan mempunyai berat konstan 84,0050 gram (Wo).
Proses ekstraksi dilakukan minimal 6 kali, dihitung dari berapa kali thimbel dalam soxhlet terbenam oleh pelarut non polar tersebut. Selama proses ekstraksi berlangsung warna pelarut n-Hexane berubah, dari bening menjadi sedikit kekuningan, hal ini disebabkan karena kandungan lemak dalam sample terekstraksi dan merubah warna larutan menjadi agak kekuningan.
Setelah proses ekstraksi selesai dan diperkirakan lemak dalam sample sudah terekstraksi semua, maka proses selanjutnya adalah mengambil pelarut non polar yang dipergunakan dan dimasukan kembali ke dalam wadahnya. Proses pengambilan dilakukan saat ekstraksi masih berlangsung dan hot plate dalam keadaan hidup, pengambilan pelarut dilakukan dengan menggunakan pipet ukur dan pelarut diambil sebelum mengalir ke labu ukur, dengan kata lain masih berada dalam bagian soxhlet, sehingga sambungan antara soxhlet dan pendingin balik atau kondensor dilepaskan dan pipet ukur dimasukan ke dalam bagian soxhlet tersebut.
Karena n-hexane mempunyai titik didih yang lebih rendah dari lemak, maka selama hot plate dinyalakan n-hexane akan menguap dan masuk ke dalam alat pendingin balik atau kondensor, uap pelarut akan mengembun karena uap tersebut didinginkan, tetesan pelarut akan kembali turun ke alat ekstraktor soxhlet dan merendam thimbel yang berisi sample dan lemak yang terkandung dalam sample akan larut oleh pelarut non polar tersebut. Saat soxlet terisi penuh, pelarut dan lemak hasil ekstraksinya akan mengalir ke bagian labu lemak yang dipanaskan dan akan menguapkan pelarut, sehingga yang tersisa hanya lemak yang terekstraksi karena pelarut mempunyai titik didih yang lebih rendah.
Sehingga apabila pelarut diambil dari bagian soxhlet, maka proses diatas akan terputus dan menyebabkan proses ekstraksi terhenti menyisakan lemak yang terdapat dalam labu lemak. Hasil ekstraksi inilah yang dinyatakan sebagai kandungan lemak yang terdapat dalam sample.
Setelah proses ekstraksi selesai, maka lebu lemak yang terdapat pada bagian bawah dipisahkan dari rangkaian kemudian dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105oC sampai kira-kira kertas saring kering, proses pengeringan dilakukan untuk menguapkan pelarut yang masih terkandung dalam labu lemak yang dapat mempengaruhi berat sample, karena proses selanjutnya adalah penimbangan.
Berdasarkan data praktikum dapat diketahui berat labu ukur dan lemak hasil ekstraksi (Wi) adalah 84,0165 gram. Dan berdasarkan perhitungan maka lemak yang terkandung dalam sample adalah 0,6152 %.

2. Penentuan Angka Penyabunan
Berbeda dengan penentuan kadar lemak, sample yang dipergunakan untuk penentuan angka penyabunan adalah margarine dengan merk dagang Blue Band. Penentuan bilangan penyabunan ini dapat dipergunakan untuk mengetahui sifat minyak dan lemak. Pengujian sifat ini dipergunakan untuk membedakan lemak yang satu dengan yang lainnya.
Selain untuk mengetahui sifat fisik lemak atau minyak, angka penyabunan juga dapat dipergunakan untuk menentukan berat molekul minyak dan lemak secara kasar.
Apabila sample yang akan diuji disabunkan dengan larutan KOH berlebih dalam alkohol, maka KOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga molekul KOH bereaksi dengan satu molekul minyak atau lemak. Larutan alkali yang tertinggal tersebut kemudian ditentukan dengan titrasi dengan menggunakan asam, sehingga jumlah alkali yang turut bereaksi dapat diketahui.








Sample yang dipakai saat praktikum adalah margarine sebanyak 1,5916 gram, berdasarkan SNI, untuk pengujian angka penyabunan adalah antara 1,5 – 5,0 gram. Kemudian menambahkan 50 mL larutan KOH yang terbuat dari 40 gram dalam 1 liter alkohol. Pelarut yang dipergunakan untuk melarutkan KOH adalah Alkohol, penambahan alkohol dimaksudkan untuk melarutkan asam lemak hasil hidrolisis agar dapat membantu mempermudah reaksi dengan basa dalam pembentukan sabun.
Untuk proses selanjutnya adalah ditutup dengan pendingin balik selama 30 menit. Sampai proses penyabunan yang selesai. Selama proses ini yang perlu diperhatikan adalah kerapatan dari karet penyumbat yang menyumbat mulut erlenmeyer, kerapatan penyumbat perlu diperhatikan agar uap yang keluar saat proses pemanasan tidak keluar. Dengan menggunakan kondensor atau pendingin balik, uap yang dihasilkan dari pemanasan tersebut akan berubah menjadi embun dan kembali mengalir ke dalam Erlenmeyer.
Proses selanjutnya adalah mendinginkan larutan dengan menggunakan es, penggunaan es dalam proses pendinginan dimaksudkan untuk menurunkan suhu larutan sehingga ketika titrasi tidak terlalu panas. Apabila Suhu larutan terlalu tinggi maka dikhawatirkan terjadinya penguapan KOH. Selanjutnya dititrasi dengan HCl 0,5 N dan menggunakan indikator Phenolphtalein (PP). Untuk mengetahui kelebihan larutan KOH, maka dilakukan titrasi blanko, yaitu titrasi tanpa adanya sample dengan prosedur yang sama.
Kesalahan yang timbul pada saat titrasi adalah penentuan titik akhir, kesalahan ini disebabkan karena perubahan warna yang seharusnya yerjadi adalah dari coklat pekat, kemudian kuning, lalu berubah menjadi putih pucat. Perubahan warna dari kuning ke putih tersebut tidak terlalu kontras dan menyebabkan titik akhir sulit ditentukan.
Berdasarkan praktikum volume titrasi cukup banyak apabila dibandingkan dengan kelompok lain dengan sample yang sama yaitu sebanyak 9,2 mL HCl yang terpakai. Penentuan ini juga hanya dilakukan 1 kali (simplo), sehingga nilai rata-ratanya tidak dapat diketahui.
Untuk mengetahui hasil pengujian tersebut benar atau tidak, maka perlu dibandingkan dengan titrasi blanko yang dilakukan oleh kelompok lain, akan tetapi dalam titrasi blanko juga terjadi kesalahan yaitu pelarut yang dipergunakan untuk melarutkan KOH adalah aquadest, padahal pelarut yang seharusnya dipergunakan adalah alkohol. Hal ini menyebabkan volume titrasi tinggi dan tidak terjadi perubahan warna, perubahan warna yang terjadi seharusnya adalah dari merah muda menjadi bening saat titik akhir tercapai, akan tetapi yang terjadi adalah larutan menjadi semakin pekat dan tidak terjadi perubahan warna menjadi bening kembali. Sehingga hasil titrasi sample tidak dapat dihitung, karena perbandingan dengan titrasi blanko tidak dapat dilakukan.
Selain diakibatkan karena kesalahan dalam penggunaan pelarut, kesalahan titrasi blanko ini dapat disebabkan karena proses penyabunan yang tidak sempurna, kondisi peralatan yang tidak sesuai, dll.

3. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)
Penentuan asam lemak dapat dipergunakan untuk mengetahui kualitas dari minyak atau lemak, hal ini dikarenakan bilangan asam dapat dipergunakan untuk mengukur dan mengetahui jumlah asam lemak bebas dalam suatu bahan atau sample.
Semakin besar angka asam maka dapat diartikan kandungan asam lemak bebas dalam sample semakin tinggi, besarnya asam lemak bebas yang terkandung dalam sampel dapat diakibatkan dari proses hidrolisis ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik.
Seperti halnya pada penentuan angka penyabunan, pada penentuan angka lemak bebas pun (FFA), sample yang dipergunakan adalah margarine dengan merk dagang Blue Band.
Sample yang dipergunakan pada saat praktikum ditimbang dalam keadaan cair, sehingga sample terlebih dahulu dicairkan, proses pencairan dilakukan untuk mempermudah proses titrasi selanjutnya, karena apabila sample dalam keadaan padat akan menyulitkan proses titrasi selanjutnya. Dengan pengecilan ukuran, maka asam lemak yang terkandung dalam bahan akan lebih banyak keluar daripada sample dalam keadaan padat.
Penentuan kadar asam lemak bebas ini dilakukan 2 kali (duplo), Sample yang digunakan dalam penentuan kadar asam lemak bebas tersebut adalah yang pertama sebanyak 28,2919 gram dan yang kedua sebanyak 5,0248 gram.
Setelah proses penimbangan selesai, proses selanjutnya adalah penambahan pelarut. Pelarut yang dipergunakan dalam praktikum penentuan kadar asam lemak bebas adalah alkohol, alkohol yang dipergunakan harus dalam kondisi panas dan netral.
Dalam kondisi yang panas alkohol akan lebih baik dan cepat melarutkan sampel yang juga nonpolar dan kondisi netral dilakukan agar data akhir yang diperoleh benar-benar tepat. Jika kondisi alkohol yang dipergunakan tidak netral, maka hasil titrasi asam-basa menjadi tidak sesuai atau salah.
Dalam memanaskan alkohol, dilakukan dengan menggunakan penangas air, hal ini dilakukan karena titik didih alkohol lebih rendah daripada air. Proses penetralan alkohol dilakukan dengan tes kualitatif menggunakan indikator pH universal.
Apabila kondisi alkohol terlalu asam, maka perlu dilakukan dengan penambahan basa lemah. Dan apabila kondisi alkohol terlalu basa, maka penambahan asam lemah perlu dilakukan.
Pada titrasi dengan menggunakan NaOH 0,1 N dan indikator yang dipakai adalah Phenolphtalein (PP), saat penambahan PP larutan berubah warna menjadi merah muda, padahal seharusnya larutan tidak berwarna, hal ini disebabkan terjadi kesalahan, yaitu alkohol yang dipergunakan dalam titrasi tidak dalam kondisi netral, hal ini menyebabkan nilai yang diperoleh menjadi tidak benar dan jauh dari data yang kedua.
NaOH 0,1 N ssebelumnya sudah distandardisasi dengan menggunakan asam oksalat, titik akhir dari titirasi dicapai saat larutan berubah warna dari bening menjadi merah muda.
Pada saat titrasi sample yang pertama volume titrasi sangat jauh berbeda apabila dibandingkan dengan sample yang kedua, hal ini disebabkan kelalaian saat perubahan warna yang terjadi.
Untuk sample yang pertama, volume NaOH yang sudah dipergunakan adalah sebanyak 4,4 mL. Sedangkan untuk sample yang kedua volume NaOH yang dipergunakan adalah 0,2 mL.
Hasil yangberjauhan ini menyebabkan nilai asam lemak bebas tidak dapat dirata-ratakan, akan tetapi meskipun datanya berselisih jauh kadar dari asam lemak bebas masih dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
% FFA =
Normalitas yang dipergunakan adalah normalitas NaOH yang telah distandarisasi. Sementara BM (berat molekul) asam lemak yang dipergunakan adalah BM dari asam palmitat. Hal tersebut dikarenakan berdasarkan teori dalam margarine kandungan lemak yang banyak adalah palmitat karena margarin terbuat dari minyak kelapa sawit sesuai tabel berikut:
Sumber Minyak Jenis Asam Lemak Terbanyak Berat Molekul
Susu
Sawit Palmitat 256
Inti Sawit
Kelapa Laurat 200
Susu Oleat 282
Jagung, Kedelai dan kacang-kacangan Linoleat 278
tabel 1Berat Molekul Asam Lemak dari Sumber Tertentu
Berdasarkan data praktikum dan perhitungan maka dapat diketahui nilai asam lemak bebas dalam sample yang pertama adalah sebesar 0,37026 %. Sementara pada sampel kedua sebesar 0,09476 %. Dari data tersebut maka nilai perhitungan rata-rata tidak dapat dilakukan karena selisih sedua data cukup besar. Hal ini menyebabkan nilai asam lemak bebas yang sebenarnya tetap tidak diketahui.
Kesalahan yang menyebabkan nilai asam lemak bebas menjadi tidak akurat salah satunya adalah dalam penetapan titik akhir, sehingga volume titrasi yang dipakai, dan titik akhir yang sebenarnya terlewat.

F. KESIMPULAN
Berdasarkan data praktikum dan perhitungan maka dapat diketahui bahwa penentuan kadar lemak dengan menggunakan metode Weibull dalam sampel tepung pisang adalah 0,5885 %. Hasil tersebut belum dapat dikatakan mutlak karena hanya dilakukan 1 kali, dan perbandingan hasil perhitungan dilakukan dengan kelompok lain yang mengerjakan dengan metode dan sample yang sama. Metode Weibull dilakukan untuk menghidrolisis lemak yang terikat dalam sample sebelum proses ekstraksi dilakukan.
Hasil perhitungan angka asam lemak bebas (FFA) yang dilakukan duplo untuk sampel I (sebanyak 28,2 gram) adalah 0,37026 %. Sementara sampel kedua (5 gram) adalah 0,09476 %. Kesalahan yang terjadi mengakibatkan nilai asam lemak bebas yang sebenarnya tetap tidak diketahui, selisih nilai persentase yang berjauhan menyebabkan nilai tersebut tidak dapat dirata-rata.
Berdasarkan data pengamatan dan hasil perhitungan, untuk penentuan bilangan penyabunan tidak dapat ditentukan, hal ini dikarenakan kesalahan tidak hanya terjadi pada sample tapi juga pada blanko. Dan menyebabkan data yang dihasilkan tidak dapat dihitung, dan angka penyabunan tetap tidak diketahui.



G. DAFTAR PUSTAKA
• Sudarmadji, Slamet. et al. 1996. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.Yogyakarta: Penerbit Liberty.
• Sudarmadji, Slamet. et al. 1996. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.Yogyakarta: Penerbit Liberty.
• Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.

1 komentar:

.