Selasa, 20 Juli 2010

PENGERINGAN BAHAN PANGAN

PENGERINGAN BERBAGAI PRODUK PANGAN
A. PRINSIP
Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas.
B. TUJUAN
1. Melakukan kombinasi berbagai metode pengawetan dan pengeringan untuk membuat produk pangan kering
2. Melakukan berbagai pengeringan berbagai produk pangan dengan berbagai alat yang sesuai
3. Menilai kualitas produk olahan pangan yang dikeringkan

C. TINJAUAN PUSTAKA
Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada umumnya mengandung kadar air. Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan tidak dihilangkan, maka akan dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan. Contohnya, akan terjadi pembusukan dan penurunan kualitas akibat masih adanya kadar air yang terkandung dalam bahan tersebut. Pembusukan terjadi akibat dari penyerapan enzim yang terdapat dalam bahan pangan oleh jasad renik yang tumbuh dan berkembang biak dengan bantuan media kadar air dalam bahan pangan tersebut.
Mikroorganisme membutuhkan air untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Jika kadar air pangan dikurangi, pertumbuhan mikroorganisme akan diperlambat.
Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan adanya suatu proses penghilangan atau pengurangan kadar air yang terdapat dalam bahan pangan sehingga terhindar dari pembusukan ataupun penurunan kualitas bahan pangan. Salah satu cara sederhananya adalah dengan melalui proses pengeringan. Pengeringan merupakan tahap awal dari adanya pengawetan.
Pengeringan akan menurunkan tingkat aktivitas air (Water Activity) atau Aw yaitu jumlah air yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya), berat dan volume pangan.
Prinsip utama dari pengeringan adalah penurunan kadar air untuk mencegah aktivitas mikroorganisme. Pada banyak produk, seperti sayuran, terlebih dahulu dilakukan proses pengecilan ukuran (misalnya diiris) sebelum dikeringkan. Pengecilan ukuran akan meningkatkan luas permukaan bahan sehingga akan mempercepat proses pengeluaran air. Sebelum dikeringkan, bahan pangan sebaiknya diblansir untuk menginaktifkan enzim yang dapat menyebabkan perubahan warna pangan menjadi coklat.
Pengeringan dengan cara penjemuran dibawah sinar matahari merupakan suatu metode pengeringan tertua. Proses penguapan air berjalan lambat, sehingga pengeringan dengan cara penjemuran hanya dilakukan didaerah yang iklimnya panas dan kering. Bahan yang dijemur mudah terkontaminasi melalui polusi dan binatang seperti tikus dan lalat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu:
1. Faktor yang berhubungan dengan udara pengering.
Yang termasuk dalam golongan ini adalah suhu, kecepatan volumetrik aliran udara pengering, dan kelembaban udara.

2. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan.
Yang termasuk dalam golongan ini adalah ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan.
Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air menuju udara karena adanya perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Tujuan pengeringan antara lain agar produk dapat disimpan lebih lama, mempertahankan daya fisiologi biji-bijian/benih, mendapatkan kualitas yang lebih baik. (Gunarif Taib, 1988)
Proses pengeringan tebagi dalam tiga kategori, yaitu:
1. Pengeringan udara dan pengeringan yang berhubungan langsung di bawah tekanan atmosfir. Dalam hal ini panas dipindahkan menembus bahan pangan, baik dari udara maupun permukaan yang dipanaskan. Uap air dipindahkan dengan udara.
2. Pengeringan hampa udara. Keuntungan dalam pengeringan hampa udara didasarkan pada kenyataan bahwa penguapan air terjadi lebih cepat pada tekanan rendah daripada tekanan tinggi. Panas yang dipindahkan dalam pengeringan hampa udara pada umumnya secara konduksi, kadang-kadang secara pemancaran.
3. Pengeringan beku. Pada pengeringan beku, uap air disublimasikan keluar dari bahan pangan beku. Struktur bahan pangan dipertahankan dengan baik pada kondisi ini. Suhu dan tekanan yang sesuai harus dipersiapkan dalam alat pengering untuk menjamin terjadinya proses sublimasi. (Earle, 1969)
Metode Pengeringan:
1. Pengeringan alami.
Pengeringan alami terdiri dari:.
a. Sun Drying
Pengeringan dengan menggunakan sinar matahari sebaiknya dilakukan di tempat yang udaranya kering dan suhunya lebih dari 100o Fahrenheit. Pengeringan dengan metode ini memerlukan waktu 3-4 hari. Untuk kualitas yang lebih baik, setelah pengeringan, panaskan bahan di oven dengan suhu 175 o Fahrenheit selama 10-15 menit untuk menghilangkan telur serangga dan kotoran lainnya
b. Air Drying
Pengeringan dengan udara berbeda dengan pengeringan dengan menggunakan sinar matahari. Pengeringan ini dilakukan dengan cara menggantung bahan di tempat udara kering berhembus. Misalnya di beranda atau di daun jendela. Bahan yang biasa dikeringkan dengan metode ini adalah kacang-kacangan.
Kelebihan Pengeringan Alami adalah tidak memerlukan keahlian dan peralatan khusus, serta biayanya lebih murah. Kelemahan Pengeringan Alami adalah membutuhkan lahan yang luas, sangat tergantung pada cuaca, dan sanitasi hygiene sulit dikendalikan.

2. Pengeringan Buatan
Pengeringan buatan terdiri dari:
a. Menggunakan alat Dehidrator
Pengeringan makanan memerlukan waktu yang lama. Dengan menggunakan alat dehydrator, makanan akan kering dalam jangka waktu 6-10 jam. Waktu pengeringan tergantung dengan jenis bahan yang kita gunakan.
b. Menggunakan oven
Dengan mengatur panas, kelembaban, dan kadar air, oven dapat digunakan sebagai dehydrator. Waktu yang diperlukan adalah sekitar 5-12 jam. Lebih lama dari dehydrator biasa. Agar bahan menjadi kering, temperature oven harus di atas 140o derajat Fahrenheit.
Kelebihan Pengeringan Buatan adalah suhu dan kecepatan proses pengeringan dapat diatur seuai keinginan, tidak terpengaruh cuaca, sanitisi dan higiene dapat dikendalikan. Kelemahan Pengeringan Buatan adalah memerlukan keterampilan dan peralatan khusus, serta biaya lebih tinggi dibanding pengeringan alami.

D. ALAT DAN BAHAN
Alat Bahan
• Oven listrik
• Tray Dryer
• Cold Storage
• Peralatan dapur • Ikan kurisi segar
• Buah Pisang raja
• Garam
• Larutan sulfit

E. PROSEDUR
a. Pengeringan Pisang (Sale Pisang)
1. Pisang dikupas dan bagian luar daging pisang bersihkan dengan cara dikerok menggunakan sendok
2. Kemudian pisang dipotong memanjang menjadi 2 bagian
3. Pisang dibagi menjadi 4 bagian, kemudian masing-masing bagian ditimbang, catat masing-masing hasil penimbangan sebagai berat awal bahan
4. Daging buah pisang yang telah dipotong memanjang kemudian disusun dalam tray dryer
5. Bahan dikeringkan dengan menggunakan 4 metode yang berbeda, yaitu :
a. Pengeringan dengan sinar matahari langsung
b. Kombinasi pengeringan sinar matahari langsung dengan Cabinet Dryer
c. Pengeringan dengan Cabinet Dryer
d. Pengeringan dengan Dehydrator
6. Pengamatan organoleptik dan perhitungan kadar air dilakukan selama proses pengeringan.

b. Pengeringan Ikan (Ikan Asin)
1. Ikan dibersihkan, insang dan isi perut dibuang. Ikan kemudian ditrimming : yaitu ikan dibelah memanjang pada bagian punggung, dari kepala sampai ekor.
2. Ikan ditimbang dan hasil penimbangan dicatat sebagai berat awal bahan
3. Ikan kemudian disusun dalam wadah, dan ditaburi garam sebanyak 30% dari berat total ikan, kemudian dimasukan kedalam cold storage dan disimpan selama 3 hari
4. Ikan dibersihkan, lalu dikeringkan dengan sinar matahari
5. Pengamatan organoleptik dan perhitungan kadar air dilakukan selama proses pengeringan.

F. DATA HASIL PENGAMATAN

a. Pengeringan Pisang Tanpa Natrium Bisulfit
Perlakuan Berat Awal (g) Berat Kering (g) Kadar Air (%)
Pengeringan dengan sinar matahari langsung 690 223 32,32
Kombinasi pengeringan matahari langsung dengan cabinet drier 690 196 28,40
Pengeringan dengan cabinet drier 690 156 22,60
Pengeringan dengan dehydrator 610 128 20,98

Hasil Organoleptik
1. Pengeringan dengan sinar matahari langsung
Tekstur semi basah dengan bagian luar sedikit mengkilat akibat proses karamelisasi, pada beberapa bagian tertentu di bagian luar mengering, kenyal, rasa sangat manis, aroma khas pisang dan sedikit tercium aroma gula, warna kehitaman dan sedikit mengerak
2. Pengeringan kombinasi sinar matahari dengan Cabinet Dryer
Tekstur kering, sedikit kenyal, sedikit basah dibagian dalam, rasa manis, aroma khas pisang tidak terlalu tajam dan tercium aroma gula, warna kecoklatan sedikit mengkilat.
3. Pengeringan dengan Cabinet Dryer
Tekstur semi basah, tidak terlalu basah dibagian dalam, sangat kenyal, rasa manis, aroma khas pisang tidak terlalu menyengat, dan tidak tercium aroma gula, warna kecoklatan agak mengkilat
4. Pengeringan dengan Dehydrator
Tekstur semi basah, warna kecoklatan mengkilat dan merata, rasa sangat manis, aroma khas pisang menyengat, dan tercium aroma gula
b. Pengeringan Pisang Dengan Natrium Bisulfit
Perlakuan Berat Awal (g) Berat Kering (g) Kadar Air (%)
Pengeringan dengan sinar matahari langsung 870 525 39,66
Kombinasi pengeringan matahari langsung dengan cabinet drier 1000 420 58
Pengeringan dengan cabinet drier 1000 - Missing data
Pengeringan dengan dehydrator 506,5 651,9 60,7

Hasil organoleptik
1. Pengeringan dengan sinar matahari langsung
Tekstur lembek,semi basah, manis sedang, kurang kenyal, aroma khas pisang raja sedikit beraroma gula
2. Pengeringan kombinasi matahari langsung dengan Cabinet Dryer
Tekstur lembek, bau khas hampir hilang, tidak beraroma gula, manis sednag, kurang kenyal
3. Pengeringan dengan Cabinet Dryer -
4. Pengeringan dengan Dehydrator
Semi basah, kenyal tidak alot, manis sedang,wangi khas pisang raja, bagian bawah agak kehitaman

c. Pengeringan Ikan (Ikan Asin)
Jenis Ikan Berat basah ikan (g) Berat setelah direndam (g) Berat setelah pengeringan (g) Kadar air (%)
Ikan Kurisi 2.810 2.845 1.080 38,43
Hasil organoleptik
Ikan bertekstur keras tapi tidak patah, warna kekuningan, dengan bau garam khas

G. PEMBAHASAN
1. Pengeringan Pisang
Praktikum pengeringan pisang ini dilakukan dengan 2 perlakuan berbeda, yang pertama buah pisang tidak direndam dengan natrium bisulfit dan yang kedua direndam dengan larutan natrium bisulfit. 2 perlakuan berbeda ini dilakukan oleh 2 kelompok berbeda dan jenis buah pisang yang dipergunakan untuk praktikum pengeringan bahan pangan ini adalah pisang raja.
Produk yang dihasilkan dari pengeringan buah pisang adalah sale pisang, berdasarkan SNI 01-4319-1996 menyatakan bahwa sale pisang adalah makanan semi basah dibuat dari buah pisang segar dengan cara pengeringan dan atau peng-asapan dengan atau tanpa penambahan pengawet.

Gambar 1. Sale Pisang
Proses pengeringan pisang dilakukan dengan menggunakan 4 malat berbeda, yaitu pengeringan dengan menggunakan sinar matahari langsung, pengeringan kombinasi sinar matahari dengan cabinet dryer, pengeringan dengan cabinet dryer, dan terakhir pengeringan dengan menggunakan dehydrator.
a. Pengeringan dengan menggunakan sinar matahari
Pada pisang yang dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari langsung, prosesnya berjalan hampir 1 minggu, potongan buah pisang disusun diatas tray dan dijemur dibawah terik matahari.
Berdasarkan hasil penimbangan dan perhitungan, sale pisang tanpa bisulfit memiliki kandungan air sebesar 32,32%. Sedangkan untuk sale pisang dengan bisulfit memiliki kandungan air sebesar 39,66%. Bedasarkan hasil penimbangan dan perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa proses pengeringan tidak merata dan menghasilkan sale pisang dengan kandungan air yang berbeda cukup jauh. Padahal baik sale pisang tanpa bisulfit maupun dengan bisulfit, dijemur pada tempat yang sama dengan waktu penjemuran yang hampir berbarengan. Cara pengeringan ini bahan pertanian yang dikeringkan berada pada kondisi dimana suhu dan aliran udara yang bervariasi sehingga hasil pengeringan menjadi tidak seragam.
Pengeringan dengan sinar matahari ini mempunyai laju yang lambat dan memerlukan perhatian lebih. Bahan harus dilindungi dari serangan serangga dan ditutupi pada malam hari. Selain itu pengeringan matahari sangat rentan terhadap resiko kontaminasi lingkungan, sehingga pengeringan sebaiknya jauh dari jalan raya atau udara yang kotor (Toftgruben, 1977)
Produk yang dihasilkan pun tidak terlalu memuaskan. Hal ini dapat diketahui dari sifat organoleptik sale pisang yang dihasilkan dari kedua perlakuan tersebut. Pada sale pisang tanpa bisulfit, sale pisang yang dihasilkan memiliki tekstur yang semi basah dengan bagian luar sedikit mengkilat akibat proses karamelisasi, , kenyal, rasa sangat manis, aroma khas pisang dan sedikit tercium aroma gula, warna kehitaman dan sedikit mengerak. Selain itu terjadi pula Case hardening, yang merupakan suatu keadaan dimana bagian luar (permukaan) bahan sudah kering sedangkan bagian di dalamnya masih basah yang disebabkan karena suhu pengeringan terlalu tinggi. Case hardening juga dapat disebabkan karena adanya perubahan kimia tertentu misalnya penggumpalan protein pada permukaan bahan karena adanya panas atau terbentuknya dekstrin dari pati yang jika dikeringkan akan menjadi bahan yang massif (keras) pada permukaan bahan. Warna kehitaman dan mengerak di beberapa bagian merupakan hal yang tidak diinginkan dan tidak disukai oleh konsumen. Dengan kata lain hal ini merupakan penurunan mutu.
Hal yang hampir sama terjadi pada sale pisang yang direndam terlebih dahulu dengan bisulfit, yaitu tekstur lembek, semi basah, manis sedang, kurang kenyal, aroma khas pisang raja sedikit beraroma gula.
Jika dibandingkan dengan SNI 01-4319-1996 tentang sale pisang, maka kadar air pada sale pisang dari kedua perlakuan dan dikeringkan dengan cara menggunakan sinar matahari langsung maka hasilnya keduanya memenuhi kritesia, karena berdasarkan SNI 01-4319-1996, kadar air dalam sale pisang yang diperbolehkan adalah maksimal 40%, dan kadar air pada sale pisang yang tanpa perendaman adalah 32,32% sedangkan kadar air pada sale pisang dengan perendaman bisulfit adalah 39,66%.
b. Kombinasi Pengeringan Sinar Matahari Langsung dengan Cabinet Dyer
Seperti halnya pada pengeringan dengan menggunakan sinar matahari langsung, bahan yang dikeringkan juga diberi perlakuan yang sama, yaitu yang pertama tanpa direndam dengan bisulfit dan yang kedua direndam terlebih dahulu dengan bisulfit.
Proses pengeringan dilakukan bertahap, tahap yang pertama potongan pisang yang disusun diatas tray dryer dikeringkan menggunakan sinar matahari langsung sampai kira-kira sale layu dan bagian luar sedikit terkaramelisasi. Pada tahap kedua, potongan sale pisang yang setengah jadi tersebut kemudian dikeringkan dengan menggunakan Cabinet Dryer dengan suhu ± 60oC sampai kadar air mencapai ± 30%.
Dari hasil perhitungan, diketahui bahwa kadar air dalam sale pisang tanpa perendaman bisulfit adalah 28,40%. Sedangkan kadar air untuk sale pisang yang direndam dengan bisulfit adalah 58%. Dari hasil tersebut, maka sale yang direndam dengan bisulfit tidak memenuhi persyaratan SNI 01-4319-1996 yang mengharuskan kadar air sale pisang maksimal 40%.
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa sifat organoleptik dari sale pisang tanpa perendaman dengan bisulfit adalah Tekstur kering, sedikit kenyal, sedikit basah dibagian dalam, rasa manis, aroma khas pisang tidak terlalu tajam dan tercium aroma gula, warna kecoklatan sedikit mengkilat.
dan sifat organoleptik untuk sale pisang dengan perendaman bisulfit adalah Tekstur lembek, bau khas hampir hilang, tidak beraroma gula, manis sedang, kurang kenyal. Hasil ini sedikit mendekati kualitas yang diinginkan oleh konsumen, hanya saja dengan pengeringan kombinasi ini aroma khas dari pisang tidak terlalu tajam, selain itu tekstur sale yang tidak terlalu kenyal mengakibatkan sale pisang dari pengeringan kombinasi ini tidak terlalu disukai panelis.
c. Pengeringan dengan Cabinet Dryer
Pengeringan dengan Cabinet Dryer menggunakan suhu 60oC selama ± 12 jam. Jenis pengeringan ini tidak disarankan untuk pengeringan pangan karena energi yang digunakan kurang efisien daripada alat pengering (Dehydrator). Selain itu sulit mengontrol suhu rendah pada cabinet dryer dan pangan yang dikeringkan lebih rentan hangus (Hughes dan Willenberg, 1994)
Dari hasil perhitungan, kadar air dalam sale pisang tanpa perendaman bisulfit adalah 22,60%, hal ini membuktikan bahwa sale pisang tanpa perendaman bisulfit memenuhi standar SNI 01-4319-1996 untuk kadar air maksimal dalam bahan. Sedangkan kadar air untuk sale pisang yang direndam dengan bisulfit tidak diketahui karena terjadi missing data yang menyebabkan kadar air dan sifat organoletik pada bahan tidak dapat diketahui.
Dari hasil pengamatan organoleptik bahan, sale pisang tanpa perendaman bisulfit memiliki Tekstur semi basah, tidak terlalu basah dibagian dalam, sangat kenyal, rasa manis, aroma khas pisang tidak terlalu menyengat, dan tidak tercium aroma gula, warna kecoklatan agak mengkilat. Hasil ini disukai oleh panelis, karena mendekati kualitas yang diinginkan. Hanya saja seperti halnya pada pengeringan kombinasi, proses pengeringan dengan cabinet dryer ini aroma khas dari pisang tidak terlalu tajam.

d. Pengeringan dengan Dehydrator
Pengeringan dengan Dehydrator menggunakan 60oC selama ± 8 jam. Pada pengeringan dengan menggunakan Dehydrator ini, kadar air dalam sale pisang tanpa perendaman bisulfit adalah 20,98% sedangkan kadar air untuk sale pisang yang direndam dengan bisulfit adalah 60,7%. Dari hasil perhitungan kadar air dalam bahan, diketahui bahwa sale pisang tanpa perendaman bisulfit memiliki kadar air yang lebih rendah dan memenuhi standar mutu SNI 01-4319-1996.
Dari hasil pengamatan organoleptik bahan, sale pisang tanpa perendaman bisulfit memiliki Tekstur semi basah, warna kecoklatan mengkilat dan merata, rasa sangat manis, aroma khas pisang menyengat, dan tercium aroma gula. Sedangkan pengamatan organoleptik untuk sale pisang dengan perendaman bisulfit adalah Semi basah, kenyal tidak alot, manis sedang,wangi khas pisang raja, bagian bawah agak kehitaman. Hasil pengeringan pisang dengan menggunakan Dehydrator ini sangat disukai oleh panelis, karena sangat mendekati kualitas yang diinginkan. Yaitu aroma khas pisang yang tidak hilang, kering yang merata pada bagian luar, dan warna kecoklatan akibat Browning atau “heat damage” yang disukai konsumen.
2. Pengeringan Ikan
Ikan asin adalah bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang diawetkan dengan menambahkan banyak garam. Dengan metode pengawetan ini daging ikan yang biasanya membusuk dalam waktu singkat dapat disimpan di suhu kamar untuk jangka waktu berbulan-bulan, walaupun biasanya harus ditutup rapat. Menurut SNI 01-2721-1992, definisi ikan asin kering adalah suatu produk olahan ikan dengan cara penggaraman dan pengeringan dalam bentuk utuh atau disiangi atau berupa potongan.

Gambar 2. Ikan yang dikeringkan
Ikan yang dipergunakan saat praktikum adalah ikan jenis kurisi yang sebelumnya dibelah terlebih dahulu, hal ini dilakukan agar garam mudah meresap ke dalam daging. Karena perbedaan kepekatan dan tekanan osmosis, kristal-kristal garam akan menarik cairan sel dalam daging ikan keluar dari tubuhnya. Sementara itu partikel garam meresap masuk ke dalam daging ikan. Proses ini berlangsung hingga tercapai keseimbangan konsentrasi garam di luar dan di dalam daging. Konsentrasi garam yang tinggi dan menyusutnya cairan sel akan menghentikan proses autolisis dan menghambat pertumbuhan bakteri dalam daging ikan.
Setelah penambahan garam, ikan lalu dimasukan kedalam cold storage dengan suhu -40oC selama 3 hari. Kecepatan penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dipengaruhi oleh beberapa hal. Di antaranya:
• Konsentrasi garam, semakin tinggi konsentrasi garam yang digunakan, semakin cepat proses masuknya garam ke dalam daging ikan. Akan lebih baik apabila digunakan garam kristal untuk mengasinkan.
• Jenis garam, garam dapur murni (NaCl 95%) lebih mudah diserap dan menghasilkan ikan asin dengan kualitas yang lebih baik. Garam rakyat mengandung unsur-unsur lain (Mg, Ca, senyawa sulfat), kotoran, bakteri dan lain-lain yang dapat menghambat penetrasi garam dan merusak rasa ikan.
• Ketebalan daging ikan, semakin tebal daging ikan, proses pengasinan akan membutuhkan waktu yang semakin lama dan garam yang lebih banyak. Sehingga ikan-ikan besar biasanya dibelah-belah, dikeping atau diiris tipis sebelum diasinkan.
• Kadar lemak dalam daging, kadar lemak yang tinggi (di atas 2%) akan memperlambat penetrasi garam ke dalam daging ikan.
• Kesegaran daging ikan, ikan yang kurang segar memiliki daging yang lebih lunak dan cairan tubuh yang mudah keluar, sehingga proses pengasinan bisa lebih cepat. Namun juga garam yang masuk dapat terlalu banyak sehingga ikan menjadi terlalu asin dan kaku.
• Suhu daging ikan, semakin tinggi suhu daging ikan, semakin cepat garam masuk ke dalam tubuh ikan.
Setelah 3 hari didalam cold storage kemudian ikan di thawing dan dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari. Perlakuan spesifik dilakukan pada bahan sebelum dikeringkan, yaitu ikan direndam air dan garam yang terdapat dalam wadah menjadi larut, air rendaman tersebut dibuang kemudian ditambahkan kembali air bersih dan ikan di thawing dengan cara dimasukan kedalam pendingin sampai tekstur daging ikan tidak beku.
Perlakuan spesifik ini memberikan hasil yang cukup signifikan pada sifat organoleptik bahan. Setelah dilakukan penggorengan pada produk hasil pengeringan ikan tersebut, rasa dari produk menjadi tidak terlalu asin, dan hal ini lebih disukai panelis dibandingkan dengan ikan yang memiliki rasa yang sangat asin.
Kadar air dalam produk ikan asin ini adalah sebesar 38,43%. Berdasarkan persyaratan SNI 01-2721-1992 tentang ikan asin kering, kadar air maksimal dalam bahan adalah 40%. Karena kadar air ikan asin kurisi memiliki kadar air yang lebih rendah dari persyaratan SNI, maka ikan asin kurisi memenuhi persyaratan tersebut.
H. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa sale pisang dengan perlakuan perendaman natrium bisulfit menghasilkan sale pisang yang tidak jauh berbeda dengan sale pisang tanpa perendaman.
Perlakuan pengeringan dengan menggunakan Dehydrator menghasilkan sale pisang yang lebih disukai oleh panelis, karena semua parameter organoleptik-nya memenuhi keinginan panelis, yaitu warna yang kecoklatan mengkilat, rasa manis, dan aroma khas pisang yang tajam.
Kadar air ikan asin dengan penambahan 30% garam adalah 38,43%. Peerlakuan spesifik dengan melarutkan garam dalam wadah dan membuangnya menghasilkan ikan asin dengan rasa yang tidak terlalu asin dan disukai oleh panelis.
I. DAFTAR PUSTAKA
• Anonim. 2004. Teknik Penggaraman dan Pengeringan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
• Buckle, et al. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
• Noor, Z. 1997. Perilaku Selulase Buah Pisang dalam Penyimpanan Udara Termodifikasi. Makalah pada Seminar Nasional Teknologi 2007, Yogyakarta,.
• Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
• Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit Gramedia.
• http://www.shvoong.com
• http://jut3x.multiply.com
• http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/12477/2/D09nda.pdf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

.