A. ACARA
Praktikum perlakuan pemanasan
B. PRINSIP
Prinsip pengawetan yaitu :
• Mencegah atau memperlambat terjadinya dekomposisi oleh mikroorganisme
• Mencegah atau menghalangi dekomposisi pada bahan makanannya sendiri
• Mencegah kerusakan akibat serangan serangga, binatang pengerat atau sebab-sebab mekanik lainnya.
Pengawetan dengan suhu tinggi didasarkan atas kenyataan bahwa panas yang cukup dapat mematikan mikroorganisme dan menginaktifkan enzim (Frazier, 1967)
C. TUJUAN
Tujuan dari proses pemanasan pada bahan hasil pertanian adalah :
• Makanan menjadi lebih enak (Desirable effects on eating quality)
• Mengawetkan makanan (Presenvative effects)
D. DASAR TEORI
Penggunaan panas pada pengawetan bahan makanan sudah dikenal secara luas, seperti memasak, menggoreng, merebus, atau cara pemanasan lainnya. Dengan perlakuan-perlakuan tersebut terjadi perubahan keadaan bahan makanan tersebut baik sifat fisik maupun kimiawinya, sehingga keadaan bahan yang ada menjadi lunak dan enak dimakan.
Dengan proses pemasakan tidak selalu berarti bahwa bahan tersebut menjadi steril, hal ini disebabkan kemungkinan terjadi kontaminasi kembali oleh mikroorganisme sehingga bahan yang telah dimasak dapat dapat menjadi rusak dalam jangka waktu yang relative singkat.
Keuntungan dari proses pemanasan adalah :
• Merusak komponen “anti nutrisi” (Trysin Inhibitor)
• Meningkatkan nutrisi (meningkatkan daya cerna protein, gelatinasi pati, pelepasan niasin)
• Penggunaan panas mudah dikontrol
Hadirnya bakteri dan enzim dapat merusak bahan makanan, meskipun bahan makanan itu disimpan dalam wadah tertutup. Panas merupakan factor yang penting untuk mematikan mikroorganisme, Secara lebih reperinci kematian mikroorganisme terjadi karena :
• Denaturasi enzim-enzim yang terdapat di dalam sel-sel mikroorganisme
• Pemecah struktur molekul protein yang terdapat di dalam sel-selnya
• Pemecahan molekul-molekul organic kompleks lainnya
Ketahanan panas pada setiap mikroorganisme berbeda, suhu optimum merupakan suhu yang terbaik untuk tumbuh, berdasarkan suhu optimum yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya maka bakteri dapat digolongkan menjadi :
• Psikhrofilik : bakteri yang masih dapat tumbuh pada suhu dibawah 20 C, suhu optimumnya antara 20-30 C.
• Mesofilik : bakteri yang dapat tumbuh pada suhu antara 20-45 C dan suhu optimumnya antara 30-40 C
• Thermofilik : bakteri yang dapat tumbuh pada suhu di atas 45 C, sedangkan suhu optimumnya adalah 55-65 C
Berdasarkan kemampuan menggunakan oksigen bebas, maka mikroorganisme dapat dibedakan menjadi 3 golongan :
• Mikroorganisme Aerobik : untuk pertumbuhannya memerlukan oksigen
• Mikroorganisme anaerobic : untuk pertumbuhannya tidak memerlukan oksigen
• Mikroorganisme fakultatif : dapat tumbuh dengan baik dengan atau tanpa oksigen bebas
Beberapa cara pemanasan yang biasa dilakukan yaitu Blancing, pasteurisasi, sterilisasi, dan exhausting.
BLANCHING
Blanching merupakan suatu cara pemanasan pendahuluan pada sayur-sayuran dan buah-buahan, dalam air panas atau uap air. Tujuan utama blanching adalah menginaktifkan enzim, diantaranya enzim peroksidase dan katalase, kedua jenis enzim ini yang paling tahan terhadap panas.
Blanching memiliki banyak fungsi, salah satu diantarannya adalah merusak aktifitas enzim dalam sayuran dan beberapa buah terutama yang akan mengalami proses lebih lanjut. Oleh karena itu blanching tidak dimasukkan kedalam metode pengawetan namun dalam preparasi (persiapan) bahan baku proses. Blanching sering dikombinasikan dengan pengupasan dan atau pencucian guna menghemat energi, ruang dan peralatan.
Disamping menginaktifkan enzim, blanching juga bertujuan untuk :
• Membersihkan bahan dari kotoran dan mengurangi jumlah bakteri dalam bahan
• Memperlunak bahan dan mempermudah pengisian bahan ke dalam wadah
• Mengeluarkan gas-gas yang terdapat dalam ruang-ruang sel, sehingga mengurangi terjadinya pengkaratan kaleng dan memperoleh keadaan vacuum yang baik dalam “headspace” kaleng
• Memantapkan warna hijau sayur-sayuran
• Tekstur bahan menjadi lebih baik
Cara melakukan blanching adalah, dengan merendam bahan hasil pertanian dalam air panas (merebus) atau dengan uap air (mengukus). Mengukus dinamakan juga steam blancing.
Suhu blanching biasanya mencapai 82-93 C selama 3-5 menit, setelah blanching cukup waktunya kemudian kawat keranjang diangkat dari panic dan cepat-cepat didinginkan dengan air. Pengukusan tidak dianjurkan untuk sayut-sayuran hijau karena bahan akan menjadi kusam.
Factor-faktor yang mempengaruhi waktu blanching adalah :
• Tipe buah dan sayur
• Ukuran dan jumlah bahan yang diblanching
• Suhu blanching
• Metode pemanasan
Jika makanan tidak diblanching, perubahan yang tidak diinginkan terutama karakteristik sensorik dan nutrisi dapat terjadi. Blanching juga dapat menyebabkan kerusakan pangan dibandingkan yang tidak diblanching karena panas yang diberikan dapat merusak jaringan dan membebaskan enzim tetapi tidak menginaktifkannya, dan mempercepat kerusakan pencampuran enzim dengan substrat.
PASTEURISASI
Pasteurisasi merupakan salah satu pemanasan bahan makanan sampai suhu tertentu untuk membunuh bakteri yang tidak membentuk spora dan virus-virus yang menyebabkan penyakit pada manusia. Dengan pasteurisasi masih terdapat mikroorganisme, sehingga bahan makanan yang telah dipasteurisasi mempunyai daya tahan simpan lebih singkat.
Maka dalam pasteurisasi terutama untuk memusnahkan mikroorganisme. Biasanya suhu yang digunakan dibawah 100 C.
Pasteurisasi biasanya dilakukan pada suhu sekitar 63 (145 F) selama 30 menit. Contohnya pasteurisasi pada susu 61-63 C selama 30 menit, pada sari buah 63-74 C selama 30 menit, kadan-kadang dilakukan juga pasteurisasi secara cepat yang dinamakan “Flash Pasteurization” yaitu pemanasan agak tinggi misalnya pada suhu 88 C selama 1 menit.
Tidak seperti sterilisasi, pasteurisasi tidak dimaksudkan ntuk membunuh seluruh mikroorganisme di makanan. Pasteurisasi bertujuan untuk mencapai “pengurangan log” dalam jumlah organisme, mengurangi jumlah mereka sehingga tidak lagi bias menyebabkan penyakit (dengan syarat produk yang telah dipasteurisasi didinginkan dan digunakan sebelum tanggal kadaluwarsa)
STERILISASI
Yang dimaksud sterilisasi adalah suatu usaha untuk membebaskan alat-alat atau bahan-bahan dari segala macam bentuk kehidupan terutama mikroorganisme. Jadi apabila kita katakana suatu alat/bahan tersebut berarti tidak ada kehidupan dan kegiatan mikroorganisme dalam keadaan normal. Semua mikroorganisme baik yang pathogen, non pathogen, pembusuk dan lainnya sudah dimusnahkan.
Proses sterilisasi dengan penertian mutllak tersebut tidak mungkin diterapkan pada bahan makanan, karena dapat terjadi perubahan-perubahan pada bahan sehingga nilai gizinya menurun. Pemanasan pada bahan makanan dilakukan sedemikian rupa sehingga mikroorganisme yang membahayakan terhadap manusia telah mati, tetapi sifat bahan tidak mengalami banyak perubahan.
Karena itu timbul beberapa macam istilah sterilisasi, yaitu :
• Sterilisasi biologis
Suatu tingkatan pemanasa yang mengakibatkan musnahnya segala macam bentuk kehidupan yang ada pada bahan makanan yang dipanaskan.
• Sterilisasi komersial (commercially sterile)
Yaitu suatu tingkat sterilitas sedemikian rupa sehingga dalam keadaan normal tidak akan rusak. Bahan tidak steril 100%, tetapi bakteri pathogen dan pembentuk racun telah dimatikan.
Tanner (1944) memberikan batasan atau definisi dari sterilisasi komersial, ialah suatu tingkatan pemanasan sedemikian rupa sehingga semua mikroorganisme pathogen dan pembentuk racun telah dimatikan.
Biasanya mikroorganisme yang masih terdapat dalam keadaan steril diatas ialah jenis bakteri yang membentuk spora, Karena spora lebih tahan terhadap panas. Sterilisasi biasanya dilakukan pada suhu yang tinggi diatas 100 C, misalnya 121 C selama 15 menit. Sterilisasi dengan pemanasan dibedakan atas :
• Sterilisasi pemijaran : untuk peralatan laboratorium seperti jarum ose, jarum platina, dll
• Sterilisasi udara panas : untuk alat-alat yang terbuat dari gelas
• Sterilisasi uap air panas : bahan-bahan yang disterilkan dengan cara ini umumnya adalah medium kultur
• Sterilisasi uap air panas bertekanan : untuk alat atau bahan yang tidak rusak karena pemanasan dan tekanan tinggi.
Nilai D adalah jumlah wakru pada suatu suhu tertentu untuk membunuh 90 % mikroba yang ada. Nilai D juga dikenal sebagai “laju kematian konstan” atau laju kematian atau decimal reduction time.
Sedangkan nilai Z sesungguhnya merupakan gambaran kuantitatif sifat alamiah mikroba yang berhubungan dengan perubahan suhu terhadap laju kematian.
EXHAUSTING
Exhausting adalah penghampaan udara pada bahan yang telah dilakukan pewadahan (dikemas). Proses ini bertujuan untuk :
• Untuk mengurangi atau menghilangkan gas udara yang ada pada bahan yang telah dikemas, karena uadara merupakan sumber kontaminasi.
Proses dari exhausting adalah dengan cara memanaskan wadah yang berisi bahan dengan uap air yang bertujuan untuk mendorong agar udara (O2) keluar. Proses ini dilakukan pada bahan yang akan dilakukan penutupan
Dengan pemanasan yang tinggi, bahan makanan akan mengalami perubahan terutama terhadap warna, cita rasa, tekstur dan nilai gizi. Untuk mengalami perubahan tersebut, maka penggunaan waktu pemanasan yang lama lebih baik daripada penggunaan suhu pemanasan yang tinggi.
Kerusakan yang terjadi akibat suhu pemanasan yang terlalu tinggi adalah :
• Kegosongan
• Larutnya nutrisi dan kandungan penting lainnya (seperti vitamin dan mineral)
• Bahan hasil pertanian malah akan menjadi labih cepat rusak apabila disimpan dalam suhu kamar (susu yang telah dipasteurisasi).
Berdasarkan adanya perbedaan derajat keasaman, Cameron (1940) menggolongkan bahan makanan ke dalam 4 golongan :
• Golongan I : bahan makanan yang kurang asam atau sedikit asam (low acid food), dengan pH diatas 5,3 (jagung, daging, ikan, unggas dll)
• Golongan II : bahan makanan yang agak asam (medium acid food), pH antara 5,3-4 (bayam, bit, asparagus dll)
• Golongan III : bahan makanan yang asam (acid food), pH antara 4,5-3,7 (tomat, buah pir, kubis dll)
• Golongan IV : bahan makanan yang sangat asam (high acid food), pH dibawah 3,7 (acar timun, asinan, arben, dll)
Makin asam bahan makanan maka pemanasannya semakin singkat karena asam tersebut bersifat racun terhadap mikroorganisme. Berikut derajat keasaman dari berbagai bahan makanan.
JENIS PRODUK pH
Daging sapi 5,1 - 6,2
Daging ayam 6,2 – 6,4
Ikan 6,6 – 6,8
Udang (shrimp) 6,8 – 7,0
Ikan salem (salmon) 6,1 – 6,3
Mentega (buter) 6,1 – 6,4
Air susu (milk) 4,5
Keju (cheese) 6,5
Sumber : Jay, James M. 1970. Modern Food Microbiology
Derajat keasaman dari beberapa jenis buah-buahan dan sayuran
JENIS PRODUK pH
Sayuran
Buncis 4,6 – 6,5
Kubis 5,4 – 6,0
Wortel 4,9 – 6,0
Kentang 5,3 – 5,6
Tomat 4,2 – 4,3
Bayam 5,5 – 6,0
Buah-buahan
Apel 2,9 – 3,3
Pisang 4,5 – 4,7
Jeruk 3,6 – 4,3
Sumber : Jay, James M. 1970. Modern Food Microbiology
D. ALAT DAN BAHAN
ALAT
• Saringan
• Kompor
• Pisau
• Tatanan
• Panci
• Wajan
• Botol
• Baki plastic
• Autoclave
• Corong plastic
• Thermometer
BAHAN
• Kentang
• Buncis
• Susu
• Saos tomat
• Sarden kaleng
F. PROSEDUR
PASTEURISASI
• Menyiapkan peralatan yang akan digunakan
• Menyiapkan susu sebanyak 400 ml
• Menyaring susu dengan kain saring yang telah dibersihkan dan direbus sebelumnya
• Mamasukan hasil saringan kedalam panci
• Memanaskan panci yang berisi susu dengan suhu 63 C selama 30 menit, terus aduk perlahan
• Memasukan susu yang telah dipanaskan ke dalam botol kaca yang telah direbus sebelumnya
• Menutup botol yang berisi susu
• Memberi label dan mengamati perubahan
BLANCHING
• Menyiapkan peralatan yang akan digunakan
• Menyiapkan kentang dan buncis yang akan diblanching
• Mengupas kentang, kemudian iris sisihkan. Membersihkan buncis, sisihkan
• Memasukan irisan kentang ke dalam air panas dengan suhu ± 80 C, selama 5 menit, angkat dan tiriskan
• Melakukan prosedur yang sama untuk buncis
• Membandingkan bahan hasil pertanian yang diblanching dengan yang tidak
EXHAUSTING
• Menyiapkan peralatan yang akan digunakan
• Mamasukan saus tomat ke dalam wajan
• Memanaskan saus tomat selama ± 10 menit, dengan api kecil sambil terus diaduk
• Memasukan saus tomat kedalam botol gelas yang sudah direbus sebelumnya
• Masukan botol saus kedalam panci yang berisi air mendidih, bagian dasar panci dialasi kain
• Meletakan botol saus diatas kain tersebut, biarkan botol yang berisi saus direbus sampai kira-kira udara yang berada didalam botol saus berkurang atau bahkan hilang
• Memindahkan botol saus dari panci dan langsung beri tutup
STERILISASI
• Menyiapkan autoclave
• Memasukan produk makanan kaleng
• Mensterilisasikan dengan suhu 121 C selama 15 menit
• Mengeluarkan produk makanan kaleng yang sudah disterilisasi dan masukan kedalam air dingin, biarkan suhunya menjadi normal kembali.
G. DATA PENGAMATAN
Blanching
BAHAN PERUBAHAN SETELAH BLANCHING TIDAK DIBLANCHING (MENTAH)
Kentang iris Warna : menjadi lebih pudar dan terkesan transparan
Tekstur : menjadi lebih lunak dan lentur
Browning : tidak terjadi Warna : kuning lebih pekat
Tekstur : keras dan kaku
Browning : terjadi, setelah 15 menit di ruangan terbuka
Buncis Warna : menjadi lebih pekat (hijau tua)
Tekstur : menjadi lebih lunak dan lentur Warna : hijau muda, terkesan kusam
Tektur : keras dan kaku
Pasteurisasi
BAHAN SETELAH PASTEURISASI TIDAK DIPASTEURISASI
Susu Warna : putih kekuningan, tidak tampak perubahan
Aroma : khas susu Warna : putih kekuningan
Aroma : khas susu
Exhausting
BAHAN PERUBAHAN SETELAH EXHAUSTING
Saus tomat Warna : menjadi lebih pekat (merah pekat)
Sterilisasi
Kaleng (kemasan)tidak berubah. Tidak diketahui terjadi perubahan fisik pada bahan atau tidak,
H. PEMBAHASAN
Semua proses pengamatan dilakukan setelah bahan dimasukan ke dalam botol kaca yang transparan (kecuali blanching dan sterilisasi), semua botol kaca yang digunakan sebelumnya sudah mengalami proses sterilisasi dengan air panas (direbus) suhu yang digunakan kira-kira 100 C atau sampai air rebusan mendidih. Botol direbus selama ± 15 menit, kemudian angkat dan tiriskan, baru setelah itu dapat digunakan sebagai wadah (kemasan) bahan.
BLANCHING
Kentang yang diblancing sebelumnya telah diiris tipis (kira-kira 2 mm), pengecilan bahan tersebut dimaksudkan agar bahan menjadi lebih cepat matang, bahan menjadi lebih cepat matang karena luas penampang bahan menjadi lebih luas setelah pengecilan dan menyebabkan proses blanching menjadi lebih cepat.
Pengecilan ukuran (pengirisan) juga dilakukan pada kentang yang tidak diblanching, karena pengamatan dilakukan untuk mengetahui perbedaan bahan (kentang) yang diblanching dan yang tidak, sehingga proses selain blanching dilakukan juga pada bahan yang tidak diblanching. Ukuran pengirisan kentang mentah (tidak diblanching) relative sama dengan yang diblanching, pengirisan dilakukan secara manual dengan menggunakan pisau, sehingga cukup sulit untuk mendapatkan ukuran yang seragam.
Pada saat kentang diblanching, kentang untuk pembanding (mentah) belum diiris, kentang mentah diiris berbarengan dengan pengangkatan kentang yang diblanching, hal ini dimaksudkan agar perbandingan waktu untuk pengamatan proses browning sama.
Dari data pengamatan bahwa kentang yang mentah hanya dalam waktu ± 15 menit sudah mengalami proses browning, meskipun proses browning hanya terjadi pada pinggiran (sisi) kentang. Sedangkan kentang yang dilanching sampai berakhirnya waktu praktikum belum menandakan reksi browning.
Hal tersebut membuktikan bahwa blanching memang dapat menginaktifkan enzim fenolase yang terdapat dalam kentang, berbeda dengan kentang yang tidak diblanching cepat sekali mengalami kerusakan browning enzimatis, hal tersebut disebabkan enzim fenolase teroksidasi sehingga terjadi reaksi pencoklatan (browning) pada kentang tersebut.
Berbeda halnya dengan buncis, buncis yang diblanchingjuga mengalami perubahan scara fisik, selain warnanya berubah menjadi lebih hijau dan berkesan segar, struktur buncis juga menjadi lebih lunak. Lain dengan buncis yang tidak diblanching meskipun dicuci dengan air bersih tetap saja tidak mengalami perubahan yang berarti warnanya lebih pucat dan terkesan suram.
Dari proses blanching pada buncis, maka dapat dibuktikan bahwa selain strukturnya menjadi lebih lunak, buncis juga menjadi lebih menarik karena warna hijau pada buncis lebih hijau dan pekat dari pada buncis yang tidak diblanching.
PASTEURISASI
Susu yang digunakan untuk proses pateurisasi berwarna kekuningan, hal ini menandakan bahwa susu tersebut mengandung karoten dalam jumlah yang cukup banyak. Sebelum dipasteurisasi, susu mengalami pengukuran volume dan penyaringan, pengukuran volume pada susu dilakukan agar setiap kelompok mempunyai jumlah susu yang sama, setiap kelompok setelah pengukuran volume mempunyai 400 ml susu segar. Sedangkan penyaringan dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya kotoran yang mengendap.
Proses penyaringan dilakukan dengan menggunkan kain saring berwarna putih yang telah dicuci bersih dan direbus sebelumnya. Penggunaan kain saring pada proses penyaringan dimaksudkan karena serat kain yang rapat akan lebih mudah menahan kotoran yang berukuran kecil lebih baik daripada saringan yang biasa.
Setelah proses penyaringan dapat diketahui bahwa dalam susu terdapat kotoran berupa butiran hitam seperti pasir atau debu dan gumpalan putih berukuran cukup kecil. Dari proses penyaringan tersebut dapat diketahui bahwa susu sudah terkena kotoran (kontaminasi) oleh benda asing.
Proses pasteurisasi untuk susu menggunakan metode LTLT (Low Temperature Long Time), suhu yang digunakan adalah 63 C, selama 30 menit. Kemungkinan terjadinya penyimpangan suhu pada saat pasteurisasi sangat kecil, karena selama proses pasteurisasi, thermometer selalu berada dalam panci untuk pasteurisasi susu. Sehingga pengawasan terhadap suhu pasteurisasi dapat lakukan dengan mudah.
Selama proses pasteurisasi tersebut susu harus selalu diaduk, hal ini dilakukan agar tidak terjadi koagulasi (penggumpalan) pada susu dan meminimalisir kemungkinan terjadinya over cooking (terlalu matang) dalam artian suhu atau waktu pemanasan yang diberikan pada saat pemasakan terlalu berlebihan. Over cooking dapat berakibat kegosongan (hangus) dan pada susu yang dipasteurisasi akan menjadi lebih cepat asam apabila terbuka pada suhu kamar.
Terjadinya over cooking pada susu dapat berakibat fatal, karena susu merupakan bahan pangan yang mudah sekali menyerap bau disekitarnya, sehingga apabila terjadi kegosongan maka semua susu yang ada dalam satu wadah tersebut akan beraroma kurang sedap, hal ini akan sangat bepengaruh pada kualitas susu dan dapat merugikan konsumen, karena kandungan gizi dalam susu sudah berkurang atau bahkan hilang.
Setelah dipasteurisasi, susu segera dimasukan langsung kedalam botol kaca yang sebelumnya telah direbus, segera tutup. Setelah dimasukan kedalam botol dan dibandingkan dengan susu yang tidak dipasteurisasi (yang juga dimasukan kedalam botol kaca) tidak terlihat perubahan yang berarti secara fisik. Hal ini disebabkan produk (susu ynag dipasteurisasi dan yang tidak) tertutup rapat sehingga kemungkinan terjadinya kontaminasi oleh udara bebas sangat kecil, dan menyebabkan kerusakan pada susu berjalan lambat.
EXHAUSTING
Saus tomat yang dipakai adalah saus tomat yang dikemas dengan menggunakan kantong plastic transparan, sebelum diexhausting, saus tomat dipanaskan terlebih dahulu kira-kira selama 10 menit diatas api kecil.
Setelah proses pemanasan selesai, saus tomat kemudian dimasukan kedalam botol yang steril, dan sisihkan. Kemudian masukan botol yang berisi saus tomat tersebut ke dalam panci yang berisi air mendidih dan dan dialasi dengan kain, kain yang digunakan sebagai alas dimaksudkan untuk meredam letupan dari air yang mendidih, sehingga botol tidak tergoncang dan tetap stabil.
Jumlah air yang digunakan untuk merendam botol saus tomat tidak melebihi ½ dari tinggi botol, hal ini dimaksudkan untuk menghindari masuknya air dalam panci masuk kedalam botol.
Setelah direbus kira-kira 15 menit dengan air mendidih, angkat botol yang berisi saus lalu segera tutup. Warna saus tomat setelah dipanaskan lebih merah dari pada sebelum dipanaskan.
STERILISASI
Proses sterilisasi dilakukan dengan menggunakan metode sterilisasi basah dengan uap air panas bertekanan, alat yang digunakan adalah autoclave. Proses sterilisasi dilakukan dengan suhu 121 C selama 15 menit.
Bahan pangan yang digunakan adalah ikan kaleng, setelah proses sterilisasi selesai, produk kaleng kemudian diangkat dan direndam dengan air dingin, tidak terjadi perubahan bentuk yang berarti pada kaleng, tapi tidak terlihat adanya perubahan secara fisik pada produk, karena kaleng tidak dibuka. Perubahan yang mungkin terjadi adalah pada masa simpan produk yang menjadi lebih lama daipada tidak disterilisasi.
I. KESIMPULAN
Dengan berbagai metode pemanasan dengan berbagai fungsi dan tujuan, maka kita dapat merubah keadaan fisik yang tidak dikendaki bahkan kandungan gizi pada produk hasil pertanian dapat menjadi lebih baik dengan pemasakan dan mudah dicerna.
Proses pemasakan yang umumnya dilakukan di Indonesia adalah Blanching, Pateurisasi, exhausting, dan sterilisasi. Akan tetapi yang mungkin dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga hanya blanching dan pasteurisasi, Karena selain mudah digunakan peralatan yang dibutuhkan juga murah.
Selain dapat memperpanjang masa simpan suatu produk hasil pertanian, pemanasan juga dapat berpengaruh pada penampilan fisik dari bahan menjadi lebih menarik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar