Selasa, 20 Juli 2010

Optimasi Proses Pengeringan Bahan Pangan

OPTIMASI PROSES PENGERINGAN BAHAN PANGAN
PRINSIP
Perbandingan panas yang diperlukan untuk menguapkan air dengan penggunaan panas yang sebenarnya di dalam alat pengering
TUJUAN
Mengoptimasikan beberapa variable yang berpengaruh terhadap proses pengeringan
Menghitung biaya pengeringan dengan berbagai alat pengering dan menghubungkannya dengan kualitas hasil pengeringan

TINJAUAN PUSTAKA
Pengeringan merupakan suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan dengan menggunakan energy panas. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih tahan lama disimpan dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan. Di sisi lain, pengeringan menyebabkan sifat asli bahan mengalami perubahan, penurunan mutu dan memerlukan penanganan tambahan sebelum digunakan yaitu rehidrasi (Muchtadi 1989).
Pengeringan juga didefinisikan sebagai proses pengeluaran air dari bahan sehingga tercipta kondisi dimana kapang, jamur, dan bakteri yang menyebabkan pembusukan tidak dapat tumbuh (Henderson dan Perry, 1976). Pengeringan adalah proses pengeluaran kadar air untuk memperoleh kadar air yang aman untuk penyimpanan (Winarno et al., 1980). Tujuan Pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti.
Proses pengeringan yang umumnya digunakan pada bahan pangan ada dua cara yaitu pengeringan dengan penjemuran dan pengeringan dengan alat pengering. Kelemahan dari penjemuran adalah waktu pengeringan lebih lama dan lebih mudah terkontaminasi oleh kotoran atau debu sehingga dapat mengurangi mutu akhir produk yang dikeringkan. Di sisi lain, pengeringan yang dilakukan dengan menggunakan alat pengering biayanya lebih mahal, tetapi mempunyai kelebihan yaitu kondisi sanitasi lebih terkontrol sehingga kontaminasi dari debu, serangga, burung dan tikus dapat dihindari.
Selain itu pula dehidrasi dapat memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan (Desrosier 1988). Pemilihan jenis alat dan kondisi pengering yang akan digunakan tergantung dari jenis bahan yang dikeringkan, mutu hasil akhir yang dikeringkan dan pertimbangan ekonomi, misalnya untuk bahan yang berbentuk pasta atau pure maka alat pengering yang sesuai adalah alat pengering drum, sedangkan untuk bahan yang berbentuk lempengan atau jenis bahan padatan dapat menggunakan pengering kabinet. Jenis alat pengering lainnya yang dapat digunakan untuk bahan pangan adalah pengeringan terowongan, pengering semprot, pengering fluidized bed, pengering beku dan lain-lain (Mujumdar 2000).
Efisiensi system dan alat pengeringan merupakan salah satu factor yang perlu dipertimbangkan dalam aplikasi pengeringan dan optimasinya. Efisiensi operasi pengeringan dapat dinyatakan sebagai perbandingan panas yang secara teoritis diperlukan untuk menguapkan air dengan penggunaan panas yang sebenarnya didalam alat pengering. Efisiensi tersebut berguna untuk memperlajari pendugaan atau kontruksi alat pengering dan studi perbandingan antar berbagai alat pengering yang digunakan untuk alternative.
Proses pengeringan pada bahan dimana udara panas dialirkan dapat dianggap sebagai salah satu proses adiabatis. Hal ini berarti panas yang diberikan untuk penguapan air dari bahan hanya disuplai oleh udara pengering secara konduksi atau radiasi tanpa tambahan energi dari luar.
Proses perpindahan panas terjadi karena suhu bahan lebih rendah dari suhu udara yang dialirkan disekeliling bahan. Panas yang diberikan ini akan menaikan suhu bahan dan akan menyebabkan tekanan uap air didalam bahan akan lebih tinggi dibandingkan tekanan uap air di udara sehingga terjadi perpindahan uap air dari bahan ke udara. Peristiwa perpindahan uap air ke udara ini disebut peristiwa pindah massa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu: factor yang berhubungan dengan udara pengering (suhu, kecepatan volumetrik aliran udara pengering, dan kelembaban udara), dan faktor yang berhubungan dengan sifat bahan (ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan). Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada umumnya mengandung kadar air tinggi. Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan tidak dihilangkan, maka akan dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan.
Metode pengeringan pangan maupun non-pangan yang umum dilakukan antara lain adalah pengeringan matahari (Sun Drying), rumah kaca (Greenhouse), oven, iradiasi surya (Solar Drying), pengeringan beku (Freeze Drying), dan yang berkembang saat ini pengeringan menggunakan sinar infra merah. Pangan dapat dikeringkan dengan beberapa cara yaitu menggunakan matahari, oven, atau microwave. Pengeringan merupakan metode pengawetan yang membutuhkan energy dan biaya yang cukup tinggi, kecuali pengeringan matahari (Sun Drying) (Hughes dan Willenberg, 1994)
Pengeringan Matahari (Sun Drying)
Pengeringan matahari (sun drying) merupakan salah satu metode pengeringan tradisional karena menggunakan panas langsung dari matahari dan pergerakan udara lingkungan. Pengeringan ini mempunyai laju yang lambat dan memerlukan perhatian lebih. Bahan harus dilindungi dari serangan serangga dan ditutupi pada malam hari. Selain itu pengeringan matahari sangat rentan terhadap resiko kontaminasi lingkungan, sehingga pengeringan sebaiknya jauh dari jalan raya atau udara yang kotor (Toftgruben, 1977)
Pengeringan Rumah Kaca (Greenhouse)
Pengering efek rumah kaca adalah alat pengering berenergi surya yang memanfaatkan efek rumah kaca yang terjadi karena adanya penutup transparan pada dinding bangunan serta plat absorber sebagai pengumpul panas untuk menaikkan suhu udara ruang pengering. Lapisan transparan memungkinkan radiasi gelombang pendek dari matahari masuk ke dalam dan mengenai elemen-elemen bangunan. Hal ini menyebabkan radiasi gelombang pendek yang terpantul berubah menjadi gelombang panjang dan terperangkap dalam bangunan karena tidak dapat menembus penutup transparan sehingga menyebabkan suhu menjadi tinggi. Proses inilah yang dinamakan efek rumah kaca. (Kamaruddin et al., 1996)
Pengeringan Oven
Pengeringan oven (Oven Drying) untuk produk pangan membutuhkan sedikit biaya investasi, dapat melindungi pangan dari serangan serangga dan debu, dan tidak tergantung pada cuaca.
Pengeringan Iradiasi Surya (Solar Drying)
Solar drying merupakan modifikasi dari sun drying yang menggunakan kolektor sinar matahari yang didesain khusus dengan ventilasi untuk keluarnya uap air (Hughes dan Willenberg, 1994). Energi matahari dikumpulkan menggunakan pengumpul energi yang berupa piringan tipis (flat plate) yang biasanya terbuat dari plastik transparan (Bala,1997).
Pengeringan Beku (Freeze Drying)
Pengeringan beku merupakan salah satu cara dalam pengeringan produk pangan. Tahap awal produk pangan dibekukan kemudian diperlakukan dengan suatu proses pemanasan ringan dalam suatu lemari hampa udara. Kristal-kristal es yang terbentuk selama tahap pembekuan akan menyublim jika dipanaskan pada tekanan hampa udara yaitu berubah bentuk dari es menjadi uap tanpa melewati fase cair (Gaman dan Sherrington, 1981).
ALAT DAN BAHAN
Alat Bahan
Oven listrik
Tray dryer
Pengering surya
Dehydrator
Timbangan
Peralatan dapur Ubi kayu
Kelapa parut

PROSEDUR
Pengeringan berbagai suhu dan kecepatan udara pengering
Persiapan bahan
Siapkan kelapa tua tanpa kulit ari yang sudah diparut
Bahan kemudian ditimbang dan dibagi menjadi 3 bagian, ratakan diatas loyang
Masing-masing loyang yang berisi bahan lalu dimasukan kedalam oven listrik, Cabinet Dryer, dan Dehydrator yang disediakan untuk dikeringkan menjadi Desiccated Coconut

Proses dan Pengamatan pengeringan
Lakukan pengeringan pada masing-masing alat pengering tersebut
Lakukan penimbangan bahan dengan interval waktu 15 menit
Hentikan proses pengeringan setelah kadar air bahan 3-5%
Buat kurva pengeringan bahan dan bandingkan kecepatan pengeringan masing-masing alat
Penampakan organoleptik masing-masing bahan diamati dan rendemen bahan dihitung
Pengeringan dengan berbagai luas permukaan dan ukuran bahan
Ubi kayu atau singkong dikupas dan dicuci sampai bersih kemudian ditiriskan
Lakukan pengecilan ukuran untuk memperluas permukaan bahan dalam tiga bentuk : dadu, diiris bulat, dan chips
Penampakan organoleptik dari bahan diamati
Masing-masing ukuran bahan ditimbang dan dicatat sebagai bobot awal
Gunakan dehydrator untuk mengeringkan bahan dengan suhu yang sama
Lakukan penimbangan bahan dengan interval waktu 30 menit
Hentikan proses pengeringan setelah kadar air mencapai 3-5%
Buat kurva pengeringan bahan dan bandingkan kecepatan pengeringan masing-masing perlakuan
Amati penampakan organoleptik masing-masing gaplek kering yang dihasilkan dan hitung rendemennya
DATA HASIL PENGAMATAN
Tabel 1 Data Perlakuan Gaplek
No Perlakuan Berat Awal Bahan (g) Berat Loyang (g) Luas alas loyang (cm2)
1 Chips 200 437,8 28 x 18= 504
2 Dadu 200 133,5 24 x 14,5 = 348
3 Iris 200 134 24 x 14,5 = 348



Tabel 2 Data Perlakuan Kelapa Parut
No Alat Berat Awal Bahan (g) Berat Loyang (g) Luas alas loyang (cm2)
1 Oven 250 168,3 23 x 23 = 529
2 Dehidrator 250 166,3 26 x 26 = 676
3 Cabinet drier 250 166,1 23 x 23 =529
Tabel 3 Data Berat Gaplek dan Kelapa
Pengamatan ke Berat Gaplek (g) Berat Kelapa (g)
Chips Dadu Iris Oven Dehidrator Cabinet drier
1 118 150,5 137 194,6 180,6 199
2 94,2 132,5 115 181,2 158,7 190,9
3 87,8 120,3 100,2 166,9 146,7 193,3
4 85,8 114 92,8 148,2 140,7 177,5
5 85,1 107,1 86,9 138,1 130,7 166,5
6 83,7 76,5 83,9 116,5 124,9 126,9
7 83,6 76 71,7 117,7 124,7 126
8 83,8 78,1 73,5 116,2 124,8 126,1
9 83,6 78,1 73,5 116,2 124,6 126,2

Tabel 4 Data Kadar Air Gaplek dan Kelapa
Pengamatan ke Kadar Air Gaplek (%) Kadar Air Kelapa (%)
Chips Dadu Iris Oven Dehidrator Cabinet drier
1 59,00 75,25 68,50 77,84 72,24 79,60
2 47,10 66,25 57,50 72,48 63,48 76,36
3 43,90 60,15 50,10 66,76 58,68 77,32
4 42,90 57,00 46,40 59,28 56,28 71,00
5 42,55 53,55 43,45 55,24 52,28 66,60
6 41,85 38,25 41,95 46,60 49,96 50,76
7 41,80 38,00 35,85 47,08 49,88 50,40
8 41,90 39,05 36,75 46,48 49,92 50,44
9 41,80 39,05 36,75 46,48 49,84 50,48



Tabel 5 Laju Pengeringan Gaplek dan Kelapa
Pengamatan ke Laju Pengeringan Gaplek
(g.luas area-1 / waktu) Laju Pengeringan Kelapa
(g.luas area-1 / waktu)
Chips Dadu Iris Oven Dehidrator Cabinet drier
1 0,008984 0,037578 0,03408 0,038542 0,0362 0,039936
2 0,007172 0,033084 0,028607 0,035888 0,03181 0,03831
3 0,006685 0,030037 0,024925 0,033056 0,029405 0,038792
4 0,006533 0,028464 0,023085 0,029352 0,028202 0,035621
5 0,006479 0,026742 0,021617 0,027352 0,026198 0,033414
6 0,006373 0,019101 0,020871 0,023074 0,025035 0,025467
7 0,006365 0,018976 0,017836 0,023312 0,024995 0,025286
8 0,00638 0,019501 0,018284 0,023014 0,025015 0,025306
9 0,006365 0,019501 0,018284 0,023014 0,024975 0,025326


Gambar 1. Grafik Laju Pengeringan Gaplek


Gambar 2. Grafik Laju Pengeringan Gaplek

PEMBAHASAN
Optimasi proses pengeringan erat kaitannya dengan efisiensi. Hal ini terutama berlaku pada pengeringan dengan menggunakan peralatan tertentu. Pada efisiensi pengeringan yang perlu diperhartikan adalah kebutuhan energi untuk mengeringkan bahan sehingga dapat mengurangi biaya operasional dengan kata lain adalah dengan jumlah kalor serendah mungkin dapat mengeringkan bahan secara optimal. Efisiensi tersebut berguna untuk memperlajari pendugaan atau konstruksi alat pengering dan studi perbandingan antar berbagai alat pengering yang digunakan untuk alternative.
Selama pengeringan terjadi 2 proses perpindahan yakni pindah massa dan pindah panas. Pindah massa adalah perpindahan uap air bahan ke udara akibat adanya perbedaan tekanan uap air. Sedangkan pindah panas diakibatkan oleh adanya aliran udara pengering dari lingkungan ke bahan sehingga suhu bahan lebih rendah dari suhu udara sekeliling.
Umumnya dalam pengeringan bahan pangan diharapkan kecepatan pengeringan maksimum. Hal ini dapat tercapai dengan cara mempercepat proses pindah massa dan pindah panas. Akan tetapi pengeringan yang terlalu cepat dapat merusak bahan. Untuk memperoleh kecepatan pengeringan yang maksimal, ada beberapa factor yang perlu diperhatikan.
Salah satunya adalah dengan memperkecil ukuran bahan. Pengecilan ukuran ini akan beakibat :
Memperluas permukaan bahan sehingga mempermudah kontak dengan udara panas dan mempermudah keluarnya air bebas dari permukaan
Mengurangi jarak yang ditempuh oleh aliran udara panas untuk masuk ke bagian dalam bahan dan mengurangi jarak tempuh air dari bagian dalam ke permukaan dengan demikian penguapan akan berlangsung cepat.
Gaplek
Dalam praktikum optimasi pengeringan bahan pangan dilakukan perlakuan pengecilan ukuran pada gaplek singkong. Gaplek dipotong dengan berbagai bentuk yaitu bentuk chip, dadu dan irisan tipis. Secara logika gaplek dengan bentuk irisan tentu memiliki luas permukaan yang paling besar dibandingkan dengan bentuk lain. Pengamatan yang dilakukan adalah pengukuran laju pengeringan tiap 30 menit. Laju pengeringan dapat dihitung dengan membagi berat basah tiap luas permukaan dengan waktu.
Proses pengeringan dilakukan dengan dehydrator. Dehydrator secara teori merupakan alat pengering dengan tingkat efisiensi tinggi karena udara panas di sekitar bahan dialirkan secara kontinu mengikuti desain dehydrator. Di sisi lain, pengeringan yang dilakukan dengan menggunakan alat pengering biayanya lebih mahal, tetapi mempunyai kelebihan yaitu kondisi sanitasi lebih terkontrol sehingga kontaminasi dari debu, serangga, burung dan tikus dapat dihindari. Selain itu pula dehidrasi dapat memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan (Desrosier 1988)
Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa laju pengeringan gaplek dalam bentuk iris jauh lebih efektif. Hal ini dapat dilihat pada berat akhir setelah pengamatan ke-9 yang lebih ternyata paling rendah. Diikuti dengan gaplek bentuk dadu dan chips.
Akan tetapi, bila dilihat dari nilai laju pengeringan, maka gaplek dengan bentuk dadu memiliki laju pengeringan yang paling besar diikuti oleh gaplek bentuk irisan dan terakhir chips. Hal ini menunjukkan bahwa bentuk irisan tipis dan dadu ternyata memiliki luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan chips.
Dari grafik laju pengeringan gaplek, diketahui bahwa kadar air kritis untuk gaplek bentuk irisan dan dadu secara jelas tercapai pada pengamatan ke-6 atau menit ke 240. Sedangkan untuk chips sekalipun agak kurang jelas tetapi menunjukkan pada pengamatan ke 6 adalah kadar air kritis.
Gaplek dalam bentuk chips memiliki penurunan kadar air yang tidak terlalu signifikan sehingga untuk menentukan kadar air kritis pun menjadi sedikit sulit. Tidak signifikannya penurunan kadar air chips diakibatkan oleh faktor luas permukaan yang lebih kecil dibandingkan dengan dua bentuk lainnya.
Laju pengeringan bergantung pada luas permukaan, perbedaan kelembaban aliran udara dan permukaan bahan, koefisien pindah massa dan kecepatan aliran udara. Sedangkan laju pengeringan akan menurun seiring jumlah air terikat yang semakin berkurang.
Oleh karena kadar air kritis untuk semua perlakuan gaplek diperoleh pada pengamatan ke-6, sehingga diketahui bahwa dehydrator sebagai alat pengering memiliki pengaruh yang cukup besar. Perputaran udara panas mengikuti bentuk dehydrator sehingga semua bahan akan terpapar oleh udara panas tersebut secara merata. Dengan adanya perputaran, maka udara yang telah jenuh oleh uap air dapat terbuang melalui saluran pembuangan di bagian bawah.
Kelapa Parut Kering
Pada praktikum optimasi pengeringan kelapa parut, proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan tiga alat berbeda, yaitu pengeringan dengan oven, cabinet dryer dan dehydrator.
Oven merupakan alat pengering yang biasa digunakan dalam rumah tangga maupun laboratorium. Karakteristik utama oven adalah tidak adanya perputaran aliran udara. Cabinet dryer memiliki karakteristik yang hampir sama dengan oven, perbedaannya adalah sumber udara panas berasal dari bawah sehingga bahan yang disimpan di bagian paling bawah akan lebih cepat kering. Dan dehydrator mampu memutar udara panas sehingga semua bahan akan teraliri panas dengan baik.
Hasil praktikum kelapa parut menunjukkan bahwa pengeringan dengan cabinet dryer menghasilkan berat basah yang lebih besar dibandingkan dengan oven dan dehydrator. Sedangkan oven menghasilkan berat basah yang paling rendah setelah pengamatan ke-9 atau menit ke 270.
Apabila dihitung laju pengeringan diperoleh hasil bahwa pengeringan dengan oven memiliki nilai laju pengeringan paling kecil diikuti dehydrator dan terakhir cabinet dryer. Sehingga oven ternyata mampu mengeringkan bahan lebih baik dibandingkan dehydrator dan cabinet dryer.
Hasil praktikum di atas ternyata tidak sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa dehydrator paling efisien. Hal ini dikarenakan penggunaan dehydrator yang belum sesuai. Selain itu kemungkinan oven yang digunakan memang memiliki efisiensi yang lebih tinggi.
Perhitungan kalor yang digunakan selama pengeringan dapat dihitung dengan persamaan sederhana berikut
Q= Q_1+ Q_2
dengan, Q = jumlah kalor yang digunakan untuk memanaskan dan menguapkan air bahan
Q1 = jumlah kalor yang digunakan untuk memanaskan bahan
Q2 = jumlah kalor yang digunakan untuk menguapkan air bahan

Hanya saja perhitungan seperti itu tidak dilakukan. Terlepas dari hasil praktikum, bila dilihat dari besarnya penurunan berat setiap kali pengamatan diketahui bahwa dehidrator mampu mengeringkan dengan cepat. Bahkan jauh melebihi oven. Hal ini terlihat dari pengamatan pertama. Pengukuran berat kelapa hasil pengeringan dengan oven menunjukkan hasil 194,6; hasil cabinet drier sebesar 199 sedangkan dehidrator sebesar 180,6 gram. Dehidrator mampu menguapkan 19,4 gram air selama 30 menit. Sementara oven menguapkan 5,4 gram air bahkan cabinet drier hanya mampu menguapkan 1 gram air. Apabila hasil praktikum dinilai dari besarnya penurunan berat bahan, maka dehidrator jelas menjadi yang paling baik.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa gaplek bentuk irisan mampu menguapkan air paling banyak dibandingkan bentuk dadu dan chip. Sedangkan peralatan pengering yang mampu menguapkan air paling banyak adalah oven. Akan tetapi dehydrator mampu mengeringkan air lebih cepat dibandingkan oven.

Daftar Pustaka
Buckle, et al. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Purnomo, Hari. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit Gramedia.
http://www.shvoong.com
http://jut3x.multiply.com
http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/12477/2/D09nda.pdf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

.