IDENTIFIKASI NILAI Rf PADA ANALISA WARNA
DENGAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KROMATOGRAFI KERTAS
A. ACARA
Identifikasi nilai Rf pada analisa warna dengan kromatografi lapis tipis dan kromatografi kertas.
B. PRINSIP
a. kromatografi lapis tipis : memisahkan komponen-komponen atas perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fasa diam yang berupa lapisan tipis dari silica gel dibawah gerakan fasa gerak yaitu n-hexan.
b. kromatografi kertas : memisahkan komponen-komponen atas perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fasa diam yang berupa kertas dibawah gerakan fasa gerak yaitu n-hexan.
C. TUJUAN
Mengetahui nilai Rf dari masing-masing warna baik pada metode kromatografi kertas maupun kromatografi lapis tipis.
D. DASAR TEORI
Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk bermacam-macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel diantara suatu fasa gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan fasa diam yang juga bisa berupa cairan ataupun suatu padatan. Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu.
Kromatografi berkembang menjadi teknik pemisahan untuk zat kimiawi dengan sifat yang sangat mirip, dan dapat digunakan untuk identifikasi kualitatif dan penetapan kuantitatif untuk zat-zat yang sudah dipisahkan. Keuntungan-keuntungan dari Kromatografi diantaranya :
1. Kromatografi merupakan metoda pemisahan yang cepat, mudah dan menggunakan peralatan yang murah serta sederhana, kecuali untuk kromatografi gas, hingga campuran yang kompleks dapat dipisahkan dengan mudah.
2. Kromatografi hanya membutuhkan campuran cuplikan.yang sangat sedikit sekali, bahkan tidak menggunakan jumlah yang besar, disamping itu kromatografi pekerjaannya dapat diulang.
a. Kromatografi Kertas
Kromatografi kertas termasuk dalam kelompok kromatografi planar, dimana pemisahannya menggunakan medium pemisah dalam bentuk bidang (umumnya bidang datar) yaitu benuk kertas. Seluruh bentuk kromatografi memiliki fase diam (berupa padatan atau cairan yang didukung pada padatan) dan fase gerak (cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen dari campuran bersama-sama. Komponen-komponen yang berbeda akan bergerak pada laju yang berbeda pula.
Dalam kromatografi kertas, fase diam adalah kertas serap yang sangat seragam. Fase gerak adalah pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.
Berbagai jenis pemisahan yang sederhana dengan Kromatografi kertas telah dilakukan dimana proses dikenal sebagai "analisa Kapiler". Metoda-metoda ini sangat sesuai dengan kromatografi serapan, dan sekarang kromatografi kertas dipandang sebagai perkembangan dari sistem partisi. Salah satu zat padat dapat digunakan untuk menyokong fasa tetap yaitu bubuk selulosa.
Pada kromatografi Kertas peralatan yang dipakai tidak perlu alat-alat yang teliti atau mahal. Hasil-hasil yang baik dapat diperoleh dengan peralatan dan materi-materi yang sangat sederhana. Senyawa-senyawa yang terpisahkan dapat dideteksi pada kertas dan dapat segera diidentifikasikan. Bahkan jika dikehendaki, komponen-komponen yang terpisahkan dapat diambil dari kertas dengan jalan memotong-motongnya, kemudian dilarutkan secara terpisah.
b. Kromatografi Lapis Tipis (thin Layer Chromatography)
Teknik TLC/KLT fasa diam (terutama silika, alumina, dan selulosa) dilapiskan di permukaan sbuah plat pendukung (umumnya dibuat dari bahan kaca atau lembaran logam Al). Bila noda telah kering plat diletakkan secara vertikal dalam bejana yang sesuai dengan tepi yang di bawah dicelupkan dalam fasa bergerak yang terpilih, maka pemisahan kromatografi penaikan akan diperoleh. Pada akhir perkembangan, pelarut dibiarkan menguap dari plat dan noda-noda yang terpisah dilokalisir dan diidentifikasi dengan cara-cara fisika dan kimia seperti yang digunakan dalam kromatografi kertas.
Bila dibandingkan dengan kromatografi kertas, metoda Iapisan tipis mempunyai keuntungan, yaitu membutuhkan waktu yang lebih cepat dan diperoleh pemisahan yang lebih baik. Waktu rata-rata untuk kromatografi lapisan tipis dengan panjang 10 cm pada silika gel adalah sekitar 20 - 30 menit (tergantung dari sifat fasa bergerak), sedangkan pemisahan yang sama dengan memerlukan waktu dua jam. Untuk pemisahan-pemisahan secara kualitatif pada plat yang kecil memerlukan waktu sekitar 5 menit.
Hasil pemisahan yang baik ternyata bahwa penyerap dalam kromatografi lapisan tipis mempunyai kapasitas yang lebih besar bila dibandingkan dengan kertas. Keuntungan dari sistem serapan ialah dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofobi, seperti lipida-lipida dan hidrokarbon, di mana hal ini sukar dikerjakan dengan kertas. Sekarang pemisahan dengan lapisan tipis banyak digunakan dalam kimia organik dan beberapa dalam kimia anorganik. Lokasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis dikerjakan seperti pada kertas, tetapi pereaksi-pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat dapat digunakan pada lapisan tipis, dengan catatan bahwa materi lapisan tipis adalah senyawa yang tak bereaksi seperti silika gel atau alumina.
E. ALAT DAN BAHAN
Alat :
1. Kromatografi Kertas
• kertas saring (fasa diam)
• bejana
• penggaris
• beaker glass
• penangas air
• spatula
• corong
• batang pengaduk
• mortar
2. Kromatografi Lapis Tipis
• kaca preparat kecil
• kaca preparat besar (20x20 cm)
• beaker glass
• neraca
• spatula
• kaca arloji
• gelas ukur
• pipet tetes
• penyuntik sampel
• penangas air
• corong
• batang pengaduk
• mortar
Bahan :
1. Kromatografi Kertas
• n-Hexane (fasa gerak)
• Kloroform
• daun menir
2. Kromatografi Lapis Tipis
• n-Hexane (fasa gerak)
• Kloroform
• silica gel (bahan penyerap)
• bunga bouganvile
F. PROSEDUR
a. Pembuatan lapisan tipis kecil
1. 2 gelas mikroskop yang dilekatkan satu sama lain dicelupkan dalam bubur silica gel (bubur silica gel dibuat dengan mencampurkannya dengan kloroform yang diaduk sampai homogen).
2. Setelah dicelupkan diangkat kembali, biarkan hingga kering di udara. Setelah kering bagian sisi yang terletak di sebelah dalam dari masing-masing gelas dibersihkan dengan kertas kering.
b. Pembuatan lapisan tipis besar
1. Timbang silika gel sebanyak 12 gram, tambah air sebanyak 27 ml diaduk sampai homogen, air yang digunakan adalah aquadest.
2. Tuangkan pada gelas mikroskop besar, 20x20 cm dan usahakan mendapatkan tebal permukaan yang serata mungkin dengan mengetep-ngetepnya diatas gabus.
3. Plat gelas yang telah dilapisi silika gel dikeringkan untuk diaktifkan dengan jalan memanaskan dalam oven dengan suhu 100°C selam 30 menit, makin lama makin baik.
c. Pembuatan cuplikan
Dipakai zat dari tumbuhan, misalnya kunir, daun atau bunga-bungaan, dapat juga zat organik yang tak berwarna.
1. Kunir, daun atau bunga dipotong-potong dan dilumatkan sampai halus dengan lumping porselen dan diekstrak dengan pelarut organik, contoh : kloroform atau pelarut lain.
2. Ekstrak disaring ambil bagian yang terlarut dalam kloroform kemudian diuapkan sehingga diperoleh larutan yang pekat.
d. Pembuatan kromatogram
1. Diatas lapisan tipis, teteskan zat yang akan dikromatografikan dengan pipa kapiler pada jarak kira-kira 1 cm dari bagian bawah kaca. Untuk plat yang kecil noda berupa titik, sedangkan untuk plat besar 20x20 cm berupa deretan titik-titik sehingga membentuk garis, biarkan beberapa saat hingga kering.
2. Lapisan tipis yang mengandung cuplikan dimasukkan dalam satu bejana yang berisi fasa gerak, untuk lapisan tipis yang kecil dapat ditempatkan dalam gelas piala bagian yang mengandung cuplikan dicelupkan dalam fasa gerak, noda jangan sampai tercelup dalam fasa gerak.
3. Setelah fasa gerak naik sampai hampir ujung atas lapisan, lapisan tipis diambil dari bejana atau gelas piala. Untuk plat kecil batas fasa bergerak dan noda-noda diberi tanda biarakan kering di udara.
4. Untuk mengetahui lokasi noda (bila tidak terlihat) maka setelah lapisan tipis kecil kering dimasukkan dalam gelas piala yang di dalamnya diberi Kristal iod.
5. Tentukan harga Rf untuk lapisan tipis kecil.
6. Penanganan plat besar selanjutnya bila dikehendaki untuk mendapatkan hasil pemisahan maka pita-pita yang merupakan komponen-komponen senyawa masing-masing dikeruk dan dikumpulkan secara terpisah, tiap-tiap bagian dicuci dengan kloroform yang kemudian perlu di uji lebih lanjut dengan menggunakan lapisan tipis untuk mengetahui apakah masing-masing bagian marupakan komponen tunggal atau masih merupakan campuran.
G. DATA HASIL PENGAMATAN
1. Kromatografi Kertas
Jarak yang ditempuh pelarut (cm) Jarak yang ditempuh senyawa (cm)
Hijau (Klorofil) Kuning Orange
15 7,5 11,5 15,1
Nilai Rf = Jarak yang ditempuh senyawa : jarak yang ditempuh pelarut
• hijau (klorofil)
Rf = 7,5 : 15
= 0,5 cm
• Kuning
Rf = 11,5 : 15
= 0,76 cm
• Orange
Rf = 15,1 : 15
= 1,0067 cm
2. Kromatografi Lapis Tipis
Jarak yang ditempuh pelarut (cm) Jarak yang ditempuh senyawa (cm)
6,5 2,4
Nilai Rf = jarak yang ditempuh senyawa : jarak yang ditempuh pelarut
= 2,4 : 6,5
= 0,3692 cm
H. PEMBAHASAN
a. Kromatografi Lapis Tipis (Thin Layer Chromatography)
Sampel yang dipergunakan dalam analisa KLT adalah bunga bouganvile, bunganya berwarna merah muda. bunga ini diekstrak dengan menggunakan kloroform terlebih dahulu sebelum dipergunakan untuk analisa.
Penanganan sampel yang pertama adalah memisahkan bunga yang akan dieksrak dengan daun dan ranting dari tanaman asalnya, saat praktikum jumlah dari bunga yang akan diekstrak adalah secukupnya (sekitar segenggam tangan), setelah dibersihkan bunga dipotong-potong dan kemudian dihaluskan secara manual dengan menggunakan mortar. Setelah cukup halus, kemudian tambahkan kloroform untuk mengekstrak zat-zat warna yang larut dengan pelarut organik yang terkandung dalam sample.
Jumlah kloroform yang ditambahkan secukupnya atau sampai sampel terbenam dengan pelarut, hal ini dimamaksudkan agar zat-zat warna yang terkandung dalam sampel dapat terekstrak dengan maksimal. hasil ekstraksi dari bunga bouganvile ini berwarna hijau muda transparan.
hasil ekstraksi kemudian dipanaskan untuk menguapkan pelarut organiknya, karena plearut organic menguap pada suhu dibawah 100oC sehingga proses pemanasan dilakukan diatas penangas air untuk memghindari kemungkinan terjadinya pemansan yang terlalu tinggi hingga hasil ekstraksi yang dipanaskan menjadi kering.
Dalam KLT, fasa diam yang dipergunakan adalah terutama silica gel, alumina dan selulosa. Menurut teori jika fasa diam yang dipergunakan adalah silica gel, maka pelarut yang dipergunakan adalah aquadest, akan tetapi saat praktikum, pelarut yang dipergunakan untuk melarutkan silica gel adalah pelarut organic yaitu kloroform. dibandingkan dengan aquadest kloroform merupakan pelarut yang mudah menguap sehingga plat yang sudah dilapisi dengan bubur silica gel, tidak perlu mengalami proses “pengaktifan” cukup dibiarkan di udara terbuka sampai kering.
Plat gelas yang dipergunakan pada saat praktikum berukuran kecil (gelas preparat/ mikroskop slide), sebelum dipergunakan plat tersebut terlebih dahulu dibersihkan dengan menggunakan tisu yang dibasahi dengan alcohol 70%. Setelah dibersihkan plat tersebut kemudian dikeringkan.
Proses pelapisan plat dengan bubur silica gel dilakukan diatas plat gelas kaca berukuran besar (20 x 20 cm) Karena permukaannnya rata. plat kecil yang dilapisi dengan bubur silica gel diletakan berdampingan dan bagian pinggirnya saling menempel sehingga permukaannya saling berhadapan ke atas.
Dalam 1 kali proses pelapisan, plat yang dilapisi ada 2. bagian pinggir luar plat ditahan dengan menggunakan gelas preparat yang lain sebanyak 2 tumpuk,. Kemudian bubur silica gel ditungkan diatas permukaan plat dan bagian atasnya didorong dengan kaca preparat yang lain, karena terdapat penahan sebanyak 2 tumpuk maka hal ini akan membuat tinggi lapisan bubur silica gel menjadi rata saat didorong dengan kaca preparat, hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya permukaan plat yang dilapisi tidak rata dan bergelombang sehingga akan mempengaruhi pemisahan padat saat pengambangan gerakan fasa gerak tidak sempurna atau alirannya terganggu. proses ini harus dilakukan secepat mungkin, karena silica gel yang dilarutkan dengan kloroform cepat sekali mengering.
setelah plat sudah dilapisi selanjutnya dibiarkan kering, proses pengeringannya cukup cepat karena pelarut yang dipergunakan untuk menglarutkan silica gel adalah kloroform, jika menggunakan pelarut aquadest, silica gel diatas plat membutuhkan waktu yang lebih lama untuk kering sehingga harus dikeringkan didalam oven terlebih dahulu untuk mempercepat proses pengeringannya.
silica gel yang sudah kering diatas plat tersebut kemudian ditetesi dengan sampel, proses penetesan sampel ini sulit sekali dilakukan, selain jumlah sampel yang harus diteteskan sedikit sekali, juga karena silica gel kering diatas plat tersebut tidak dapat menyerap sampel. setelah sampel diteteskan dengan menggunakan alat suntik, selanjutnya plat dimasukan kedalam beaker glass yang berisi fasa gerak dan ditutup dengan platik wrap, fasa gerak yang dipergunakan saat praktikum adalah n-hexane.
plat dimasukan kedalam beaker glass dengan posisi berdiri, sehingga jumlah fasa gerak didalam beaker glass tidak boleh melebihi tinggi sampel yang diteteskan diatas plat. kemudian ditutup kembali, saat praktikum noda sampel yang berhasil diteteskan dengan baik diatas plat hanya 1, dan nodanya berwarna hijau yang diperkirakan klorofil.
dari hasil praktikum tersebut maka jarak yang ditempuh pelarut n-hexane dalam KLT adalah 6,5 cm, dan jarak yang ditempuh senyawa yang terbawa oleh pelarut adalah 2,4 cm. dari data tersebut maka harga Rf-nya adalah 0,3692 cm.
b. Kromatografi kertas
sampel yang dipergunakan berbeda dengan sampel pada KLT, pada kromatografi kertas sampel yang dipergunakan yaitu daun menir yang berwana dominan hijau dengan bintik merah dan kuning.
proses preparasi sampel pada kromatografi kertas sama dengan preparasi sampel pada KLT, yaitu sampel dihaluskan dengan menggunakan mortar, ditambahkan pelarut kloroform kemudian dipanaskan diatas penangas air sampai sampel mengental.
pada kromatografi kertas, fasa diam yang dipergunakan adalah kertas yang sangat beragam dan saat praktikum dipergunakan kertas saring yang dipotong persegi panjang, dengan fasa gerak pelarut organic n-hexane. tidak seperti pada KLT, pada kromatografi kertas prosesnya cukup cepat, selain proses penetesan sampel tidak terlalu rumit, kromatografi kertas juga tidak perlu menunggu fasa diam kering untuk meneteskan sampel.
sebelum noda sampel diteteskan, terlebih dahulu kertas saring diberi garis dengan menggunakan pensil untuk membuat jarak antara noda dengan pelarut dibawahnya, dan yang kedua adalah membuat tanda untuk meneteskan sampel yang berjarak ± 2 cm. pada saat praktikum penetesan sampel dilakukan menggunakan tusuk gigi, saat penetesan noda sampel, fasa diam berada dalam posisi mendatar dan noda dibiarkan mengering terlebih dahulu sebelum dimasukan kedalam bejana yang berisi fasa gerak. penetesan noda yang terlalu banyak harus dihindari, karena kelebihan setiap komponen akan menyebabkan tidak akan terca¬painya kesetimbangan partisi selama ia bergerak, hingga ia akan mengakibatkan terjadinya kedudukan atau lokasi yang kabur.
setelah noda sampel mengering, kertas dimasukan kedalam bejana sudah jenuh dengan fasa gerak yaitu n-hexane, kertas saring berisi noda yang sudah kering tersebut diposisikan tegak berdiri dan bagian bawahnya terbenam dalam fasa gerak.
metoda yang dipakai dalam kromatografi kertas ini adalah metoda penaikan, yaitu kertas dicelupkan hingga ujung di mana aliran mulai bergerak terletak sedikit di atas per¬mukaan dari pelarut dan pelarut naik melalui serat-serat dari kertas oleh gaya kapiler. kertas sebagai serat-serat selulosa dengan lapisan yang sangat tipis dari molekul-molekul air yang berikatan pada permukaan. Interaksi ini dengan air merupakan efek yang sangat penting selama pengerjaan kromatografi kertas.
noda-noda yang naik dari sampel daun menir ini terdiri dari 3 warna, yaitu hijau, kuning dan orange. jarak yang ditempuh dari masing-masing warna adalah hijau 7,5 cm; warna kuning 11,5 cm; dan warna orange 15,1. sedangkan jarak yang ditempuh pelarut adalah 15 cm. dari data tersebut maka harga Rf untuk masing-masing warna adalah, warna hijau 0,5 cm; warna kuning0,76 cm; dan warna orange 1,0067 cm.
harga Rf dari kromatografi kertas ini cukup tinggi, salah satu penyebabnya adalah penggunaan n-hexane sebagai fasa gerak, molekul-molekul polar akan memiliki atraksi yang tinggi untuk molekul-molekul air dan kurang untuk pelarut yang non polar. Molekul-molekul polar dalam campuran sampel memiliki sedikit atraksi antara molekul-molekul air dan molekul-molekul yang melekat pada selulosa, dan karena akan menghabiskan banyak waktunya untuk larut dalam pelarut yang bergerak. Molekul-molekul seperti ini akan bergerak sepanjang kertas diangkut oleh pelarut. hal inilah yang menyebabkan nilai Rf menjadi tinggi.
Jumat, 19 Februari 2010
Jumat, 12 Februari 2010
PENANGANAN IKAN DENGAN PENERAPAN SANITASI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Ikan merupakan hasil pertanian yang mudah mengalami kerusakan, jika tidak ditangani dengan baik, maka dampak yang dapat ditimbulkan akan sangat merugikan. Kerugian tersebut akan mencakup kerugian materil bagi perusahaan, juga kesehatan masyarakat yang mengkonsumsinya, dll.
Produk perikanan yang diproduksi oleh industri pengolahan Indonesia banyak ditolak oleh negara-negara lain, seperti Jepang, Amerika, bahkan pernah terjadi pengembalian produk hasil perikanan Indonesia, karena diduga jumlah bakteri yang terkandung dalam produk tersebut melebihi batas yang dapat diterima.
Maka dari itu untuk menangani produk perikanan diperlukan ketelitian dalam setiap tahap proses produksi, terutama sanitasi. Dengan penanganan sanitasi yang baik dan benar, juga disesuaikan dengan bahan makanan yang diolah, maka produk yang akan dihasilkan mempunyai kualitas yang tidak diragukan lagi.
Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya sanitasi mengakibatkan industri makanan, terutama produk perikanan cukup mengalami kesulitan untuk bersaing pada skala internasional.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan laporan penanganan bahan secara sanitasi ini adalah :
1. membantu dalam pemahaman materi sanitasi secara keseluruhan
2. mengetahui pentingnya peranan sanitasi dalam industri pengolahan
3. mengetahui akibat atau efek samping yang ditimbulkan akibat penanganan yang tidak baik dan benar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Produk perikanan
Produk perikanan biasanya dijual atau diperdagangkan dalam keadaaan segar atau beku, semakin segar produk perikanan yang dijual, maka harganya semakin mahal. Hal ini seimbang karena penanganannya pun harus sangat hati-hati dan benar.
Penanganan produk perikanan yang dijual mentah (baik dalam keadaan segat atau beku) akan semakin rumit dan kemungkinan kontaminasi dari berbagai benda dan keadaan harus dihindari seminimal mungkin.
Untuk produk perikanan yang dijual segar biasanya disimpan dalam keadaaan dingin, suhu penyimpanan untuk ikan segar ini sekitar 4-0oC, ikan disimpan dalam chiller (mesin pendingin), sehingga kondisi daging ikan tetap baik dan layak untuk dikonsumsi.
Ikan segar yang didinginkan mempunyai masa simpan yang relatif pendek, sekitar 5-8 hari, tergantung dari kondisi ikan tersebut, apabila ikan yang disimpan sudah mengalami penurunan mutu maka masa simpannya tentu lebih pendek lagi.
Untuk produk perikanan yang dijual dalam keadaan beku biasanya disimpan dalam cold storage yang suhunya dibawah 0oC, produk perikanan yang beku biasanya sudah tanpa isi perut dan insang, bahkan ada beberapa produk perikanan beku yang sudah tanpa kepala, kulit, tulang, dan daging merah. Sehingga masa simpan produk perikanan jenis ini dapat mencapai 3 bulan bahkan lebih.
2.2 Penanganan produk perikanan
Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menangani bahan secara sanitasi :
1. Es
Ikan yang dijual dalam keadaan segar selalu membutuhkan suhu yang sesuai, sehingga mutu ikan yang dijual dapat dipertahankan. Es merupakan cara yang paling umum digunakan, karena selain murah, es juga mudah didapatkan.
Es yang dipergunakan harus berasal dari air yang bersih dan kualitasnya terjamin. Untuk hasil yang lebih baik, es yang digunakan harus berasal dari air yang siap minum.
Es merupakan bahan yang berhubungan langsung dengan bahan makanan, sehingga apabila tidak diperhatikan dengan baik, maka es dapat menjadi sumber kontaminasi yang menurunkan mutu serta keamanan bahan makanan yang diproduksi.
Sebaiknya es yang digunakan untuk menjaga suhu ikan sebelumnya telah dihancurkan terlebih dahulu, sehingga proses perpindahan suhu terjadi secara lebih efektif.
2. Penanganan bahan di kapal
Penanganan bahan (ikan) harus dilakukan sejak ikan tersebut ditangkap, untuk menghasilkan kualitas yang tinggi ada beberapa bagian ikan yang harus dibuang, seperti isi perut, insang, bahkan ada beberapa jenis ikan yang harus dibuang darahnya terlebih dahulu untuk menghasilkan kualitas ikan yang tinggi, jenis ikan yang biasanya mengalami pembuangan darah adalah ikan jenis tuna.
Personil yang menangani hal ini harus dilengkapi dengan perlengkapan yang memadai, seperti apron (celemek), sepatu boot. Selain itu peralatan yang dipergunakan untuk proses penangangan ikan tersebut harus dalam keadaan yang bersih, untuk menghasilkan kualitas produk yang tinggi.
Ikan yang sudah ditangani tersebut sebaiknya disimpan dalam chiller (mesin pendingin) atau hamparan es yang sudah dihaluskan, hal ini dapat menjaga ikan dari serangan mikroorganisme perusak (pembusuk). Dengan penanganan yang baik sejak dini dapat menaikan nilai ekonomis dari produk ikan tersebut
3. Pengangkutan (Distribusi)
Proses pengangkutan akan sangat berpengaruh pada kualitas produk yang dihasilkan, karena apabila industri pengolahannya terletak cukup jauh, maka diperlukan transportasi yang memadai, sehingga tidak mengurangi kualitas bahan.
Jenis transportasi yang paling aman untuk bahan perikanan yang mudah rusak adalah Thermoking, jenis kendaraan ini mempunyai box yang dilengkapi dengan mesin pendingin, juga isolasi di bagian dalam, sehingga suhu di dalam box tetap stabil.
Akan lebih baik jika pada bagian dalam box juga ditambahkan sterofoam, sehingga ikan tidak mengalami guncangan yang dapat merusak tekstur daging ikan selama perjalanan.
4. Pembongkaran
Proses pembongkaran atau penurunan ikan dari kendaraan, harus dilakukan secara hati-hati, sebaiknya pembongkaran dilakukan di tempat atau ruangan khusus yang dilengkapi dengan pengatur suhu, sehingga suhu ikan tetap stabil dan tidak mengalami kenaikan suhu, apabila suhu ikan naik, maka bakteri perusak yang terkandung dalam tubuh ikan akan berkembang dan merusak daging ikan
Biasanya sebagian besar industri pengolahan ikan dilengkapi dengan ruangan untuk menurunkan ikan yang diangkut, ruangan tersebut terletak tidak jauh dari tempat parkir akan tetapi masih terhubung dengan ruang produksi, hal ini dapat meningkatkan efisiensi kerja. Pada dasarnya proses ini harus dilakukan secepat mungkin.
5. Proses pengolahan
Untuk memproduksi produk perikanan beku atau segar, maka ruang produksi harus dilengkapi dengan mesin pendingin. Suhu yang biasanya digunakan dalam ruang produksi perikanan beku atau segar adalah tidak boleh lebih dari 10oC
Semua pekerja harus melakukan prosedur sanitasi dengan baik dan benar, baik sebelum, selama, dan sesudah proses produksi. Hal ini dilakukan karena pekerja dapat menjadi sumber kontaminasi bagi produk yang dihasilkan.
Selain itu peralatan dan perlengkapan yang digunakan selama proses produksi harus dalam kondisi yang baik dan bersih, karena untuk menghasilkan produk yang bermutu baik harus ditunjang oleh peralatan dan perlengkapan yang memadai.
6. Pengemasan
Kemasan merupakan wadah penting yang dipergunakan untuk melindungi produk yang dikemas. Kemasan juga dapat menjadi jaminan suatu produk, apabila kemasan yang dipakai tidak dapat melindungi produk dengan baik maka hal tersebut tentu akan menimbulkan keraguan terhadap kualitas produk yang dikemas.
Kemasan yang digunakan untuk produk ikan beku harus bersifat inert (tidak menimbulkan reaksi), sehingga tidak menimbulkan reaksi yang merugikan dengan bahan.
Sebagian besar kemasan yang dipergunakan untuk produk perikanan adalan plastik PE (Polyetylen), plastik jenis ini dipergunakan secara luas sebagai kemasan berbagai produk makanan.
Selain bahan kemasan yang terjamin, cara mengemas pun menjadi persosalan yang harus dipertimbangkan. Cara yang paling efektif dan efisien untuk mengemas produk perikanan adalah dengan menggunakan alat yang disebut Vacuum Sealer, alat ini selain merekatkan kemasan plastik juga menghampakan udara yang terkandung dalam kemasan, sehingga produk yang dikemas akan terjamin kualitasnya.
7. Penyimpanan
Produk perikanan beku sebaiknya disimpan dalam cold storage dengan suhu dibawah 0oC, dengan begitu kualitas dari produk terjamin dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama.
Produk yang disimpan sebaiknya dipisahkan berdasarkan tanggal produksinya, sehingga dapat mempermudah pengawasan dan proses pemasaran selanjutnya.
8. Pemasaran (Distribusi)
Sebagian besar industri menerapkan prinsip First in First out, dengan menerapkan prinsip ini maka produk yang diproduksi lebih awal, akan dipasarkan terlebih dahulu.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dengan menerapkan sistem sanitasi yang baik dan benar maka kualitas produk yang tinggi dapat tercapai, untuk mencapai kualitas produk yang tinggi harus ditunjang oleh beberapa hal, yaitu pekerja, perlengkapan, peralatan, cara berproses, dan bahan baku yang dipergunakan.
Dengan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya sanitasi, maka tidak akan ada keraguan tentang kualitas produk yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
www.ilmupangan.com
www.dkp.go.id/content.php
www.litbang.deptan.go.id/special/HP
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Ikan merupakan hasil pertanian yang mudah mengalami kerusakan, jika tidak ditangani dengan baik, maka dampak yang dapat ditimbulkan akan sangat merugikan. Kerugian tersebut akan mencakup kerugian materil bagi perusahaan, juga kesehatan masyarakat yang mengkonsumsinya, dll.
Produk perikanan yang diproduksi oleh industri pengolahan Indonesia banyak ditolak oleh negara-negara lain, seperti Jepang, Amerika, bahkan pernah terjadi pengembalian produk hasil perikanan Indonesia, karena diduga jumlah bakteri yang terkandung dalam produk tersebut melebihi batas yang dapat diterima.
Maka dari itu untuk menangani produk perikanan diperlukan ketelitian dalam setiap tahap proses produksi, terutama sanitasi. Dengan penanganan sanitasi yang baik dan benar, juga disesuaikan dengan bahan makanan yang diolah, maka produk yang akan dihasilkan mempunyai kualitas yang tidak diragukan lagi.
Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya sanitasi mengakibatkan industri makanan, terutama produk perikanan cukup mengalami kesulitan untuk bersaing pada skala internasional.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan laporan penanganan bahan secara sanitasi ini adalah :
1. membantu dalam pemahaman materi sanitasi secara keseluruhan
2. mengetahui pentingnya peranan sanitasi dalam industri pengolahan
3. mengetahui akibat atau efek samping yang ditimbulkan akibat penanganan yang tidak baik dan benar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Produk perikanan
Produk perikanan biasanya dijual atau diperdagangkan dalam keadaaan segar atau beku, semakin segar produk perikanan yang dijual, maka harganya semakin mahal. Hal ini seimbang karena penanganannya pun harus sangat hati-hati dan benar.
Penanganan produk perikanan yang dijual mentah (baik dalam keadaan segat atau beku) akan semakin rumit dan kemungkinan kontaminasi dari berbagai benda dan keadaan harus dihindari seminimal mungkin.
Untuk produk perikanan yang dijual segar biasanya disimpan dalam keadaaan dingin, suhu penyimpanan untuk ikan segar ini sekitar 4-0oC, ikan disimpan dalam chiller (mesin pendingin), sehingga kondisi daging ikan tetap baik dan layak untuk dikonsumsi.
Ikan segar yang didinginkan mempunyai masa simpan yang relatif pendek, sekitar 5-8 hari, tergantung dari kondisi ikan tersebut, apabila ikan yang disimpan sudah mengalami penurunan mutu maka masa simpannya tentu lebih pendek lagi.
Untuk produk perikanan yang dijual dalam keadaan beku biasanya disimpan dalam cold storage yang suhunya dibawah 0oC, produk perikanan yang beku biasanya sudah tanpa isi perut dan insang, bahkan ada beberapa produk perikanan beku yang sudah tanpa kepala, kulit, tulang, dan daging merah. Sehingga masa simpan produk perikanan jenis ini dapat mencapai 3 bulan bahkan lebih.
2.2 Penanganan produk perikanan
Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menangani bahan secara sanitasi :
1. Es
Ikan yang dijual dalam keadaan segar selalu membutuhkan suhu yang sesuai, sehingga mutu ikan yang dijual dapat dipertahankan. Es merupakan cara yang paling umum digunakan, karena selain murah, es juga mudah didapatkan.
Es yang dipergunakan harus berasal dari air yang bersih dan kualitasnya terjamin. Untuk hasil yang lebih baik, es yang digunakan harus berasal dari air yang siap minum.
Es merupakan bahan yang berhubungan langsung dengan bahan makanan, sehingga apabila tidak diperhatikan dengan baik, maka es dapat menjadi sumber kontaminasi yang menurunkan mutu serta keamanan bahan makanan yang diproduksi.
Sebaiknya es yang digunakan untuk menjaga suhu ikan sebelumnya telah dihancurkan terlebih dahulu, sehingga proses perpindahan suhu terjadi secara lebih efektif.
2. Penanganan bahan di kapal
Penanganan bahan (ikan) harus dilakukan sejak ikan tersebut ditangkap, untuk menghasilkan kualitas yang tinggi ada beberapa bagian ikan yang harus dibuang, seperti isi perut, insang, bahkan ada beberapa jenis ikan yang harus dibuang darahnya terlebih dahulu untuk menghasilkan kualitas ikan yang tinggi, jenis ikan yang biasanya mengalami pembuangan darah adalah ikan jenis tuna.
Personil yang menangani hal ini harus dilengkapi dengan perlengkapan yang memadai, seperti apron (celemek), sepatu boot. Selain itu peralatan yang dipergunakan untuk proses penangangan ikan tersebut harus dalam keadaan yang bersih, untuk menghasilkan kualitas produk yang tinggi.
Ikan yang sudah ditangani tersebut sebaiknya disimpan dalam chiller (mesin pendingin) atau hamparan es yang sudah dihaluskan, hal ini dapat menjaga ikan dari serangan mikroorganisme perusak (pembusuk). Dengan penanganan yang baik sejak dini dapat menaikan nilai ekonomis dari produk ikan tersebut
3. Pengangkutan (Distribusi)
Proses pengangkutan akan sangat berpengaruh pada kualitas produk yang dihasilkan, karena apabila industri pengolahannya terletak cukup jauh, maka diperlukan transportasi yang memadai, sehingga tidak mengurangi kualitas bahan.
Jenis transportasi yang paling aman untuk bahan perikanan yang mudah rusak adalah Thermoking, jenis kendaraan ini mempunyai box yang dilengkapi dengan mesin pendingin, juga isolasi di bagian dalam, sehingga suhu di dalam box tetap stabil.
Akan lebih baik jika pada bagian dalam box juga ditambahkan sterofoam, sehingga ikan tidak mengalami guncangan yang dapat merusak tekstur daging ikan selama perjalanan.
4. Pembongkaran
Proses pembongkaran atau penurunan ikan dari kendaraan, harus dilakukan secara hati-hati, sebaiknya pembongkaran dilakukan di tempat atau ruangan khusus yang dilengkapi dengan pengatur suhu, sehingga suhu ikan tetap stabil dan tidak mengalami kenaikan suhu, apabila suhu ikan naik, maka bakteri perusak yang terkandung dalam tubuh ikan akan berkembang dan merusak daging ikan
Biasanya sebagian besar industri pengolahan ikan dilengkapi dengan ruangan untuk menurunkan ikan yang diangkut, ruangan tersebut terletak tidak jauh dari tempat parkir akan tetapi masih terhubung dengan ruang produksi, hal ini dapat meningkatkan efisiensi kerja. Pada dasarnya proses ini harus dilakukan secepat mungkin.
5. Proses pengolahan
Untuk memproduksi produk perikanan beku atau segar, maka ruang produksi harus dilengkapi dengan mesin pendingin. Suhu yang biasanya digunakan dalam ruang produksi perikanan beku atau segar adalah tidak boleh lebih dari 10oC
Semua pekerja harus melakukan prosedur sanitasi dengan baik dan benar, baik sebelum, selama, dan sesudah proses produksi. Hal ini dilakukan karena pekerja dapat menjadi sumber kontaminasi bagi produk yang dihasilkan.
Selain itu peralatan dan perlengkapan yang digunakan selama proses produksi harus dalam kondisi yang baik dan bersih, karena untuk menghasilkan produk yang bermutu baik harus ditunjang oleh peralatan dan perlengkapan yang memadai.
6. Pengemasan
Kemasan merupakan wadah penting yang dipergunakan untuk melindungi produk yang dikemas. Kemasan juga dapat menjadi jaminan suatu produk, apabila kemasan yang dipakai tidak dapat melindungi produk dengan baik maka hal tersebut tentu akan menimbulkan keraguan terhadap kualitas produk yang dikemas.
Kemasan yang digunakan untuk produk ikan beku harus bersifat inert (tidak menimbulkan reaksi), sehingga tidak menimbulkan reaksi yang merugikan dengan bahan.
Sebagian besar kemasan yang dipergunakan untuk produk perikanan adalan plastik PE (Polyetylen), plastik jenis ini dipergunakan secara luas sebagai kemasan berbagai produk makanan.
Selain bahan kemasan yang terjamin, cara mengemas pun menjadi persosalan yang harus dipertimbangkan. Cara yang paling efektif dan efisien untuk mengemas produk perikanan adalah dengan menggunakan alat yang disebut Vacuum Sealer, alat ini selain merekatkan kemasan plastik juga menghampakan udara yang terkandung dalam kemasan, sehingga produk yang dikemas akan terjamin kualitasnya.
7. Penyimpanan
Produk perikanan beku sebaiknya disimpan dalam cold storage dengan suhu dibawah 0oC, dengan begitu kualitas dari produk terjamin dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama.
Produk yang disimpan sebaiknya dipisahkan berdasarkan tanggal produksinya, sehingga dapat mempermudah pengawasan dan proses pemasaran selanjutnya.
8. Pemasaran (Distribusi)
Sebagian besar industri menerapkan prinsip First in First out, dengan menerapkan prinsip ini maka produk yang diproduksi lebih awal, akan dipasarkan terlebih dahulu.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dengan menerapkan sistem sanitasi yang baik dan benar maka kualitas produk yang tinggi dapat tercapai, untuk mencapai kualitas produk yang tinggi harus ditunjang oleh beberapa hal, yaitu pekerja, perlengkapan, peralatan, cara berproses, dan bahan baku yang dipergunakan.
Dengan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya sanitasi, maka tidak akan ada keraguan tentang kualitas produk yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
www.ilmupangan.com
www.dkp.go.id/content.php
www.litbang.deptan.go.id/special/HP
PERHITUNGAN BAKTERI PADA MEDIA NA (Nutrien Agar)
A. ACARA
Praktikum perhitungan bakteri dengan media NA (Nutrien Agar).
B. PRINSIP
Metode ALT (Angka Lempeng Total) yang menyatakan bahwa satu sel bakteri akan menghasilkan satu koloni dan berdasarkan pada dugaan bahwa jumlah koloni yang tumbuh pada agar dalam cawan sesuai dengan jumlah bakteri semula.
C. TUJUAN
Mengetahui jumlah bakteri yang terkandung dalam sample dengan metode perhitungan ALT.
D. DASAR TEORI
Bakteri berasal dari bahasa latin bacterium (jamak : bacteria), adalah kelompok raksasa dari organisme hidup, berukuran sangat kecil (mikroskopik) dan kebanyakan uniseluler (bersel tunggal), dengan struktur sel yang relative sederhana tanpa nucleus atau inti sel, cytoskeleton, dan organel lain seperti mitokondria dan kloroplas.
Bakteri adalah yang paling berlimpah dari semua organisme. Mereka tersebar (berada dimana-mana) di tanah, air, dan sebagai simbiosis dari organisme lain. Banyak pathogen merupakan bakteri, kebanyakan dari mereka kecil, biasanya hanya berukuran 0,5-5 mm, meski ada jenis dapat menjangkau 0,3 mm dalam diameter (Thiomargarita).
Mereka umumnya memiliki dinding sel, seperti sel hewan dan jamur, tetapi dengan komposisi yang berbeda (peptidogligan). Banyak yang bergerak menggunakan flagella, yang berbeda dalam strukturnya dari flagella kelompok lain.
Berbagai bentuk tubuh bakteri
1. kokus (coccus)
Adalah bakteri yang berbentuk bulat seperti bola, dan mempunyai beberapa variasi sebagai berikut :
o Mikrococcus, jika kecil dan tunggal.
o Diplococcus, jika berganda dua-dua
o Tetracoccus, jika bergandengan empat dan membentuk bujusangkar.
o Sarcina, jika bergerombol membentuk kubus
o Staphylococcus, jika bergerombol
o Streptococcus, jika bergandengan membentuk rantai
2. Basil (Bacillus)
Adalah kelompok bakteri yang berbentuk batang atau silinder, dan mempunyai variasi sebagai berikut :
o Diplobacillus, jika bergandengan dua-dua
o Streptobacillus, jika bergandengan membentuk rantai
3. spiril (spirilum)
Adalah bakteri yang berbentuk langkung dan mempunyai variasi sebagai berikut :
o Vibrio (berbentuk koma), jika lengkung kurang dari setengah lingkaran
o Spiral, jika lengkung lebih dari setengah lingkaran
Kondisi lingkungan yang mendukung dapat memacu pertumbuhan dan reproduksi bakteri. Factor-faktor lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan reproduksi bakteri adalah :
o Suhu
o Kelembaban
o Cahaya
Berikut beberapa jenis bakteri yang menguntungkan dalam proses pembuatan beberapa produk pangan :
NO Nama Produk atau Makanan Bahan Baku Bakteri yang Berperan
1 Yoghurt Susu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus
2 Mentega Susu Streptococcus lactis
3 Terasi Ikan Lactobacillus sp.
4 Asinan buah-buahan Buah-buahan Lactobacillus sp.
5 Sosis Daging Pediococcus cerevisiae
6 Kefin Susu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus lactis
E. ALAT DAN BAHAN
• Alat
o Cawan petri steril
o Erlenmeyer
o Hot plate
o Lampu spirtus atau Bunsen
o Autoclave
o Incubator
o Micropipette dan tip (tip steril)
o Botol
• Bahan
o Media NA (Nutrien Agar)
o Aquadest
o Sample air
o Sample baso
F. PROSEDUR
PERSIAPAN ALAT
o Menyiapkan cawan Petri, tip, botol sample bertutup, tabung reaksi bertutup.
o Membersihkan cawan Petri yang akan dipergunakan dan membungkusnya dengan kertas koran atau perkamen
o Memipet larutan garam fisiologis (LGF) sebanyak 9 mL dan masukan dalam tabung reaksi, menutupnya dengan tutup tabung reaksi atau sumbat dengan kapas.
o Memipet aquadest sebanyak 9 mL dan masukan dalam tabung reaksi, menutupnya dengan tutup tabung reaksi atau sumbat dengan kapas.
o Memipet aquadest sebanyak 225 mL dan masukan dalam botol bertutup.
o Memasukan tip yang merupakan pasangan micropipette ke dalam botol yang dialasi tisu dan diberi tutup.
o Mensterilisasi alat-alat diatas menggunakan autoclave dengan suhu 121oC
PERSIAPAN LARUTAN PENGENCER
o Untuk membuat LGF 0,85% diperlukan NaCl tekhnis sebanyak 0,85 g dan dilarutkan dalam 100 mL aquadest.
PERSIAPAN MEDIA NA (Nutrient Agar)
o Menimbang media NA sebanyak 23 gram
o Melarutkan media dalam aquadest sebanyak 1 liter
o Mengaduk sampai larut dan panaskan sampai tidak larutan bening
o Menutup dengan kapas dan sterilkan dengan autoclave 121oC selama 15 menit
PERSIAPAN SAMPLE
o Untuk sample air, pipet sebanyak 25 mL dan masukan dalam botol yang berisi aquadest steril sebanyak 225 mL, kocok selama 25 kali.
o Untuk sample baso, dihancurkan terlebih dahulu dengan menggunakan blender dan timbang sebanyak 25 mL dan masukan dalam botol yang berisi aquadest steril. Kocok selama 25 kali.
o Melakukan semua perlakuan diatas secara aseptis
INOKULASI
o Memipet larutan sample sebanyak 1 mL, dan memasukannya dalam tabung reaksi yang berisi larutan steril beri label 10-2
o Kemudian mengocok tabung tersebut dengan menggunakan vortex selama beberapa detik.
o Setelah dikocok pipet larutan dalam tabung tersebut sebanyak 1 mL dan masukan dalam tabung reaksi berisi larutan steril yang lain dan beri label 10-3
o Pipet kembali larutan dalam tabung 10-2 dan masukan dalam cawan Petri steril beri label 10-2 pada cawan
o Melakukan hal yang sama sampai tabung reaksi ke 10-7.
o Menuangkan media hangat ke dalam setiap cawan Petri yang sudah berisi larutan sample.
o Menggoyangkan Petri dengan cara memutarnya sehingga diperkirakan sample dan media dapat bercampur.
o Biarkan sampai media membeku
o Melakukan semua perlakuan diatas secara aseptis
INKUBASI
o Setelah media membeku, masukan dalam incubator dengan posisi terbalik (bagian tutup berada di bawah).
o Suhu selama inkubasi adalah 40oC selama ± 48 jam.
G. DATA PENGAMATAN
• SAMPLE AIR I METODE ALT
PENGENCERAN JUMLAH MIKROBA
KEL 1 KEL 2 KEL 3 KEL 4
10-3 17 3 1 2
10-4 11 - - -
10-5 4 - 3 (terkontaminasi jamur) 1
10-6 2 - - -
Kelompok 1 : 17 x 10-3 = 1,7 x 104
11 x 10-4 = 11 x 104
4 x 10-5 = 40 x 104
2 x 10-6 = 200 x 104
Sehingga dapat diketahui jumlah bakteri perkiraan adalah 1,7 x 104 koloni bakteri/mL
Kelompok 2 : 3 x 10-3 = 3 x 103
Sehingga dapat diketahui jumlah bakteri perkiraan adalah 3 x 103 koloni bakteri/mL.
Kelompok 3 : 1 x 10-3 = 1 x 103
3 x 10-4 = 30 x 103
Sehingga dapat diketahui jumlah bakteri perkiraan adalah 30 x 103 koloni bakteri/mL.
Kelompok 4 : 2 x 10-3 = 2 x 103
1 x 10-5 = 100 x 105
Sehingga daapt diketahui jumlah bakteri perkiraan adalah 2 x 103 koloni bakteri/mL.
• SAMPLE AIR II
PENGENCERAN JUMLAH MIKROBA
KEL 1 KEL 2
10-3 3 2
10-4 1 1
10-5 - 2
10-6 2 7
10-7 - 2
10-8 2 5
Kelompok 1 : 3 x 10-3 = 0,3 x 104
1 x 10-4 = 1 x 104
2 x 10-6 = 200 x 104
2 x 10-8 = 20000 x 104
Sehingga dapat diketahui jumlah bakteri perkiraan adalah 1 x 104 koloni bakteri/mL
Kelompok 2 : 2 x 10-3 = 0,2 x 104
1 x 10-4 = 1 x 104
2 x 10-5 = 20 x 104
7 x 10-6 = 700 x 104
2 x 10-7 = 2000 x 104
5 x 10-8 = 20000 x 104
Sehingga dapat diketahui Jumlah bakteri perkiraan adalah 1 x 104 koloni bakteri/mL
• SAMPLE BASO
PENGENCERAN JUMLAH MIKROBA
KEL 3 KEL 4
10-3 507 400
10-4 290 12
10-5 38 55
10-6 6 7
10-7 6 6
10-8 4 4
Kelompok 3 : 507 x 10-3 = 5,07 x 105
290 x 10-4 = 29,0 x 105
38 x 10-5 = 38 x 105
6 x 10-6 = 60 x 105
6 x 10-7 = 600 x 105
4 x 10-8 = 4000 x 105
Sehingga dapat diketahui jumlah bakteri adalah 38 x 105 koloni bakteri/mL
Kelompok 4 : 400 x 10-3 = 4,00 x 105
12 x 10-4 = 1,2 x 105
55 x 10-5 = 55 x 105
7 x 10-6 = 70 x 105
6 x 10-7 = 600 x 105
4 x 10-8 = 4000 x 105
Sehingga daapt diketahui jumlah bakteri adalah 55 x 105 koloni bakteri/mL
H. PEMBAHASAN
Praktikum pengujian mikrobiologi ini dibedakan berdasarkan sample yang dianalisa. Terdapat 2 sample yang dianalisa, yaitu air dan baso. Pada raktikum yang pertama, semua kelompok menganalisa jumlah mikroba yang terdapat dalam air. Dan untuk analisa yang kedua kelompok 1 dan 2 menganalisa mikroba dalam air sedangkan baso dianalisa olah kelompok 3 dan 4.
Sebelum praktikum dilakukan, perlakuan sterilisasi tidak hanya dilakukan pada alat dan media, meja kerja serta tangan praktikan disemprot dengan alcohol 70% unutk menghindarai kontaminasi mikroba yang tidak diinginkan.
• SAMPLE AIR
Sample air yang dipergunakan saat praktikum diambil dari air yang kran yang ada di laboratorium, dengan melakukan pengujian mikroba maka dapat diketahui berapa jumlah atau kandungan mikroba dalam sample.
Setelah sample disiapkan, maka langkah selanjutnya adalah memasukan sample ke dalam botol yang berisi aquadest steril 225 mL, hal ini dilakukan secara aseptis (steril). Untuk mendapatkan suasana steril maka setiap langkah kerja dilakukan di dekat api Bunsen atau spirtus. Kemudian botol dikocok secara manual dengan tangan sebanyak 25 kali.
Setelah sample sudah dilarutkan dalam aquadest steril, maka langkah selanjutnya adalah memipet larutan sample dalam botol sebanyak 1 mL dan masukan dalam tabung reaksi yang berisi aquadest steril sebanyak 9 mL, kemudian kocok dengan menggunakan vortex, pengocokan dengan menggunakan vortex ini bertujuan untuk mengencerkan larutan sample dengan aquadest steril dalam tabung, sehingga tabung reaksi tersebut diberi label pengenceran 10-2.
Pengenceran dari 10-2 tersebut diambil lagi sebanyak 2 mL. 1 mL dimasukan dalam tabung reaksi yang lain (yang kemudian diberi label 10-3), dan 1 mL yang lain dimasukan dalam cawan Petri steril.
Kemudian media NA (Nutrien Agar) dituangkan pada cawan petri yang berisi sample dari pengenceran 10-2, setelah itu kocok petri dengan cara menggoyangkannya sehingga diperkirakan sample dan media telah bercampur. Pengenceran serta penambahan media terus dilakukan sampai pengenceran 10-6, prosedur serta cara pengenceran dilakukan seperti diatas.
Setelah media mengeras, kemudian diinkubasikan dalam incubator dengan suhu ±45oC selama 2 hari (48 jam). Cawan petri yang berisi campuran media NA dan sample dalam incubator diletakan secara terbalik, posisi terbalik ini dimaksudkan untuk menghindari tercampurnya uap yang dihasilkan dengan media. Karena apabila cawan Petri diletakan secara terbalik maka uap yang dihasilkan dari media akan tertampung pada tutupnya dan menetes ke bawah (media).
Perlakuan blanko juga dilakukan pada pengujian mikrobiologi ini, blanko adalah perlakuan yang sama dengan proses serta prosedur yang sama, hanya saja tanpa sample. media blanko juga diinkubasikan selama 2 hari. Berdasarkan teori, blanko seharusnya tidak tercemar oleh mikroba jika dilakukan dengan baik secara aseptis dan berdasarkan hasil pengamatan maka dapat diketahui pada hasil blanko kelompok 3 tercemar oleh mikroba sebanyak 1 koloni. Terjadinya cemaran ini dapat disebabkan karena selama praktikum meja kerja serta tangan praktikan tidak disterilkan terlebih dahulu dengan alcohol 70% atau karena saat menuangkan media tidak dilakukan secara aseptis.
Selain blanko yang terkontaminasi, cawan petri ysng berisi sample pun terkontaminasi oleh jamur, hal ini dialami oleh kelompok 3 pada cawan yang berisi sample dari pengenceran 10-4. Kontaminasi ini dapat disebabkan saat menuangkan media atau memasukan sample perlakuan aseptis tidak dilakukan secara maksimal.
Pengamatan dan perhitungan dilakukan setelah 2 hari dinkubasikan, koloni-koloni bakteri akan terlihat pada dasar cawan Petri tersebut, koloni bakteri berbentuk bulatan-bulatan kecil yang ukurannya bervariasi.
Berdasarkan pengamatan dan perhitungan maka dapat diketahui bahwa untuk kelompok 1 jumlah bakteri perkiraannya adalah 1,7 x 104 koloni bakteri/mL, kelompok 2 jumlah bakteri perkiraannya adalah 3 x 103 kononi bakteri/mL, kelompok 3 jumlah bakteri perkiraannya adalah 30 x 103 koloni bakteri/mL, dan kelompok 4 adalah 2 x 103 koloni bakteri/mL.
Karena setiap cawan tidak ada yang berjumlah antara 25-250 koloni bakteri, maka perhitungan diatas berdasarkan pada peraturan perhitungan “Jika rata-rata jumlah koloni masing-masing cawan tidak terletak antara 25 dan 250 koloni, hitung jumlah koloni dari masing-masing koloni san nyatakan sebagai jumlah bbakteri perkiraan per milliliter atau gram.”
• SAMPLE AIR II
Pada praktikum yang kedua, sample yang dipergunakan masih air yang diambil dari sumber yang sama, yaitu dari kran di laboratorium pengujian. Pengujian dengan sample ini tidak dilakukan oleh semua kelompok, pengujian untuk sample air dilakukan oleh kelompok 1 dan 2, selain itu yang berbeda adalah jumlah pengenceran yang dilakukan, yaitu dari pengenceran 10-3 sampai pada 10-8.
Untuk pengencer yang dipergunakan saat pengujian yang kedua ini tidak lagi aqudest steril tetapi larutan garam fisiologis 0,85% (LGF) yang steril. Jumlah LGF sebagai pengencer masih sama yaitu 9 mL untuk masing-masing tabung reaksi. Pengencer dalam botol untuk sample juga masih berjumlah sama yaitu 225 mL LGF steril.
Semua pengujian dilakukan seperti saat praktikum yang pertama. Baik langkah kerja, persiapan alat, pesiapan media, persiapan sample, dll. Hanya saja karena pengencer yang diipergunakan adalah LGF 0,85% maka terlebih dahulu membuat LGF 0,85% tersebut.
LGF 0,85% adalah larutan garam tekhnis yang dipergunakan untuk membantu mengembangbiakan bakteri, apabila konsentrasi LGF lebih tinggi dari ini maka bakteri tidak dapat tumbuh, karena garam memiliki sifa antibakteri.
Media yang dipergunakan masih sama yaitu media NA (Nutrient Agar), hal ini dikarenakan yang akan dikembangkan adalah bakteri, dan media NA adalah media yang diipergunakan untuk mengembangkan bakteri.
Perlakuan blanko juga dilakukan untuk pengujian yang kedua ini, masing-masing kelompok mengerjakan 1 cawan yang hanya berisi media saja. Setelah diinkubasikan selama 2 hari dalam incubator maka dapat diketahui bahwa cawan blanko terkontaminasi.
Kontaminasi pada blanko terjadi pada kedua kelompok. Untuk kelompok 1, blanko terkontaminasi oleh 11 koloni mikroba. Sedangkan untuk kelompok 2 blanko terkontaminasi oleh 15 koloni mikroba. Hal ini dapat terjadi karena perlakuan aseptis tidak dilakukan dengan baik oleh masing-masing kelompok.
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan, maka dapat diketahui bahwa pada kelompok 1 jumlah bakteri perkiraannya adalah 1 x 104, dan untuk kelompok 2 adalah 1 x 104. Hasil yang sama ini menunjukan bahwa presisi dan akurasi pengujian sangat tinggi
• SAMPLE BASO
Masih ada praktikum yang kedua, sample yang dipergunakan adalah baso dlama kemasan yang banyak beredar di pasaran, sample baso yang dipakai pada saat praktikum akan mencapai masa kadaluarsa. Sample ini dipergunakan oleh kelompok 3 dan 4, jumlah pengenceran yang dilakukan sama dengan kelompok lain yang mengerjakan sample air, yaitu dari pengenceran 10-3 sampai pada 10-8.
Untuk pengencer yang dipergunakan saat pengujian yang kedua ini pun sama dengan pengujian sample air yang kedua yaitu dengan larutan garam fisiologis 0,85% (LGF) yang steril. Jumlah LGF sebagai pengencer masih sama yaitu 9 mL untuk masing-masing tabung reaksi. Pengencer dalam botol untuk sample juga masih berjumlah sama yaitu 225 mL LGF steril.
Karena sample yang dipergunakan adalah baso yang bersifat padat, maka sebelum dipergunakan harus dihaluskan terlebih dahulu. Proses penghalusan dilakukan dengan menggunakan blender. Setelah dihaluskan baru kemudian sample ditimbang sebanyah 25 gram. Dan kemudian dimasukan dalam botol berisi LGF steril 225 mL.
Media yang dipergunakan masih sama yaitu media NA (Nutrient Agar), hal ini dikarenakan yang akan dikembangkan adalah bakteri, dan media NA adalah media yang diipergunakan untuk mengembangkan bakteri.
Perlakuan blanko juga dilakukan untuk pengujian dengan sample baso, perlakuan balnko untuk kelompok 3 dilakukan sebanyak 2 cawan (duplo) dan kelompok 4 sebanyak 1 cawan. Setelah diinkubasikan selama 2 hari dalam incubator maka dapat diketahui bahwa cawan blanko terkontaminasi seperti halnya pada kelompok 1 dan 2 .
Kontaminasi pada blanko terjadi pada kedua kelompok. Untuk kelompok 3 blanko pertama terkontaminasi oleh 53 koloni mikroba dan yang yang kedua terkontaminasi oleh 84 koloni mikroba. Sedangkan untuk kelompok 4 blanko terkontaminasi oleh 3 koloni mikroba. Hal ini dapat terjadi karena perlakuan aseptis tidak dilakukan dengan baik oleh masing-masing kelompok.
karena terdapat koloni yang berjumlah antara 25-250 koloni maka dapat diketahui bahwa jumlah bakteri untuk sample baso pada kelompok 3 jumlah bakteri adalah 38 x 105, dan untuk kelompok 4 adalah 55 x 105.
I. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum, pengamatan dan perhitungan, maka dapat diketahui bahwa jumlah bakteri dengan menggunakan metode Angka Lempeng Total (ALT) pada sampel air yang pertama tidak didapatkan hasil koloni bakteri yang sesuai dengan angka pengenceran. Karena jumlah koloni yang ada tidak termasuk dalam rentan 25-250 koloni bakteri sehingga hasilnya dinyatakan dalam jumlah bakteri perkiraan.
Sedangkan untuk sampel baso didapat rata-rata jumlah bakteri sebanyak 4,6 x 106 bakteri/mL. hal ini mengindikasikan bahwa sample bakso yang dipergunakan sudah tercemar dan mutu produknya sudah turun.
J. DAFTAR PUSTAKA
• Dwidjoseputro. 2005. DASAR-DASAR MIKROBIOLOGI. Jakarta : Penerbit Djambatan.
• Supardi, Imam. 1999. MIKROBIOLOGI DALAM PENGOLAHAN DAN KEAMANAN PANGAN. Bandung : Yayasan Adikarya Ikapi
• Jennie, Betty Sri Laksmi. 1978. MIKROBIOLOGI HASIL PERTANIAN. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
• Muctadi, Deddy. 1980. PETUNJUK PRAKTIK MIKROBIOLOGI. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Praktikum perhitungan bakteri dengan media NA (Nutrien Agar).
B. PRINSIP
Metode ALT (Angka Lempeng Total) yang menyatakan bahwa satu sel bakteri akan menghasilkan satu koloni dan berdasarkan pada dugaan bahwa jumlah koloni yang tumbuh pada agar dalam cawan sesuai dengan jumlah bakteri semula.
C. TUJUAN
Mengetahui jumlah bakteri yang terkandung dalam sample dengan metode perhitungan ALT.
D. DASAR TEORI
Bakteri berasal dari bahasa latin bacterium (jamak : bacteria), adalah kelompok raksasa dari organisme hidup, berukuran sangat kecil (mikroskopik) dan kebanyakan uniseluler (bersel tunggal), dengan struktur sel yang relative sederhana tanpa nucleus atau inti sel, cytoskeleton, dan organel lain seperti mitokondria dan kloroplas.
Bakteri adalah yang paling berlimpah dari semua organisme. Mereka tersebar (berada dimana-mana) di tanah, air, dan sebagai simbiosis dari organisme lain. Banyak pathogen merupakan bakteri, kebanyakan dari mereka kecil, biasanya hanya berukuran 0,5-5 mm, meski ada jenis dapat menjangkau 0,3 mm dalam diameter (Thiomargarita).
Mereka umumnya memiliki dinding sel, seperti sel hewan dan jamur, tetapi dengan komposisi yang berbeda (peptidogligan). Banyak yang bergerak menggunakan flagella, yang berbeda dalam strukturnya dari flagella kelompok lain.
Berbagai bentuk tubuh bakteri
1. kokus (coccus)
Adalah bakteri yang berbentuk bulat seperti bola, dan mempunyai beberapa variasi sebagai berikut :
o Mikrococcus, jika kecil dan tunggal.
o Diplococcus, jika berganda dua-dua
o Tetracoccus, jika bergandengan empat dan membentuk bujusangkar.
o Sarcina, jika bergerombol membentuk kubus
o Staphylococcus, jika bergerombol
o Streptococcus, jika bergandengan membentuk rantai
2. Basil (Bacillus)
Adalah kelompok bakteri yang berbentuk batang atau silinder, dan mempunyai variasi sebagai berikut :
o Diplobacillus, jika bergandengan dua-dua
o Streptobacillus, jika bergandengan membentuk rantai
3. spiril (spirilum)
Adalah bakteri yang berbentuk langkung dan mempunyai variasi sebagai berikut :
o Vibrio (berbentuk koma), jika lengkung kurang dari setengah lingkaran
o Spiral, jika lengkung lebih dari setengah lingkaran
Kondisi lingkungan yang mendukung dapat memacu pertumbuhan dan reproduksi bakteri. Factor-faktor lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan reproduksi bakteri adalah :
o Suhu
o Kelembaban
o Cahaya
Berikut beberapa jenis bakteri yang menguntungkan dalam proses pembuatan beberapa produk pangan :
NO Nama Produk atau Makanan Bahan Baku Bakteri yang Berperan
1 Yoghurt Susu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus
2 Mentega Susu Streptococcus lactis
3 Terasi Ikan Lactobacillus sp.
4 Asinan buah-buahan Buah-buahan Lactobacillus sp.
5 Sosis Daging Pediococcus cerevisiae
6 Kefin Susu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus lactis
E. ALAT DAN BAHAN
• Alat
o Cawan petri steril
o Erlenmeyer
o Hot plate
o Lampu spirtus atau Bunsen
o Autoclave
o Incubator
o Micropipette dan tip (tip steril)
o Botol
• Bahan
o Media NA (Nutrien Agar)
o Aquadest
o Sample air
o Sample baso
F. PROSEDUR
PERSIAPAN ALAT
o Menyiapkan cawan Petri, tip, botol sample bertutup, tabung reaksi bertutup.
o Membersihkan cawan Petri yang akan dipergunakan dan membungkusnya dengan kertas koran atau perkamen
o Memipet larutan garam fisiologis (LGF) sebanyak 9 mL dan masukan dalam tabung reaksi, menutupnya dengan tutup tabung reaksi atau sumbat dengan kapas.
o Memipet aquadest sebanyak 9 mL dan masukan dalam tabung reaksi, menutupnya dengan tutup tabung reaksi atau sumbat dengan kapas.
o Memipet aquadest sebanyak 225 mL dan masukan dalam botol bertutup.
o Memasukan tip yang merupakan pasangan micropipette ke dalam botol yang dialasi tisu dan diberi tutup.
o Mensterilisasi alat-alat diatas menggunakan autoclave dengan suhu 121oC
PERSIAPAN LARUTAN PENGENCER
o Untuk membuat LGF 0,85% diperlukan NaCl tekhnis sebanyak 0,85 g dan dilarutkan dalam 100 mL aquadest.
PERSIAPAN MEDIA NA (Nutrient Agar)
o Menimbang media NA sebanyak 23 gram
o Melarutkan media dalam aquadest sebanyak 1 liter
o Mengaduk sampai larut dan panaskan sampai tidak larutan bening
o Menutup dengan kapas dan sterilkan dengan autoclave 121oC selama 15 menit
PERSIAPAN SAMPLE
o Untuk sample air, pipet sebanyak 25 mL dan masukan dalam botol yang berisi aquadest steril sebanyak 225 mL, kocok selama 25 kali.
o Untuk sample baso, dihancurkan terlebih dahulu dengan menggunakan blender dan timbang sebanyak 25 mL dan masukan dalam botol yang berisi aquadest steril. Kocok selama 25 kali.
o Melakukan semua perlakuan diatas secara aseptis
INOKULASI
o Memipet larutan sample sebanyak 1 mL, dan memasukannya dalam tabung reaksi yang berisi larutan steril beri label 10-2
o Kemudian mengocok tabung tersebut dengan menggunakan vortex selama beberapa detik.
o Setelah dikocok pipet larutan dalam tabung tersebut sebanyak 1 mL dan masukan dalam tabung reaksi berisi larutan steril yang lain dan beri label 10-3
o Pipet kembali larutan dalam tabung 10-2 dan masukan dalam cawan Petri steril beri label 10-2 pada cawan
o Melakukan hal yang sama sampai tabung reaksi ke 10-7.
o Menuangkan media hangat ke dalam setiap cawan Petri yang sudah berisi larutan sample.
o Menggoyangkan Petri dengan cara memutarnya sehingga diperkirakan sample dan media dapat bercampur.
o Biarkan sampai media membeku
o Melakukan semua perlakuan diatas secara aseptis
INKUBASI
o Setelah media membeku, masukan dalam incubator dengan posisi terbalik (bagian tutup berada di bawah).
o Suhu selama inkubasi adalah 40oC selama ± 48 jam.
G. DATA PENGAMATAN
• SAMPLE AIR I METODE ALT
PENGENCERAN JUMLAH MIKROBA
KEL 1 KEL 2 KEL 3 KEL 4
10-3 17 3 1 2
10-4 11 - - -
10-5 4 - 3 (terkontaminasi jamur) 1
10-6 2 - - -
Kelompok 1 : 17 x 10-3 = 1,7 x 104
11 x 10-4 = 11 x 104
4 x 10-5 = 40 x 104
2 x 10-6 = 200 x 104
Sehingga dapat diketahui jumlah bakteri perkiraan adalah 1,7 x 104 koloni bakteri/mL
Kelompok 2 : 3 x 10-3 = 3 x 103
Sehingga dapat diketahui jumlah bakteri perkiraan adalah 3 x 103 koloni bakteri/mL.
Kelompok 3 : 1 x 10-3 = 1 x 103
3 x 10-4 = 30 x 103
Sehingga dapat diketahui jumlah bakteri perkiraan adalah 30 x 103 koloni bakteri/mL.
Kelompok 4 : 2 x 10-3 = 2 x 103
1 x 10-5 = 100 x 105
Sehingga daapt diketahui jumlah bakteri perkiraan adalah 2 x 103 koloni bakteri/mL.
• SAMPLE AIR II
PENGENCERAN JUMLAH MIKROBA
KEL 1 KEL 2
10-3 3 2
10-4 1 1
10-5 - 2
10-6 2 7
10-7 - 2
10-8 2 5
Kelompok 1 : 3 x 10-3 = 0,3 x 104
1 x 10-4 = 1 x 104
2 x 10-6 = 200 x 104
2 x 10-8 = 20000 x 104
Sehingga dapat diketahui jumlah bakteri perkiraan adalah 1 x 104 koloni bakteri/mL
Kelompok 2 : 2 x 10-3 = 0,2 x 104
1 x 10-4 = 1 x 104
2 x 10-5 = 20 x 104
7 x 10-6 = 700 x 104
2 x 10-7 = 2000 x 104
5 x 10-8 = 20000 x 104
Sehingga dapat diketahui Jumlah bakteri perkiraan adalah 1 x 104 koloni bakteri/mL
• SAMPLE BASO
PENGENCERAN JUMLAH MIKROBA
KEL 3 KEL 4
10-3 507 400
10-4 290 12
10-5 38 55
10-6 6 7
10-7 6 6
10-8 4 4
Kelompok 3 : 507 x 10-3 = 5,07 x 105
290 x 10-4 = 29,0 x 105
38 x 10-5 = 38 x 105
6 x 10-6 = 60 x 105
6 x 10-7 = 600 x 105
4 x 10-8 = 4000 x 105
Sehingga dapat diketahui jumlah bakteri adalah 38 x 105 koloni bakteri/mL
Kelompok 4 : 400 x 10-3 = 4,00 x 105
12 x 10-4 = 1,2 x 105
55 x 10-5 = 55 x 105
7 x 10-6 = 70 x 105
6 x 10-7 = 600 x 105
4 x 10-8 = 4000 x 105
Sehingga daapt diketahui jumlah bakteri adalah 55 x 105 koloni bakteri/mL
H. PEMBAHASAN
Praktikum pengujian mikrobiologi ini dibedakan berdasarkan sample yang dianalisa. Terdapat 2 sample yang dianalisa, yaitu air dan baso. Pada raktikum yang pertama, semua kelompok menganalisa jumlah mikroba yang terdapat dalam air. Dan untuk analisa yang kedua kelompok 1 dan 2 menganalisa mikroba dalam air sedangkan baso dianalisa olah kelompok 3 dan 4.
Sebelum praktikum dilakukan, perlakuan sterilisasi tidak hanya dilakukan pada alat dan media, meja kerja serta tangan praktikan disemprot dengan alcohol 70% unutk menghindarai kontaminasi mikroba yang tidak diinginkan.
• SAMPLE AIR
Sample air yang dipergunakan saat praktikum diambil dari air yang kran yang ada di laboratorium, dengan melakukan pengujian mikroba maka dapat diketahui berapa jumlah atau kandungan mikroba dalam sample.
Setelah sample disiapkan, maka langkah selanjutnya adalah memasukan sample ke dalam botol yang berisi aquadest steril 225 mL, hal ini dilakukan secara aseptis (steril). Untuk mendapatkan suasana steril maka setiap langkah kerja dilakukan di dekat api Bunsen atau spirtus. Kemudian botol dikocok secara manual dengan tangan sebanyak 25 kali.
Setelah sample sudah dilarutkan dalam aquadest steril, maka langkah selanjutnya adalah memipet larutan sample dalam botol sebanyak 1 mL dan masukan dalam tabung reaksi yang berisi aquadest steril sebanyak 9 mL, kemudian kocok dengan menggunakan vortex, pengocokan dengan menggunakan vortex ini bertujuan untuk mengencerkan larutan sample dengan aquadest steril dalam tabung, sehingga tabung reaksi tersebut diberi label pengenceran 10-2.
Pengenceran dari 10-2 tersebut diambil lagi sebanyak 2 mL. 1 mL dimasukan dalam tabung reaksi yang lain (yang kemudian diberi label 10-3), dan 1 mL yang lain dimasukan dalam cawan Petri steril.
Kemudian media NA (Nutrien Agar) dituangkan pada cawan petri yang berisi sample dari pengenceran 10-2, setelah itu kocok petri dengan cara menggoyangkannya sehingga diperkirakan sample dan media telah bercampur. Pengenceran serta penambahan media terus dilakukan sampai pengenceran 10-6, prosedur serta cara pengenceran dilakukan seperti diatas.
Setelah media mengeras, kemudian diinkubasikan dalam incubator dengan suhu ±45oC selama 2 hari (48 jam). Cawan petri yang berisi campuran media NA dan sample dalam incubator diletakan secara terbalik, posisi terbalik ini dimaksudkan untuk menghindari tercampurnya uap yang dihasilkan dengan media. Karena apabila cawan Petri diletakan secara terbalik maka uap yang dihasilkan dari media akan tertampung pada tutupnya dan menetes ke bawah (media).
Perlakuan blanko juga dilakukan pada pengujian mikrobiologi ini, blanko adalah perlakuan yang sama dengan proses serta prosedur yang sama, hanya saja tanpa sample. media blanko juga diinkubasikan selama 2 hari. Berdasarkan teori, blanko seharusnya tidak tercemar oleh mikroba jika dilakukan dengan baik secara aseptis dan berdasarkan hasil pengamatan maka dapat diketahui pada hasil blanko kelompok 3 tercemar oleh mikroba sebanyak 1 koloni. Terjadinya cemaran ini dapat disebabkan karena selama praktikum meja kerja serta tangan praktikan tidak disterilkan terlebih dahulu dengan alcohol 70% atau karena saat menuangkan media tidak dilakukan secara aseptis.
Selain blanko yang terkontaminasi, cawan petri ysng berisi sample pun terkontaminasi oleh jamur, hal ini dialami oleh kelompok 3 pada cawan yang berisi sample dari pengenceran 10-4. Kontaminasi ini dapat disebabkan saat menuangkan media atau memasukan sample perlakuan aseptis tidak dilakukan secara maksimal.
Pengamatan dan perhitungan dilakukan setelah 2 hari dinkubasikan, koloni-koloni bakteri akan terlihat pada dasar cawan Petri tersebut, koloni bakteri berbentuk bulatan-bulatan kecil yang ukurannya bervariasi.
Berdasarkan pengamatan dan perhitungan maka dapat diketahui bahwa untuk kelompok 1 jumlah bakteri perkiraannya adalah 1,7 x 104 koloni bakteri/mL, kelompok 2 jumlah bakteri perkiraannya adalah 3 x 103 kononi bakteri/mL, kelompok 3 jumlah bakteri perkiraannya adalah 30 x 103 koloni bakteri/mL, dan kelompok 4 adalah 2 x 103 koloni bakteri/mL.
Karena setiap cawan tidak ada yang berjumlah antara 25-250 koloni bakteri, maka perhitungan diatas berdasarkan pada peraturan perhitungan “Jika rata-rata jumlah koloni masing-masing cawan tidak terletak antara 25 dan 250 koloni, hitung jumlah koloni dari masing-masing koloni san nyatakan sebagai jumlah bbakteri perkiraan per milliliter atau gram.”
• SAMPLE AIR II
Pada praktikum yang kedua, sample yang dipergunakan masih air yang diambil dari sumber yang sama, yaitu dari kran di laboratorium pengujian. Pengujian dengan sample ini tidak dilakukan oleh semua kelompok, pengujian untuk sample air dilakukan oleh kelompok 1 dan 2, selain itu yang berbeda adalah jumlah pengenceran yang dilakukan, yaitu dari pengenceran 10-3 sampai pada 10-8.
Untuk pengencer yang dipergunakan saat pengujian yang kedua ini tidak lagi aqudest steril tetapi larutan garam fisiologis 0,85% (LGF) yang steril. Jumlah LGF sebagai pengencer masih sama yaitu 9 mL untuk masing-masing tabung reaksi. Pengencer dalam botol untuk sample juga masih berjumlah sama yaitu 225 mL LGF steril.
Semua pengujian dilakukan seperti saat praktikum yang pertama. Baik langkah kerja, persiapan alat, pesiapan media, persiapan sample, dll. Hanya saja karena pengencer yang diipergunakan adalah LGF 0,85% maka terlebih dahulu membuat LGF 0,85% tersebut.
LGF 0,85% adalah larutan garam tekhnis yang dipergunakan untuk membantu mengembangbiakan bakteri, apabila konsentrasi LGF lebih tinggi dari ini maka bakteri tidak dapat tumbuh, karena garam memiliki sifa antibakteri.
Media yang dipergunakan masih sama yaitu media NA (Nutrient Agar), hal ini dikarenakan yang akan dikembangkan adalah bakteri, dan media NA adalah media yang diipergunakan untuk mengembangkan bakteri.
Perlakuan blanko juga dilakukan untuk pengujian yang kedua ini, masing-masing kelompok mengerjakan 1 cawan yang hanya berisi media saja. Setelah diinkubasikan selama 2 hari dalam incubator maka dapat diketahui bahwa cawan blanko terkontaminasi.
Kontaminasi pada blanko terjadi pada kedua kelompok. Untuk kelompok 1, blanko terkontaminasi oleh 11 koloni mikroba. Sedangkan untuk kelompok 2 blanko terkontaminasi oleh 15 koloni mikroba. Hal ini dapat terjadi karena perlakuan aseptis tidak dilakukan dengan baik oleh masing-masing kelompok.
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan, maka dapat diketahui bahwa pada kelompok 1 jumlah bakteri perkiraannya adalah 1 x 104, dan untuk kelompok 2 adalah 1 x 104. Hasil yang sama ini menunjukan bahwa presisi dan akurasi pengujian sangat tinggi
• SAMPLE BASO
Masih ada praktikum yang kedua, sample yang dipergunakan adalah baso dlama kemasan yang banyak beredar di pasaran, sample baso yang dipakai pada saat praktikum akan mencapai masa kadaluarsa. Sample ini dipergunakan oleh kelompok 3 dan 4, jumlah pengenceran yang dilakukan sama dengan kelompok lain yang mengerjakan sample air, yaitu dari pengenceran 10-3 sampai pada 10-8.
Untuk pengencer yang dipergunakan saat pengujian yang kedua ini pun sama dengan pengujian sample air yang kedua yaitu dengan larutan garam fisiologis 0,85% (LGF) yang steril. Jumlah LGF sebagai pengencer masih sama yaitu 9 mL untuk masing-masing tabung reaksi. Pengencer dalam botol untuk sample juga masih berjumlah sama yaitu 225 mL LGF steril.
Karena sample yang dipergunakan adalah baso yang bersifat padat, maka sebelum dipergunakan harus dihaluskan terlebih dahulu. Proses penghalusan dilakukan dengan menggunakan blender. Setelah dihaluskan baru kemudian sample ditimbang sebanyah 25 gram. Dan kemudian dimasukan dalam botol berisi LGF steril 225 mL.
Media yang dipergunakan masih sama yaitu media NA (Nutrient Agar), hal ini dikarenakan yang akan dikembangkan adalah bakteri, dan media NA adalah media yang diipergunakan untuk mengembangkan bakteri.
Perlakuan blanko juga dilakukan untuk pengujian dengan sample baso, perlakuan balnko untuk kelompok 3 dilakukan sebanyak 2 cawan (duplo) dan kelompok 4 sebanyak 1 cawan. Setelah diinkubasikan selama 2 hari dalam incubator maka dapat diketahui bahwa cawan blanko terkontaminasi seperti halnya pada kelompok 1 dan 2 .
Kontaminasi pada blanko terjadi pada kedua kelompok. Untuk kelompok 3 blanko pertama terkontaminasi oleh 53 koloni mikroba dan yang yang kedua terkontaminasi oleh 84 koloni mikroba. Sedangkan untuk kelompok 4 blanko terkontaminasi oleh 3 koloni mikroba. Hal ini dapat terjadi karena perlakuan aseptis tidak dilakukan dengan baik oleh masing-masing kelompok.
karena terdapat koloni yang berjumlah antara 25-250 koloni maka dapat diketahui bahwa jumlah bakteri untuk sample baso pada kelompok 3 jumlah bakteri adalah 38 x 105, dan untuk kelompok 4 adalah 55 x 105.
I. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum, pengamatan dan perhitungan, maka dapat diketahui bahwa jumlah bakteri dengan menggunakan metode Angka Lempeng Total (ALT) pada sampel air yang pertama tidak didapatkan hasil koloni bakteri yang sesuai dengan angka pengenceran. Karena jumlah koloni yang ada tidak termasuk dalam rentan 25-250 koloni bakteri sehingga hasilnya dinyatakan dalam jumlah bakteri perkiraan.
Sedangkan untuk sampel baso didapat rata-rata jumlah bakteri sebanyak 4,6 x 106 bakteri/mL. hal ini mengindikasikan bahwa sample bakso yang dipergunakan sudah tercemar dan mutu produknya sudah turun.
J. DAFTAR PUSTAKA
• Dwidjoseputro. 2005. DASAR-DASAR MIKROBIOLOGI. Jakarta : Penerbit Djambatan.
• Supardi, Imam. 1999. MIKROBIOLOGI DALAM PENGOLAHAN DAN KEAMANAN PANGAN. Bandung : Yayasan Adikarya Ikapi
• Jennie, Betty Sri Laksmi. 1978. MIKROBIOLOGI HASIL PERTANIAN. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
• Muctadi, Deddy. 1980. PETUNJUK PRAKTIK MIKROBIOLOGI. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
MSDS
HCl
1. IDENTIFIKASI PRODUK
Nama : Asam klorida, reagen ACS
Identifikasi perusahaan : acros organics N.V
One reagent lane
Fairlawn, NJ 07410
Untuk informasi di Amerika Utara, telp : 800-ACROS-01
Untuk informasi bahaya di US, telp : CHEMTREC:800-424-4300
2. KOMPOSISI/INFORMASI KANDUNGAN BAHAN
CAS # BAHAN % EINECS#
7647-01-0 Asam klorida 37 % 231-595-7
7732-18-5 air seimbang 231-791-2
Symbol bahaya : C
Resiko : R34 : menyebabkan luka baker
R37 : gangguan system pernafasan
3. IDENTIFIKASI BAHAYA
Tinjauan keadaan darurat
Kenampakan :
bersih, tidak berwarna sampai kuning muda
Bahaya korosif, sensitive, menyebabkan luka baker pada kulit dan mata, dapat menyebabkan gangguan pernafasan, dan efek samping yang berdampak buruk bagi saluran pencernaan.
Dampak kesehatan
Mata :
menyebabkan luka permanent pada mata, uap/percikan dapat mengakibatkan iritasi dan luka baker yang parah. Kontak dengan cairan secara langsung mengakibatkan luka baker baik pada kulit maupun mata, menyebabkan rasa sakit dan peka terhadap cahaya
Kulit :
dalam jumlah yang banyak dapat membahayakan bagi kulit, cairan bersifat korosif apabila kontak dengan kulit akan menyebabkan luka baker dan koreng (borok).
Saluran pembuangan :
efek samping yang berbahaya dapat mengakibatkan kerusakan/gangguan pada system pencernaan, seperti sakit di sekitar perut, muntah-muntah, dan kemungkinan kematian, dapat menyebabkan kerusakan permanent pada jaringan espagus dan system pencernaan.
Pernafasan :
menyebabkan iritasi parah pada saluran pernafasan atas, seperti batuk-batuk, luka pada tenggorokan, sesak nafas, dan kemungkinan koma. Menyebabkan penyakit paru-paru dan gangguan pernafasan.
Kronis :
Apabila sering terkena kulit dan terpapar terlalu lama dapat menyebabkan dermatitis, apabila terlalu sering berkenaan dengan bahan dapat menyebabkan erosi pada gigi.
4. PERTOLONGAN PERTAMA
Mata :
bilas mata dengan air mengalir krang lebih selama 15 menit, dan segera mencari pertolongan medis, JANGAN mengedipkan mata atau membiarkannya tertutup.
Kulit :
segera mencari pertolongan medis, bilas daerah yang terkena dengan air yang banyak selama kurang lebih 15 menit, tanggalkan pakaian atau sepatu yang terkena oleh bahan atau terkontaminasi
Saluran pembuangan :
JANGAN dimuntahkan, apabila korban dalam keadaan yang membahayakan/kritis, berikan 2-4 cangkir penuh susu atau air, dan segera mencari pertolongan medis.
Pernafasan :
segera cari udara segar dan jauhkan dari sumber bahaya. jika tidak bernafas, berikan bantuan nafas (nafas buatan). Jika sesak nafas , berikan oksigen. Segera cari pertolongan medis.
5. CARA MEMADAMKAN KEBAKARAN
Informasi umum
Gunakan pakaian pelindung, dan peralatan pernafasan, MSHA/NIOSH, dan perlengkapan lainnya yang dapat melindungi. Bahan tidak mudah terbakar akan tetapi bereaksi dengan sebagian besar logam, menjadi gas hydrogen yang mudah terbakar. Semprotkan air untuk mencegah api meluas
6. TINDAKAN PENYELAMATAN
Informasi umum :
gunakan APD (Alat Pelindung Diri) seperti yang disarankan pada point ke 8
Tumpahan/kebocoran :
tumpahan yang banyak dapat dinetralisir dengan cairan alkaline abu soda encer. Untuk mengambil tumpahan gunakan bahan yang dapat menyerap akan tetapi tidak berbahaya seperti tanah, pasir, vermiculite.
7. PENANGANAN DAN PENYIMPANAN
Penanganan :
Cuci tangan setelah menangani bahan. Tanggalkan pakaian yang diduga terkontaminasi dan cuci sebelum digunakan kembali. Cari tempat yang mempunyai sirkulasi udara yang memadai. Jangan sampai terkena kulit atau mata, jangan terhirup atau tertelan.
Penyimpanan :
Jauhkan dari udara panas dan api. Jangan disimpan ditempat yang terkena sinar matahari langsung. Simpan di tempat yang sejuk, kering, dengan sirkulasi udara yang baik.
8. PENGAWASAN DAN PERLINDUNGAN PERSONAL
Pengawasan terhadap pekerja :
Gunakan ruangan yang mempunyai saluran pembuangan udara/uap untuk mengurangi keadaan bahaya bagi pekerja.
Peralatan pelindung diri untuk pekerja
Mata :
gunakan kacamata yang melindungi, atau gunakan goggles seperti yang dianjurkan oleh OSHA, atau menurut standar Eropa EN 166
Kulit :
gunakan sarung tangan pelindung untuk mencegah terjadinya luka pada kulit
Pakaian :
gunakan pakaian yang dapat melindungi badan dengan baik
9. SIFAT-SIFAT FISIK BAHAN KIMIA
Kenampakan Bersih, tak berwarna sampai kuning muda
Bau Kuat, menyengat
Daya larut 823 g/L air pada 32 F
Kepadatan 1.16-1.19
pH 1.1 (0.1 N sol)
% penguapan dalam volume @ 21 C (70 F). Tidak tersedia
Titik didih 230 derajat F
Titik lebur -101 derajat F
Uap (udara=1) 1.257
Tekanan uap 160 mm Hg
Tingkat penguapan (butyl asetat = 1) 2.0
Rumus molekul : HCl
Berat molekul : 36.46
10. KESTABILAN DAN DAYA REAKSI
Stabilitas bahan kimia :
stabil dibawah temperature normal dan bertekanan
Dijauhkan pada kondisi :
bahan yang tidak sesuai, cahaya
Bahan-bahan yang tidak sesuai :
Asetat, asetat anhidrat, ammonium hidroksida, kalsium karbonat, kalsium phosphate, sodium, sodium hidroksida, asam sulfat.
Bahaya dekomposisi produk :
Hydrogen klorida, klorin, karbon monoksida, gas hydrogen
11. INFORMASI KERACUNAN
Karsinigenik : asam klorida, reagen ACS
IARC : grup 3 karsinogen
Epidemiologi : informasi tidak tersedia
Efek reproduksi : informasi tidak tersedia
12. INFORMASI EKOLOGI
Bahaya lingkungan :
Ikan air tawar LC100=10 mg/L/24 jam, udang LC50=100-300 ppm, bintang laut LC50=100-330 mg/L/48 jam, kepiting LC50=240 mg/L/48 jam
Keadaan lingkungan :
Substansi akan ternetralisir soil karbonat-berdasarkan komponennya
Fisik/Kimia :
Informasi tidak tersedia
13. PERTIMBANGAN PEMBUANGAN
Pengaturan limbah berdasarkan Negara, wilayah kesatuan, Negara bagian yang bersangkutan
14. INFORMASI TAMBAHAN
MSDS dibentuk pada tanggal : 9 November 1995, Revisi #4 tanggal 28 April 1998
Keakuratan informasi diatas dapat dipertanggungjawabkan, untuk informasi yang lebih jelas dan detail dapat menghubungi kami.
PERAK NITRAT
1. IDENTIFIKASI PERUSAHAAN DAN PRODUK KIMIA
Nama MSDS : Perak nitrat
Identifikasi perusahaan : Fisher Scientific
1 reagen lane
Fairlawn, NJ 07410
Untuk informasi : telp : 201-796-7100
Nomor darurat : 201-796-7100
2. KOMPOSISI DAN INFORMASI KANDUNGAN BAHAN
CAS# Bahan kimia % EINECS/ELINCS
7761-88-8 Asam nitrat, garam perak (1+) 100 231-853-9
Symbol bahaya : O C N
Resiko : R34 : menyebabkan luka baker
R8 : kontak dengan bahan yang mudah terbakar dapat menimbulkan kebakaran
R50/53 : sangat beracun terhadap organisme air, dapat menimbulkan dampak buruk dalam jangka panjang pada lingkungan air.
3. IDENTIFIKASI BAHAYA
Kenampakan :
tidak berwarna atau putih
BAHAYA, oksidator kuat, kontak dengan bahan lain dapat menimbulkan kebakaran, menyebabkan kerusakan pada hati, korosif, menyebabkan luka baker pada kulit dan mata, menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan dan pencernaan.
Dampak kesehatan
Mata :
menyebabkan luka bakar tak tersembuhkan, dan kerusakan kornea
Kulit :
menyebabkan luka bakar, menyebabkan ruam pada kulit (dalam beberapa kasus).
Saluran pembuangan :
menyebabkan kerusakan permanent pada jaringan pencernaan, dosis yang mematikan untuk manusia sebanyak 2 gram
Pernafasan :
menyebabkan iritasi/gangguan pada system pernafasan atas, seperti batuk-batuk, luka bakar, sesak nafas, dan kemungkinan koma.
Kronis :
menyebabkan methemoglobinemia, cirri-cirinya adalah darah berwarna kecoklatan, pusing, lesu, nafas pendek, detak jantung cepat, dengan kemungkinan kematian. Efek samping mungkin akan terjadi secara perlahan-lahan, untuk sakit pada system pernafasan atau pencernaan yang kronis menimbulkan ciri-ciri argyria dengan warna mata menjadi kebiruan, begitu pula pada kulit dan membrane lainnya. Apabila terkena kulit dengan kondisi parah akan mengubah warna kulit secara permanent.
4. TINDAKAN PERTOLONGAN PERTAMA
Mata :
segera cari pertolongan medis, jangan menutup atau mengedipkan mata, bilas dengan air yang mengalir secara intensif (± 30 menit).
Kulit :
segera cari pertolongan medis. segera bilas kulit yang terluka dengan sabun dan air selam kurang lebih 15 menit. Lepaskan pakaian/sepatu yang terkontaminasi.
Saluran pembuangan :
jangan dimuntahkan, jika korban dalam keadaan yang bahaya segera berikan 2-4 cangkir penuh susu atau air. Jangn berikan apapun kedalam mulut korban, segera cari pertolongan medis
Pernafasan :
segera cari pertolongan medis, cari udara segar dan segera jauhkan dari sumber bahaya. Jika tidak bernafas, berikan nafas buatan. Jika sesak nafas berikan oksigen. Jangan berikan bantuan pernafasan dari mulut ke mulut, gunakan peralatan medis, seperti masker, dll.
5. CARA MEMADAMKAN KEBAKARAN
Informasi umum :
Gunakan pakaian pelindung diri dan peralatan pernafasan. Merupakan oksidator kuat apabila kontak dengan bahan lain, dapat menimbulkan kebakaran, selama proses kebakaran akan menimbulkan gas yang bersifat iritan dan sangat beracun, gunakan pakaian pelindung untuk menghindari terjadinya kontak dengan kulit dan mata, gunakan alat Bantu pernafasan.
6. TINDAKAN PENYELAMATAN
Informasi umum :
gunakan alat pelindung diri, seperti yang disarankan pada point 8.
Tumpahan/Kebocoran :
sedot/lap barang atau tempat yang terkena kontaminasi dan buang ke tempat penampungan limbah, bersihkan tumpahan secepat mungkin, jangan gunakan benda yang tidak dapat membersihkan secara optimal seperti kertas tisu untuk membersihkan/mengelap tumpahan
7. PENANGANAN DAN PENYIMPANAN
Penanganan :
cuci dengan baik setelah bersentuhan/menangani bahan. Jangan sampai terkena mata, kulit ataupun pakaian. Jaga agar bahan selalu dalam keadaan tertutup. Jangan terhirup/tertelan. Jangan disimpan didekat bahan yang tidak sesuai.
Penyimpanan :
jauhkan dari sumber penyalaan. Jangan disimpan berdekatan dengan bahan yang tidak sejenis. Wadah bahan selalu dalam keadaan tertutup apabila tidak sedang digunakan. Simpan dalam wadah yang dapat menutup dengan rapat. Simpan di tempat yang sejuk, kering dan mempunyai sirkulasi udara yang baik.
8. PENGAWASAN DAN PERLINDUNGAN PEKERJA
Pengawasan pekerja :
fasilitas penyimpanan atau penangana bahan ini harus dilengkapi dengan bak pencuci tangan dan shower. Pergunakan ruangan yang mempunyai sirkulasi udara yang baik.
Peralatan perlindungan personal
Mata :
gunakan kacamata pelindung atau goggles yang tahan terhadap bahan kimia.
Kulit :
gunakan sarung tangan untuk mennghindari terjadinya kontak dengan kulit. Gunakan sarung tangan yang dapat melindungi dengan baik.
Pakaian :
gunakan pakaian pelindung untuk memperkecil kemungkinan kontak dengan kulit.
9. SIFAT FISIK DAN KIMIA BAHAN
Bentuk fisik Padatan
kenampakan Tidak berwarna atau putih
bau Tidak berbau
pH -
kelarutan -
Titik didih 824 F
Titik beku 414 F
Suhu teruraikan 824 F
NFPA Kesehatan 3
Mudah terbakar 0
Rektan 1
Rumus molekul AgNO3
Berat molekul 169,8731
10. KESTABILAN DAN DAYA REAKSI
Stabilitas :
stabil dibawah suhu normal bertekanan
Hindari kondisi :
dengan bahan yang tidak sesuai dan bahan reduksi
Tidak sesuai dengan bahan :
asam kuat, basa kuat, bahan pereduksi kuat, bahan oksidator kuat.
Bahaya dekomposisi bahan :
gas yang beracun dan iritan, oksida atau perak.
11. INFORMASI KERACUNAN
Kasinogenik : CAS# 7761-88-8
12. INFORMASI EKOLOGI
Informasi tidak tersedia
13. PERTIMBANGAN LIMBAH
Bahan harus dibuang sebagai limbah kimia yang berbahaya, konsultasikan berdasarkan peraturan pemerintah local atau Negara bagian untuk pembuangan limbah berbahaya.
14. INFORMASI PENGANGKUTAN
Informasi tidak tersedia
15. INFORMASI TAMBAHAN
MSDS dibuat pada tanggal : 17 Mei 1999
Revisi #5 tanggal : 6 Oktober 2000
Keakuratan Informasi dan keterangan diatas dapat dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan
1. IDENTIFIKASI PRODUK
Nama : Asam klorida, reagen ACS
Identifikasi perusahaan : acros organics N.V
One reagent lane
Fairlawn, NJ 07410
Untuk informasi di Amerika Utara, telp : 800-ACROS-01
Untuk informasi bahaya di US, telp : CHEMTREC:800-424-4300
2. KOMPOSISI/INFORMASI KANDUNGAN BAHAN
CAS # BAHAN % EINECS#
7647-01-0 Asam klorida 37 % 231-595-7
7732-18-5 air seimbang 231-791-2
Symbol bahaya : C
Resiko : R34 : menyebabkan luka baker
R37 : gangguan system pernafasan
3. IDENTIFIKASI BAHAYA
Tinjauan keadaan darurat
Kenampakan :
bersih, tidak berwarna sampai kuning muda
Bahaya korosif, sensitive, menyebabkan luka baker pada kulit dan mata, dapat menyebabkan gangguan pernafasan, dan efek samping yang berdampak buruk bagi saluran pencernaan.
Dampak kesehatan
Mata :
menyebabkan luka permanent pada mata, uap/percikan dapat mengakibatkan iritasi dan luka baker yang parah. Kontak dengan cairan secara langsung mengakibatkan luka baker baik pada kulit maupun mata, menyebabkan rasa sakit dan peka terhadap cahaya
Kulit :
dalam jumlah yang banyak dapat membahayakan bagi kulit, cairan bersifat korosif apabila kontak dengan kulit akan menyebabkan luka baker dan koreng (borok).
Saluran pembuangan :
efek samping yang berbahaya dapat mengakibatkan kerusakan/gangguan pada system pencernaan, seperti sakit di sekitar perut, muntah-muntah, dan kemungkinan kematian, dapat menyebabkan kerusakan permanent pada jaringan espagus dan system pencernaan.
Pernafasan :
menyebabkan iritasi parah pada saluran pernafasan atas, seperti batuk-batuk, luka pada tenggorokan, sesak nafas, dan kemungkinan koma. Menyebabkan penyakit paru-paru dan gangguan pernafasan.
Kronis :
Apabila sering terkena kulit dan terpapar terlalu lama dapat menyebabkan dermatitis, apabila terlalu sering berkenaan dengan bahan dapat menyebabkan erosi pada gigi.
4. PERTOLONGAN PERTAMA
Mata :
bilas mata dengan air mengalir krang lebih selama 15 menit, dan segera mencari pertolongan medis, JANGAN mengedipkan mata atau membiarkannya tertutup.
Kulit :
segera mencari pertolongan medis, bilas daerah yang terkena dengan air yang banyak selama kurang lebih 15 menit, tanggalkan pakaian atau sepatu yang terkena oleh bahan atau terkontaminasi
Saluran pembuangan :
JANGAN dimuntahkan, apabila korban dalam keadaan yang membahayakan/kritis, berikan 2-4 cangkir penuh susu atau air, dan segera mencari pertolongan medis.
Pernafasan :
segera cari udara segar dan jauhkan dari sumber bahaya. jika tidak bernafas, berikan bantuan nafas (nafas buatan). Jika sesak nafas , berikan oksigen. Segera cari pertolongan medis.
5. CARA MEMADAMKAN KEBAKARAN
Informasi umum
Gunakan pakaian pelindung, dan peralatan pernafasan, MSHA/NIOSH, dan perlengkapan lainnya yang dapat melindungi. Bahan tidak mudah terbakar akan tetapi bereaksi dengan sebagian besar logam, menjadi gas hydrogen yang mudah terbakar. Semprotkan air untuk mencegah api meluas
6. TINDAKAN PENYELAMATAN
Informasi umum :
gunakan APD (Alat Pelindung Diri) seperti yang disarankan pada point ke 8
Tumpahan/kebocoran :
tumpahan yang banyak dapat dinetralisir dengan cairan alkaline abu soda encer. Untuk mengambil tumpahan gunakan bahan yang dapat menyerap akan tetapi tidak berbahaya seperti tanah, pasir, vermiculite.
7. PENANGANAN DAN PENYIMPANAN
Penanganan :
Cuci tangan setelah menangani bahan. Tanggalkan pakaian yang diduga terkontaminasi dan cuci sebelum digunakan kembali. Cari tempat yang mempunyai sirkulasi udara yang memadai. Jangan sampai terkena kulit atau mata, jangan terhirup atau tertelan.
Penyimpanan :
Jauhkan dari udara panas dan api. Jangan disimpan ditempat yang terkena sinar matahari langsung. Simpan di tempat yang sejuk, kering, dengan sirkulasi udara yang baik.
8. PENGAWASAN DAN PERLINDUNGAN PERSONAL
Pengawasan terhadap pekerja :
Gunakan ruangan yang mempunyai saluran pembuangan udara/uap untuk mengurangi keadaan bahaya bagi pekerja.
Peralatan pelindung diri untuk pekerja
Mata :
gunakan kacamata yang melindungi, atau gunakan goggles seperti yang dianjurkan oleh OSHA, atau menurut standar Eropa EN 166
Kulit :
gunakan sarung tangan pelindung untuk mencegah terjadinya luka pada kulit
Pakaian :
gunakan pakaian yang dapat melindungi badan dengan baik
9. SIFAT-SIFAT FISIK BAHAN KIMIA
Kenampakan Bersih, tak berwarna sampai kuning muda
Bau Kuat, menyengat
Daya larut 823 g/L air pada 32 F
Kepadatan 1.16-1.19
pH 1.1 (0.1 N sol)
% penguapan dalam volume @ 21 C (70 F). Tidak tersedia
Titik didih 230 derajat F
Titik lebur -101 derajat F
Uap (udara=1) 1.257
Tekanan uap 160 mm Hg
Tingkat penguapan (butyl asetat = 1) 2.0
Rumus molekul : HCl
Berat molekul : 36.46
10. KESTABILAN DAN DAYA REAKSI
Stabilitas bahan kimia :
stabil dibawah temperature normal dan bertekanan
Dijauhkan pada kondisi :
bahan yang tidak sesuai, cahaya
Bahan-bahan yang tidak sesuai :
Asetat, asetat anhidrat, ammonium hidroksida, kalsium karbonat, kalsium phosphate, sodium, sodium hidroksida, asam sulfat.
Bahaya dekomposisi produk :
Hydrogen klorida, klorin, karbon monoksida, gas hydrogen
11. INFORMASI KERACUNAN
Karsinigenik : asam klorida, reagen ACS
IARC : grup 3 karsinogen
Epidemiologi : informasi tidak tersedia
Efek reproduksi : informasi tidak tersedia
12. INFORMASI EKOLOGI
Bahaya lingkungan :
Ikan air tawar LC100=10 mg/L/24 jam, udang LC50=100-300 ppm, bintang laut LC50=100-330 mg/L/48 jam, kepiting LC50=240 mg/L/48 jam
Keadaan lingkungan :
Substansi akan ternetralisir soil karbonat-berdasarkan komponennya
Fisik/Kimia :
Informasi tidak tersedia
13. PERTIMBANGAN PEMBUANGAN
Pengaturan limbah berdasarkan Negara, wilayah kesatuan, Negara bagian yang bersangkutan
14. INFORMASI TAMBAHAN
MSDS dibentuk pada tanggal : 9 November 1995, Revisi #4 tanggal 28 April 1998
Keakuratan informasi diatas dapat dipertanggungjawabkan, untuk informasi yang lebih jelas dan detail dapat menghubungi kami.
PERAK NITRAT
1. IDENTIFIKASI PERUSAHAAN DAN PRODUK KIMIA
Nama MSDS : Perak nitrat
Identifikasi perusahaan : Fisher Scientific
1 reagen lane
Fairlawn, NJ 07410
Untuk informasi : telp : 201-796-7100
Nomor darurat : 201-796-7100
2. KOMPOSISI DAN INFORMASI KANDUNGAN BAHAN
CAS# Bahan kimia % EINECS/ELINCS
7761-88-8 Asam nitrat, garam perak (1+) 100 231-853-9
Symbol bahaya : O C N
Resiko : R34 : menyebabkan luka baker
R8 : kontak dengan bahan yang mudah terbakar dapat menimbulkan kebakaran
R50/53 : sangat beracun terhadap organisme air, dapat menimbulkan dampak buruk dalam jangka panjang pada lingkungan air.
3. IDENTIFIKASI BAHAYA
Kenampakan :
tidak berwarna atau putih
BAHAYA, oksidator kuat, kontak dengan bahan lain dapat menimbulkan kebakaran, menyebabkan kerusakan pada hati, korosif, menyebabkan luka baker pada kulit dan mata, menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan dan pencernaan.
Dampak kesehatan
Mata :
menyebabkan luka bakar tak tersembuhkan, dan kerusakan kornea
Kulit :
menyebabkan luka bakar, menyebabkan ruam pada kulit (dalam beberapa kasus).
Saluran pembuangan :
menyebabkan kerusakan permanent pada jaringan pencernaan, dosis yang mematikan untuk manusia sebanyak 2 gram
Pernafasan :
menyebabkan iritasi/gangguan pada system pernafasan atas, seperti batuk-batuk, luka bakar, sesak nafas, dan kemungkinan koma.
Kronis :
menyebabkan methemoglobinemia, cirri-cirinya adalah darah berwarna kecoklatan, pusing, lesu, nafas pendek, detak jantung cepat, dengan kemungkinan kematian. Efek samping mungkin akan terjadi secara perlahan-lahan, untuk sakit pada system pernafasan atau pencernaan yang kronis menimbulkan ciri-ciri argyria dengan warna mata menjadi kebiruan, begitu pula pada kulit dan membrane lainnya. Apabila terkena kulit dengan kondisi parah akan mengubah warna kulit secara permanent.
4. TINDAKAN PERTOLONGAN PERTAMA
Mata :
segera cari pertolongan medis, jangan menutup atau mengedipkan mata, bilas dengan air yang mengalir secara intensif (± 30 menit).
Kulit :
segera cari pertolongan medis. segera bilas kulit yang terluka dengan sabun dan air selam kurang lebih 15 menit. Lepaskan pakaian/sepatu yang terkontaminasi.
Saluran pembuangan :
jangan dimuntahkan, jika korban dalam keadaan yang bahaya segera berikan 2-4 cangkir penuh susu atau air. Jangn berikan apapun kedalam mulut korban, segera cari pertolongan medis
Pernafasan :
segera cari pertolongan medis, cari udara segar dan segera jauhkan dari sumber bahaya. Jika tidak bernafas, berikan nafas buatan. Jika sesak nafas berikan oksigen. Jangan berikan bantuan pernafasan dari mulut ke mulut, gunakan peralatan medis, seperti masker, dll.
5. CARA MEMADAMKAN KEBAKARAN
Informasi umum :
Gunakan pakaian pelindung diri dan peralatan pernafasan. Merupakan oksidator kuat apabila kontak dengan bahan lain, dapat menimbulkan kebakaran, selama proses kebakaran akan menimbulkan gas yang bersifat iritan dan sangat beracun, gunakan pakaian pelindung untuk menghindari terjadinya kontak dengan kulit dan mata, gunakan alat Bantu pernafasan.
6. TINDAKAN PENYELAMATAN
Informasi umum :
gunakan alat pelindung diri, seperti yang disarankan pada point 8.
Tumpahan/Kebocoran :
sedot/lap barang atau tempat yang terkena kontaminasi dan buang ke tempat penampungan limbah, bersihkan tumpahan secepat mungkin, jangan gunakan benda yang tidak dapat membersihkan secara optimal seperti kertas tisu untuk membersihkan/mengelap tumpahan
7. PENANGANAN DAN PENYIMPANAN
Penanganan :
cuci dengan baik setelah bersentuhan/menangani bahan. Jangan sampai terkena mata, kulit ataupun pakaian. Jaga agar bahan selalu dalam keadaan tertutup. Jangan terhirup/tertelan. Jangan disimpan didekat bahan yang tidak sesuai.
Penyimpanan :
jauhkan dari sumber penyalaan. Jangan disimpan berdekatan dengan bahan yang tidak sejenis. Wadah bahan selalu dalam keadaan tertutup apabila tidak sedang digunakan. Simpan dalam wadah yang dapat menutup dengan rapat. Simpan di tempat yang sejuk, kering dan mempunyai sirkulasi udara yang baik.
8. PENGAWASAN DAN PERLINDUNGAN PEKERJA
Pengawasan pekerja :
fasilitas penyimpanan atau penangana bahan ini harus dilengkapi dengan bak pencuci tangan dan shower. Pergunakan ruangan yang mempunyai sirkulasi udara yang baik.
Peralatan perlindungan personal
Mata :
gunakan kacamata pelindung atau goggles yang tahan terhadap bahan kimia.
Kulit :
gunakan sarung tangan untuk mennghindari terjadinya kontak dengan kulit. Gunakan sarung tangan yang dapat melindungi dengan baik.
Pakaian :
gunakan pakaian pelindung untuk memperkecil kemungkinan kontak dengan kulit.
9. SIFAT FISIK DAN KIMIA BAHAN
Bentuk fisik Padatan
kenampakan Tidak berwarna atau putih
bau Tidak berbau
pH -
kelarutan -
Titik didih 824 F
Titik beku 414 F
Suhu teruraikan 824 F
NFPA Kesehatan 3
Mudah terbakar 0
Rektan 1
Rumus molekul AgNO3
Berat molekul 169,8731
10. KESTABILAN DAN DAYA REAKSI
Stabilitas :
stabil dibawah suhu normal bertekanan
Hindari kondisi :
dengan bahan yang tidak sesuai dan bahan reduksi
Tidak sesuai dengan bahan :
asam kuat, basa kuat, bahan pereduksi kuat, bahan oksidator kuat.
Bahaya dekomposisi bahan :
gas yang beracun dan iritan, oksida atau perak.
11. INFORMASI KERACUNAN
Kasinogenik : CAS# 7761-88-8
12. INFORMASI EKOLOGI
Informasi tidak tersedia
13. PERTIMBANGAN LIMBAH
Bahan harus dibuang sebagai limbah kimia yang berbahaya, konsultasikan berdasarkan peraturan pemerintah local atau Negara bagian untuk pembuangan limbah berbahaya.
14. INFORMASI PENGANGKUTAN
Informasi tidak tersedia
15. INFORMASI TAMBAHAN
MSDS dibuat pada tanggal : 17 Mei 1999
Revisi #5 tanggal : 6 Oktober 2000
Keakuratan Informasi dan keterangan diatas dapat dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan
ANALISA SERAT KASAR BERDASARKAN SNI 01-2891-1992
A. ACARA
Praktikum pengujian kuantitatif kadar serat kasar dalam sample.
B. PRINSIP
Penentuan kadar serat kasar berdasarkan pada SNI 01-2891-1992, yaitu ekstraksi sample dengan asam dan basa untuk memisahkan serat kasar dari bahan lainnya.
C. TUJUAN
Untuk mengetahui kadar serat kasar dalam sample pakan 5%.
D. DASAR TEORI
Peran utama dari serat dalam makanan adalah pada kemampuannya mengikat air, selulosa dan pektin. Dengan adanya serat, membantu mempercepat sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan untuk disekresikan keluar. Tanpa bantuan serat, feses dengan kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran usus dan mengalami kesukaran melalui usus untuk dapat diekskresikan keluar karena gerakan-gerakan peristaltik usus besar menjadi lebih lamban.
Istilah dari serat makanan (dietary fiber) harus dibedakan dengan istilah serat kasar (crude fiber) yang biasa digunakan dalam analisa proksimat bahan pangan. Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat (H2SO4 1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH 3,25%). Sedangkan serat makanan adalah bagian dari bahan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan.
Mutu serat dapat dilihat dari komposisi komponen serat makanan, dimana komponen serat makanan terdiri dari komponen yang larut (Solube Dietary Fiber, SDF), dan komponen yang tidak larut (Insoluble Dietary Fiber, IDF).
Serat yang tidak larut dalam air ada 3 macam, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Serat tersebut banyak terdapat pada sayuran, buah-buahan dan kacang-kacangan. Sedangkan serat yang larut dalam air adalah pectin, musilase, dan gum. Serat ini juga banyak terdapat pada buah-buahan, sayuran, dan sereal. Sedangkan gum banyak terdapat pada akasia.
Ada beberapa metode analisis serat, antara lain metode crude fiber, metode deterjen, metode enzimatis yang masing-masing mempunyai keuntungan dan kekurangan. Data serat kasar yang ditentukan secara kimia tidak menunjukan sifat serat secara fisiologis, rentang kesalahan apabila menggunakan nilai serat kasar sebagai total serat makanan adalah antara 10-500%, kesalahan terbesar terjadi pada analisis serealia dan terkecil pada kotiledon tanaman.
Metode analisis dengan menggunakan deterjen (Acid Deterjen Fiber, ADF atau Neutral Deterjen Fiber, NDF) merupakan metode gravimetri yang hanya dapat mengukur komponen serat makanan yang tidak larut. Adapun untuk mengukur komponen serat yang larut seperti pectin dan gum, harus menggunakan metode yang lain, selama analisis tersebut komponen serat larut mengalami kehilangan akibat rusak oleh adanya penggunaan asam sulfat pekat.
Metode enzimatik yang dikembangkan oleh Asp, et al (1984) merupakan metode fraksinasi enzimatik, yaitu penggunaan enzim amilase, yang diikuti oleh penggunaan enzim pepsin pankreatik. Metode ini dapat mengukur kadar serat makanan total, serat makanan larut dan serat makanan tidak larut secara terpisah.
E. ALAT DAN BAHAN
• Alat
o Neraca analitik
o Spatula
o Erlenmeyer 500 mL
o Pipet volume 50 mL
o Pendingin tegak
o Hot plate
o Corong buchner
o Kertas saring
o Pompa
o Beaker glass
o Batang pengaduk
o Oven
o Cawan petri
• Bahan
o Sample (pakan 5 %)
o n- Hexane
o H2SO4 1,25%
o NaOH 3,25%
o Etanol 96%
o Aquadest
F. PROSEDUR
• Menimbang 2-4 gram sample, bebaskan lemaknya dengan cara ekstraksi soxlet atau cara mengaduk, mengenaptuangkan sample dalam pelarut organik.
• Mengeringkan sample dan masukan ke dalam erlenmeyer 500 mL.
• Menambahkan 50 mL larutan H2SO4 1,25%, da mendidihkannya selama 30 menit dengan menggunakan pendingin tegak.
• Menambahkan 50 mL NaOH 3,25% dan mendidihkannya lagi selama 30 menit.
• Menyaring larutan dalam keadaan panas dengan menggunakan corong buchner yang berisi kertas saring tak berabu yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya.
• Mencuci endapan yang terdapat pada kertas saring berturut-turut dengan H2SO4 1,25% panas, air panas, dan etanol 96%.
• Mengangkat kertas saring beserta isinya, memasukannya ke dalam cawan yang telah diketahui bobotnya, mengeringkannya pada suhu 105oC dan mendinginkan dan menimbangnya sampai bobot tetap.
G. DAT A PENGAMATAN
Sample W Sample W kertas saring konstan W kertas saring + sample konstan % serat kasar
Pakan 2,0022 gram 0,8280 gram 1,5278 gram 34,95%
Perhitungan :
% serat kasar =
=
=
= 0,3495 x 100%
= 34,95 %
H. PEMBAHASAN
Sample yang dipergunakan saat praktikum adalah pakan, pengujian serat dalam sample pakan ini juga dilakukan dengan berbagai konsentrasi yang berbeda, yaitu 5%, 10% dan 15%. Dan setiap konsentrasi dilakukan 2 kali percobaan (duplo) yang dilakukan oleh kelompok yang berbeda.
Metode pengujian yang dilakukan dalam penentuan kadar serat kasar ini adalah berdasarkan pada SNI 01-2891-1992, dalam penentuan kadar serat kasar ini dibagi menjadi 3 tahapan besar yaitu deffeating, digestion, dan penyaringan.
Sample yang berhasil ditimbang adalah 2,0022 gram, setelah sample ditimbang kemudian sample memasuki tahapan deffeating, tahapan ini adalah menambahkan pelarut lemak yang bertujuan untuk menghilangkan lemak yang terkandung dalam sample, pelarut yang dipergunakan saat praktikum adalah pelarut n-Hexane.
Proses pelarutan lemak ini dilakukann dengan cara sederhana, yaitu menambahkan n-Hexane sebanyak 50 mL dalam erlenmeyer yang berisi sample dan mengaduknya sebentar, setelah itu memindahkan n-Hexane yang mengandung lemak tersebut ke dalam beaker glass, kemudian isi kembali erlenmeyer yang berisi sample tersebut dengan n-Hexane sebanyak 50 mL dan proses selanjutnya sama seperti diatas. Proses ini dilakukan sebanyak 3 kali.
Setelah itu sampel yang sudah dikurangi lemaknya tersebut kemudian ditambahkan larutan H2SO4 1,25% sebanyak 50 mL, kemudian dipanaskan diatas hot plate dengan tambahan rangkaian pendingin balik dan biarkan mendidih selama 30 menit, hal ini dilakukan untuk menghidrolisis serat makanan yang terkandung dalam sample dengan asam.
Proses deffeating dan penambahan larutan asam diatas tidak dilakukan, hal ini disebabkan proses tersebut sudah dilakukan sebelumnya sehingga saat praktikum 3 kelompok yang mengerjakan pakan dengan kadar 5%, 10%, 15% hanya meneruskan proses penambahan basa dan lainnya sampai selesai. Sedangkan 3 kelompok lain yang masing-masing mengerjakan praktikum yang sama, melakukan pengujian dari awal.
Setelah mendidih selama 30 menit, kemudian larutan dalam erlenmeyer tersebut ditambahkan dengan NaOH 3,25% sebanyak 50 mL, proses penambahan ini bertujuan hampir sama dengan tujuan penambahan H2SO4, yaitu untuk menghidrolisis serat makanan yang terkandung dalam sample dengan menggunakan basa.
Nilai serat kasar lebih rendah daripada serat makanan karena H2SO4 dan NaOH mempunyai mempunyai kemampuan lebih besar untuk menghidrolisis komponen serat makanan dibandingkan dengan enzim pencernaan. Serat makanan berkisar antara 2-3 kali serat kasar.
Setelah ditambahkan NaOH, larutan dipanaskan dengan hot plate dan rangkaian pendingin balik, dan dididihkan kembali selama 30 menit, proses pendidihan ini harus diawasi dengan baik karena saat proses pendidihan larutan berbuih, dan buih tersebut akan naik keatas, apabila dibiarkan buih tersebut akan meluap. Untuk mencegah hal itu terjadi, maka proses pemanasan ini perlu diawasi, jika buih sudah mencapai setengah dari tinggi erlenmeyer, maka angkat sedikit erlenmeyer dari permukaan hot plate dan mengocoknya sebentar untuk mencegah buih naik ke permukaan.
Setelah proses deffeating dan digestion sudah dilakukan, maka proses selanjutnya adalah penyaringan, proses ini dilakukan dengan metode penyaringan vacuum. Yaitu dengan menggunakan corong buchner dan pompa. Corong buchner yang dipergunakan sebelumnya dialasi dengan kertas saring watman no 45. Setelah kertas saring diletakan di dasar corong, kemudian semprotkan aquadest pada kertas saring tersebut, sehingga kertas saring akan menempel dengan kuat pada corong dan proses penyaringan vacuum dapat tercapai karena tidak ada udara yang masuk pada celah-celah pinggiran kertas saring tersebut, hal ini juga akan mempercepat proses penyaringan. Kandungan protein sample juga dapat mempengaruhi proses penyaringan, kandungan protein yang cukup tinggi akan mempersulit proses penyaringan, untuk itulah sebaiknya dilakukan digesti pendahuluan dengan menggunakan enzim proteolitik.
Kadar dari serat kasar diketahui berdasarkan perbandingan berat sample dan kertas saring sebelum pengeringan dengan sesudah dikeringkan (gravimetri). Karena itulah kertas saring yang dipergunakan sudah diketahui bobot konstannya. Bobot kertas saring konstan yang dipergunakan saat praktikum adalah 0,8280 gram, hasil ini merupakan hasil penimbangan terkecil dari beberapa kali penimbangan.
Proses penyaringan harus dilakukan secepat mungkin setelah proses digestion selesai dilakukan, hal ini dikarenakan penundaan yang terlalu lama akan mengakibatkan hasil analisa menjadi lebih kecil karena terjadi pengerusakan serat lebih lanjut oleh bahan kimia yang dipakai.
Penyaringan juga dilakukan saat larutan masih dalam keadaan panas, karena dalam keadaan dingin larutan mengental dan menjadi labih sulit untuk disaring, sehingga saat praktikum larutan terus dipanaskan diatas hot plate untuk menjaga suhu larutan tetap tinggi.
Setelah proses penyaringan selesai, maka selanjutnya adalah proses pembilasan. Larutan yang pertama kali digunakan untuk pembilasan adalah asam, yaitu H2SO4 1,25%, asam yang dipergunakan saat praktikum adalah ± 10 mL, asam ini dipergunakan dalam keadaan panas, suhu yang tinggi akan meningkatkan daya hidrolisis serat makanan oleh asam.
Pelarut kedua yang dipergunakan adalah aquadest, seperti halnya pada pembilasan dengan asam, pembilasan ini pun menggunakan aquadest dalam keadaan panas. Pembilasan dengan menggunakan aquadest ini bertujuan untuk melarutkan serat larut air yang masih tersisa sehingga terbawa menjadi filtrat. Pembilasan dengan aquadest dilakukan sampai filtrat sedikit bening.
Pelarut terakhir yang dipergunakan adalah etanol 96%, berbeda dengan 2 pelarut lainnya, etanol yang dipergunakan tidak dalam keadaan panas. Etanol yang dipergunakan sebanyak ±10 mL.
Setelah endapan dibilas dengan 3 pelarut tadi, kemudian endapan tersebut diangkat dan dipindahkan dalam cawan petri bersih, bobot dari cawan tidak perlu diketahui karena saat penimbangan hanya kertas saring yang berisi edapan saja yang duhitung.
Setelah kertas saring yang berisi endapan tersebut dipindakan ke dalam cawan petri, maka langkah selanjutnya adalah memasukan cawan tersebut ke dalam oven, proses pemanasan ini dilakukan dengan menggunakan suhu 105oC selama 1 jam, kemudian timbang dengan menggunakan neraca analitik, hasil dari proses pemanasan yang pertama adalah 1,6542 gram.
Proses pemanasan dengan oven, pada suhu 105oC selama 1 jam dilakukan kembali, dan sesudah itu ditimbang. Hasil penimbangan yang kedua adalah 1,6617 gram. Proses ini dilakukan berulang-ulang sampai 5 kali, berikut hasil penimbangan endapan dan kertas saring berturut-turut :
• 1,6542 gram
• 1,6617 gram
• 1,5278 gram
• 1,6377 gram
• 1,6496 gram
Karena selisih dari setiap penimbangan melebihi persyaratan yaitu 0,0020 gram, sehingga berat konstan tidak dapat diketahui secara pasti. Maka hasil penimbangan yang diambil sebagai berat konstan adalah hasil penimbangan terkecil, yaitu penimbangan yang ke 3 dengan hasil 0,5278 gram.
Berdasarkan hasil praktikum dan perhitungan, maka kadar serat kasar dalam sample pakan 5% adalah 34,95%. Persentase serat kasar dapat dipergunakan untuk mengevaluasi suatu proses penngolahan, misalnya proses penggilingan, atau proses pemisahan antara kulit dan katiledon. Akan tetapi hasil ini belum dapat dipastikan akurat, karena berat konstan yang sebenarnya masih tidak dapat diketahui, meskipun proses pengkonstanan sudah dilakukan sebanyak 5 kali.
Hal ini dapat disebabkan karena pada saat proses pengeringan dengan oven, posisi cawan pada saat pengeringan yang pertama tidak sama dengan penimbangan yang kedua dan selanjutnya, hal ini tentu berpengaruh pada hasil penimbangan karena suhu di dalam oven tidak merata, dan beberapa titik memiliki suhu yang berbeda, ada yang kurang dari 105oC, dan bahkan di beberapa titik tertentu mungkin memiliki suhu yang lebih dari 105oC.
I. KESIMPULAN
Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat (H2SO4 1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH 3,25%). Sedangkan serat makanan adalah bagian dari bahan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan.
Penentuan serat kasar saat praktikum berdasarkan pada metode SNI 01-2891-1992. sample yang dianalisa adalah pakan 5%. Dan berdasarkan praktikum dan hasil perhitungan, maka dapat diketahui bahwa kadar serat kasar dalam pakan 5 % adalah 34,95%. Hasil ini belum dapat dikatakan akuran, hal ini dikarenakan hasil penimbangan konstan tidak dapat diketahui. Kesalahan dalam tata letak saat proses pemanasan dengan oven dapat menjadi salah satu penyebab tidak diketahuinya bobot konstan sample dan kertas saring sebenarnya.
J. DAFTAR PUSTAKA
• Sudarmadji, Slamet. et al. 1996. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.Yogyakarta: Penerbit Liberty.
• Sudarmadji, Slamet. et al. 1996. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.Yogyakarta: Penerbit Liberty.
• http://www.wikipedia.org
Praktikum pengujian kuantitatif kadar serat kasar dalam sample.
B. PRINSIP
Penentuan kadar serat kasar berdasarkan pada SNI 01-2891-1992, yaitu ekstraksi sample dengan asam dan basa untuk memisahkan serat kasar dari bahan lainnya.
C. TUJUAN
Untuk mengetahui kadar serat kasar dalam sample pakan 5%.
D. DASAR TEORI
Peran utama dari serat dalam makanan adalah pada kemampuannya mengikat air, selulosa dan pektin. Dengan adanya serat, membantu mempercepat sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan untuk disekresikan keluar. Tanpa bantuan serat, feses dengan kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran usus dan mengalami kesukaran melalui usus untuk dapat diekskresikan keluar karena gerakan-gerakan peristaltik usus besar menjadi lebih lamban.
Istilah dari serat makanan (dietary fiber) harus dibedakan dengan istilah serat kasar (crude fiber) yang biasa digunakan dalam analisa proksimat bahan pangan. Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat (H2SO4 1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH 3,25%). Sedangkan serat makanan adalah bagian dari bahan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan.
Mutu serat dapat dilihat dari komposisi komponen serat makanan, dimana komponen serat makanan terdiri dari komponen yang larut (Solube Dietary Fiber, SDF), dan komponen yang tidak larut (Insoluble Dietary Fiber, IDF).
Serat yang tidak larut dalam air ada 3 macam, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Serat tersebut banyak terdapat pada sayuran, buah-buahan dan kacang-kacangan. Sedangkan serat yang larut dalam air adalah pectin, musilase, dan gum. Serat ini juga banyak terdapat pada buah-buahan, sayuran, dan sereal. Sedangkan gum banyak terdapat pada akasia.
Ada beberapa metode analisis serat, antara lain metode crude fiber, metode deterjen, metode enzimatis yang masing-masing mempunyai keuntungan dan kekurangan. Data serat kasar yang ditentukan secara kimia tidak menunjukan sifat serat secara fisiologis, rentang kesalahan apabila menggunakan nilai serat kasar sebagai total serat makanan adalah antara 10-500%, kesalahan terbesar terjadi pada analisis serealia dan terkecil pada kotiledon tanaman.
Metode analisis dengan menggunakan deterjen (Acid Deterjen Fiber, ADF atau Neutral Deterjen Fiber, NDF) merupakan metode gravimetri yang hanya dapat mengukur komponen serat makanan yang tidak larut. Adapun untuk mengukur komponen serat yang larut seperti pectin dan gum, harus menggunakan metode yang lain, selama analisis tersebut komponen serat larut mengalami kehilangan akibat rusak oleh adanya penggunaan asam sulfat pekat.
Metode enzimatik yang dikembangkan oleh Asp, et al (1984) merupakan metode fraksinasi enzimatik, yaitu penggunaan enzim amilase, yang diikuti oleh penggunaan enzim pepsin pankreatik. Metode ini dapat mengukur kadar serat makanan total, serat makanan larut dan serat makanan tidak larut secara terpisah.
E. ALAT DAN BAHAN
• Alat
o Neraca analitik
o Spatula
o Erlenmeyer 500 mL
o Pipet volume 50 mL
o Pendingin tegak
o Hot plate
o Corong buchner
o Kertas saring
o Pompa
o Beaker glass
o Batang pengaduk
o Oven
o Cawan petri
• Bahan
o Sample (pakan 5 %)
o n- Hexane
o H2SO4 1,25%
o NaOH 3,25%
o Etanol 96%
o Aquadest
F. PROSEDUR
• Menimbang 2-4 gram sample, bebaskan lemaknya dengan cara ekstraksi soxlet atau cara mengaduk, mengenaptuangkan sample dalam pelarut organik.
• Mengeringkan sample dan masukan ke dalam erlenmeyer 500 mL.
• Menambahkan 50 mL larutan H2SO4 1,25%, da mendidihkannya selama 30 menit dengan menggunakan pendingin tegak.
• Menambahkan 50 mL NaOH 3,25% dan mendidihkannya lagi selama 30 menit.
• Menyaring larutan dalam keadaan panas dengan menggunakan corong buchner yang berisi kertas saring tak berabu yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya.
• Mencuci endapan yang terdapat pada kertas saring berturut-turut dengan H2SO4 1,25% panas, air panas, dan etanol 96%.
• Mengangkat kertas saring beserta isinya, memasukannya ke dalam cawan yang telah diketahui bobotnya, mengeringkannya pada suhu 105oC dan mendinginkan dan menimbangnya sampai bobot tetap.
G. DAT A PENGAMATAN
Sample W Sample W kertas saring konstan W kertas saring + sample konstan % serat kasar
Pakan 2,0022 gram 0,8280 gram 1,5278 gram 34,95%
Perhitungan :
% serat kasar =
=
=
= 0,3495 x 100%
= 34,95 %
H. PEMBAHASAN
Sample yang dipergunakan saat praktikum adalah pakan, pengujian serat dalam sample pakan ini juga dilakukan dengan berbagai konsentrasi yang berbeda, yaitu 5%, 10% dan 15%. Dan setiap konsentrasi dilakukan 2 kali percobaan (duplo) yang dilakukan oleh kelompok yang berbeda.
Metode pengujian yang dilakukan dalam penentuan kadar serat kasar ini adalah berdasarkan pada SNI 01-2891-1992, dalam penentuan kadar serat kasar ini dibagi menjadi 3 tahapan besar yaitu deffeating, digestion, dan penyaringan.
Sample yang berhasil ditimbang adalah 2,0022 gram, setelah sample ditimbang kemudian sample memasuki tahapan deffeating, tahapan ini adalah menambahkan pelarut lemak yang bertujuan untuk menghilangkan lemak yang terkandung dalam sample, pelarut yang dipergunakan saat praktikum adalah pelarut n-Hexane.
Proses pelarutan lemak ini dilakukann dengan cara sederhana, yaitu menambahkan n-Hexane sebanyak 50 mL dalam erlenmeyer yang berisi sample dan mengaduknya sebentar, setelah itu memindahkan n-Hexane yang mengandung lemak tersebut ke dalam beaker glass, kemudian isi kembali erlenmeyer yang berisi sample tersebut dengan n-Hexane sebanyak 50 mL dan proses selanjutnya sama seperti diatas. Proses ini dilakukan sebanyak 3 kali.
Setelah itu sampel yang sudah dikurangi lemaknya tersebut kemudian ditambahkan larutan H2SO4 1,25% sebanyak 50 mL, kemudian dipanaskan diatas hot plate dengan tambahan rangkaian pendingin balik dan biarkan mendidih selama 30 menit, hal ini dilakukan untuk menghidrolisis serat makanan yang terkandung dalam sample dengan asam.
Proses deffeating dan penambahan larutan asam diatas tidak dilakukan, hal ini disebabkan proses tersebut sudah dilakukan sebelumnya sehingga saat praktikum 3 kelompok yang mengerjakan pakan dengan kadar 5%, 10%, 15% hanya meneruskan proses penambahan basa dan lainnya sampai selesai. Sedangkan 3 kelompok lain yang masing-masing mengerjakan praktikum yang sama, melakukan pengujian dari awal.
Setelah mendidih selama 30 menit, kemudian larutan dalam erlenmeyer tersebut ditambahkan dengan NaOH 3,25% sebanyak 50 mL, proses penambahan ini bertujuan hampir sama dengan tujuan penambahan H2SO4, yaitu untuk menghidrolisis serat makanan yang terkandung dalam sample dengan menggunakan basa.
Nilai serat kasar lebih rendah daripada serat makanan karena H2SO4 dan NaOH mempunyai mempunyai kemampuan lebih besar untuk menghidrolisis komponen serat makanan dibandingkan dengan enzim pencernaan. Serat makanan berkisar antara 2-3 kali serat kasar.
Setelah ditambahkan NaOH, larutan dipanaskan dengan hot plate dan rangkaian pendingin balik, dan dididihkan kembali selama 30 menit, proses pendidihan ini harus diawasi dengan baik karena saat proses pendidihan larutan berbuih, dan buih tersebut akan naik keatas, apabila dibiarkan buih tersebut akan meluap. Untuk mencegah hal itu terjadi, maka proses pemanasan ini perlu diawasi, jika buih sudah mencapai setengah dari tinggi erlenmeyer, maka angkat sedikit erlenmeyer dari permukaan hot plate dan mengocoknya sebentar untuk mencegah buih naik ke permukaan.
Setelah proses deffeating dan digestion sudah dilakukan, maka proses selanjutnya adalah penyaringan, proses ini dilakukan dengan metode penyaringan vacuum. Yaitu dengan menggunakan corong buchner dan pompa. Corong buchner yang dipergunakan sebelumnya dialasi dengan kertas saring watman no 45. Setelah kertas saring diletakan di dasar corong, kemudian semprotkan aquadest pada kertas saring tersebut, sehingga kertas saring akan menempel dengan kuat pada corong dan proses penyaringan vacuum dapat tercapai karena tidak ada udara yang masuk pada celah-celah pinggiran kertas saring tersebut, hal ini juga akan mempercepat proses penyaringan. Kandungan protein sample juga dapat mempengaruhi proses penyaringan, kandungan protein yang cukup tinggi akan mempersulit proses penyaringan, untuk itulah sebaiknya dilakukan digesti pendahuluan dengan menggunakan enzim proteolitik.
Kadar dari serat kasar diketahui berdasarkan perbandingan berat sample dan kertas saring sebelum pengeringan dengan sesudah dikeringkan (gravimetri). Karena itulah kertas saring yang dipergunakan sudah diketahui bobot konstannya. Bobot kertas saring konstan yang dipergunakan saat praktikum adalah 0,8280 gram, hasil ini merupakan hasil penimbangan terkecil dari beberapa kali penimbangan.
Proses penyaringan harus dilakukan secepat mungkin setelah proses digestion selesai dilakukan, hal ini dikarenakan penundaan yang terlalu lama akan mengakibatkan hasil analisa menjadi lebih kecil karena terjadi pengerusakan serat lebih lanjut oleh bahan kimia yang dipakai.
Penyaringan juga dilakukan saat larutan masih dalam keadaan panas, karena dalam keadaan dingin larutan mengental dan menjadi labih sulit untuk disaring, sehingga saat praktikum larutan terus dipanaskan diatas hot plate untuk menjaga suhu larutan tetap tinggi.
Setelah proses penyaringan selesai, maka selanjutnya adalah proses pembilasan. Larutan yang pertama kali digunakan untuk pembilasan adalah asam, yaitu H2SO4 1,25%, asam yang dipergunakan saat praktikum adalah ± 10 mL, asam ini dipergunakan dalam keadaan panas, suhu yang tinggi akan meningkatkan daya hidrolisis serat makanan oleh asam.
Pelarut kedua yang dipergunakan adalah aquadest, seperti halnya pada pembilasan dengan asam, pembilasan ini pun menggunakan aquadest dalam keadaan panas. Pembilasan dengan menggunakan aquadest ini bertujuan untuk melarutkan serat larut air yang masih tersisa sehingga terbawa menjadi filtrat. Pembilasan dengan aquadest dilakukan sampai filtrat sedikit bening.
Pelarut terakhir yang dipergunakan adalah etanol 96%, berbeda dengan 2 pelarut lainnya, etanol yang dipergunakan tidak dalam keadaan panas. Etanol yang dipergunakan sebanyak ±10 mL.
Setelah endapan dibilas dengan 3 pelarut tadi, kemudian endapan tersebut diangkat dan dipindahkan dalam cawan petri bersih, bobot dari cawan tidak perlu diketahui karena saat penimbangan hanya kertas saring yang berisi edapan saja yang duhitung.
Setelah kertas saring yang berisi endapan tersebut dipindakan ke dalam cawan petri, maka langkah selanjutnya adalah memasukan cawan tersebut ke dalam oven, proses pemanasan ini dilakukan dengan menggunakan suhu 105oC selama 1 jam, kemudian timbang dengan menggunakan neraca analitik, hasil dari proses pemanasan yang pertama adalah 1,6542 gram.
Proses pemanasan dengan oven, pada suhu 105oC selama 1 jam dilakukan kembali, dan sesudah itu ditimbang. Hasil penimbangan yang kedua adalah 1,6617 gram. Proses ini dilakukan berulang-ulang sampai 5 kali, berikut hasil penimbangan endapan dan kertas saring berturut-turut :
• 1,6542 gram
• 1,6617 gram
• 1,5278 gram
• 1,6377 gram
• 1,6496 gram
Karena selisih dari setiap penimbangan melebihi persyaratan yaitu 0,0020 gram, sehingga berat konstan tidak dapat diketahui secara pasti. Maka hasil penimbangan yang diambil sebagai berat konstan adalah hasil penimbangan terkecil, yaitu penimbangan yang ke 3 dengan hasil 0,5278 gram.
Berdasarkan hasil praktikum dan perhitungan, maka kadar serat kasar dalam sample pakan 5% adalah 34,95%. Persentase serat kasar dapat dipergunakan untuk mengevaluasi suatu proses penngolahan, misalnya proses penggilingan, atau proses pemisahan antara kulit dan katiledon. Akan tetapi hasil ini belum dapat dipastikan akurat, karena berat konstan yang sebenarnya masih tidak dapat diketahui, meskipun proses pengkonstanan sudah dilakukan sebanyak 5 kali.
Hal ini dapat disebabkan karena pada saat proses pengeringan dengan oven, posisi cawan pada saat pengeringan yang pertama tidak sama dengan penimbangan yang kedua dan selanjutnya, hal ini tentu berpengaruh pada hasil penimbangan karena suhu di dalam oven tidak merata, dan beberapa titik memiliki suhu yang berbeda, ada yang kurang dari 105oC, dan bahkan di beberapa titik tertentu mungkin memiliki suhu yang lebih dari 105oC.
I. KESIMPULAN
Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat (H2SO4 1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH 3,25%). Sedangkan serat makanan adalah bagian dari bahan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan.
Penentuan serat kasar saat praktikum berdasarkan pada metode SNI 01-2891-1992. sample yang dianalisa adalah pakan 5%. Dan berdasarkan praktikum dan hasil perhitungan, maka dapat diketahui bahwa kadar serat kasar dalam pakan 5 % adalah 34,95%. Hasil ini belum dapat dikatakan akuran, hal ini dikarenakan hasil penimbangan konstan tidak dapat diketahui. Kesalahan dalam tata letak saat proses pemanasan dengan oven dapat menjadi salah satu penyebab tidak diketahuinya bobot konstan sample dan kertas saring sebenarnya.
J. DAFTAR PUSTAKA
• Sudarmadji, Slamet. et al. 1996. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.Yogyakarta: Penerbit Liberty.
• Sudarmadji, Slamet. et al. 1996. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.Yogyakarta: Penerbit Liberty.
• http://www.wikipedia.org
PENENTUAN ANGKA PENYABUNAN & ASAM LEMAK BEBAS (FFA)
A. ACARA
Praktikum penentuan Analisis Lemak dengan menggunakan metode Weibull, penentuan Angka Penyabunan, dan penentuan Asam Lemak Bebas (FFA).
B. PRINSIP
1. Analisis Kadar Lemak dengan Metode Weibull
Ekstraksi lemak dengan pelarut non polar setelah contoh dihidrolisis dalam suasana asam untuk membebaskan lemak yang terikat.
2. Penentuan Angka Penyabunan
Titrasi kelebihan KOH oleh HCl yang ditetapkan sebagai banyaknya KOH saat titik akhir.
3. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)
Penentuan presentase asam lemak bebas (FFA) berprinsip pada titrasi sampel yang dilarutkan dengan alkohol netral oleh NaOH untuk menetralkan asam lemak bebas.
C. TUJUAN
1. Analisis Lemak dengan metode Weibull
Melakukan penetapan kadar lemak atau minyak dalam bahan hasil pertanian atau hasil olahanya yang dinyatakan sebagai lemak atau minyak yang terekstraksi.
2. Penentuan Angka Penyabunan
Melakukan penetapan bilangan penyabunan yang dinyatakan sebagai jumlah mg. KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan lemak atau minyak secara sempurna dari 1 g sample.
3. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)
Melakukan penetapan asam lemak bebas dari sample sebagai persentase bobot dari asam lemak bebas yang ada.
D. REAKSI
REAKSI
E. DASAR TEORI
Lemak atau minyak adalah senyawa makromolekul berupa trigliserida, yaitu sebuah ester yang tersusun dari asam lemak dan gliserol. Jenis dan jumlah asam lemak penyusun suatu minyak atau lemak menentukan karakteristik fisik dan kimiawi minyak atau lemak.
Disebut minyak apabila trigliserida tersebut berbentuk cair pada suhu kamar dan disebut lemak apabila berbentuk padat pada suhu kamar. Asam lemak berdasarkan sifat ikatan kimianya dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. asam lemak jenuh
2. asam lemak tidak jenuh
Sebagai zat gizi, lemak atau minyak semakin baik kualitasnya jika banyak mengandung asam lemak tidak jenuh dan sebaliknya. Minyak atau lemak bersifat non polar sehingga tidak larut dalam pelarut polar seperti air dan larutan asam, tetapi larut dalam pelarut organik yang bersifat non polar seperti n-Hexane, Benzene, Chloroform, dll.
Pemilihan bahan pelarut yang paling sesuai untuk ekstraksi lipida adalah dengan menentukan derajat polaritasnya. Pada dasarnya semua bahan akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya. Karena polaritas lipida berbeda-beda maka tidak ada bahan pelarut umum (universal) untuk semua acam lipida.
Contoh di bawah ini menunjukan beberapa bahan jenis pelarut yang sesuai dengan ekstraksi lipida tertentu :
senyawa trigliserida yang bersifat non polar akan mudah diekstraksi dengan pelarut-pelarut non polar misalnya n-Hexane atau petroleum ether
glikolipida yang polar akan mudah diekstraksi dengan alkohol yang polar
lesitin (lecithin) atau secara kimiawi adalah senyawa phosphatidyl-choline bersifat basis dan akan mudah larut dalam pelarut yang sedikit asam misalnya alkohol.
Phosphatidyl-serine yaitu fosfolipida yang bersifat polar dan asam akan mudah larut dalam khloroform yang sedikit polar dan basis.
Senyawa lemak dan minyak merupakan senyawa alami penting yang dapat dipelajari secara lebih mendalam relatif lebih mudah daripada senyawa-senyawa makronutrien yang lain.
Prosedur-prosedur analisa lemka dan minyak berkembang pesat, baik yang menggunakan alat peralatan sederhana maupun yang lebih mutakhir. Kemudahan analisa tersebut dimungkinkan antara lain :
1. molekul lemak dan minyak relatif lebih kecil dan kurang kompleks dibandingkan dengan molekul karbohidrat dan protein.
2. molekul-molekul lemak dan minyak dapat disintesakan di laboratorium menurut kebutuhan, sedangkan molekul protein dan karbohidrat yang kompleks, misalnya lignin belum dapat.
Analisa lemak dan minyak yang umum dilakukan pada bahan makanan dapat digolongkan dalam 3 kelompok tujuan ini :
1. penentuan kuntitatif atau penentuan kadar lemak atau minyak yang terdapat pada bahan pertanian dan olahanya.
2. penentuan kualitas minyak (murni) sebagai bahan makanan yang berkaitan dengan proses ekstraksinya, atau ada tidaknya perlakuan pemurnian lanjutan, misalnya :
penjernihan (refining)
penghilangan bau (deodorizing)
penghilangan warna (bleaching), dll
penentuan tingkat kemurnian minyak ini sangat berhubungan erat dengan kekuatan daya simpannya, sifat gorengnya, bau maupun rasanya.
Tolak ukur kualitasnya ini termasuk angka asam lemak bebas (Free Fatty Acid atau FFA), bilangan peroksida, tingkat ketengikan, dan kadar air.
3. Penentuan sifat fisis maupun kimiawi yang khas atau mencirikan sifat minyak tertentu. Data mengenai sifat minyak ini misalnya :
angka iodin yang menentukan tingkat ketidakjenuhan asam-asam penyusunnya
titik cair (melting point)
angka Reichert-meissel yaitu angka yang menujukan jumlah asam-asam lemak yang dapat larut dalam air dan mudah menguap (panjang rantai C4-C6)
angka Polenske yaitu angka yang menunjukan kadar asam-asam lemak yang mudah menguap tetapi tidak larut dalam air (C8-C14)
angka Kirschner) yang khusus menunjukan jumlah asam butirat
Sedangkan angka penyabunan (Saponification value) menunjukkan secara relatif besar kecilnya molekul asam-asam lemak yang terkandung dalam gliserida. Titik tolak ukur lain misalnya angka indeks refraksi , titik cair, angka kekentalan, titik percik (Flash point), komposisi asam-asam lemak, dll.
Penentuan kadar lemak dengan pelarut, selain lemak juga terikut fosfolipida, sterol, asam lemak bebas, karotenoid dan pigmen yang lain. Karena itu hasil analisanya disebut lemak kasar (crude fat)
Ada 2 cara penentuan kadar lemak berdasarkan jenis bahan yang akan ditentukan :
1. Bahan Kering
Untuk penentuan lemak dari bahan kering, bahan dibungkus atau ditempatkan dalam thimble lalu dikeringkan dalam oven unutk menghilangkan kadar airnya. Ekstraksi lemak dari bahan kering dapat dilakukan secara terputus-putus atau secara berkesinambungan. Ekstraksi secara terputus-putus dilakukan dengan alat soxhlet atau alat ekstraksi ASTM (American Society Testing Material). Sedangkan secara berkesinambungan dengan alat Goldfisch atau ASTM yang telah dimodifikasi.
2. Bahan Basah
Penentuan kadar lemak dari bahan cair dapat menggunakan botol Babcock atau dengan Mojonnier. Sample yang telah ditimbang dimasukan ke dalam botol Babcock setelah melalui beberapa tahap dan disentrifuse lemak akan semakin terpisah dengan cairannya, dan agar dapat dibaca banyaknya lemak maka ke dalam botol ditambahkan aquadest panas sampai lemak tepat pada skala yang terdapat pada leher botol Babcock, dengan demikian banyaknya lemak dapat langsung diketahui.
Sedangkan dengan metode Mojonnier, hasil ekstraksi kemudian diuapkan pelarutnya dan dikeringkan dalam oven sampai diperoleh berat konstan, berat residu dinyatakan sebagai berat lemak atau minyak dalam bahan.
F. ALAT DAN BAHAN
Alat
1. Analisis Kadar lemak Metode Wiebull
• Labu lemak
• Soxhlet
• Hot Plate
• Oven
• Neraca analitik
• Beaker glass
• Corong saring
• Kaca arloji
• Erlenmeyer
• Spatula
• Kertas saring
• Pipet ukur 50 mL
• Pipet tetes
• Bulp
2. Penentuan Angka Penyabunan
• Neraca analitik
• Erlenmeyer 200 mL
• Pipet ukur 50 mL
• Labu ukur
• Pendingin balik (Kompresor)
• Hot plate
• Pipet tetes
• Buret 50 mL
• Spatula
• Batang pengaduk
• Botol semprot
• Beaker glass
• Bulp
3. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)
• Beaker glass
• Batang pengaduk
• Buret
• Botol semprot
• Hot plate
• Neraca analitik
• Erlenmeyer
• Pipet ukur 50 mL
• Pipet tetes
• Bulp
• Buret 50 mL
Bahan
1. Analisis Kadar Lemak Metode Weibull
• Asam klorida (HCl) 25 %
• n-Hexane
• Aquadest
• Sample tepung pisang
2. Penentuan Angka Penyabunan
• Larutan KOH
• Indikator Phenolphtalein
• Larutan asam klorida (HCl) 0,5 N
• Sample margarine (Blue Band)
3. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)
• Alkohol netral
• Indikator Phenolphtalein
• Natrium Hidroksida (NaOH) 0,1 N
• Sample Margarine (Blue Band)
G. PROSEDUR
1. Analisis Kadar Lemak Metode Weibull
• Menimbang dengan seksama 1-2 gram contoh ke dalam gelas piala
• Menambahkan HCl 25 % sebanyak 30 mL dan air sebanyak 20 mL, serta beberapa batu didih
• Menutup gelas piala dengan kaca arloji dan didihkan selama 15 menit
• Kemudian menyaringnya dalam keadaan panas dan mencucinya dengan air panas hingga tidak bereaksi asam lagi
• Mengeringkan kertas saring berikut isinya pada suhu 100oC-105oC
• Memasukan ke dalam selongsong keras yang dialasi kapas
• Menyumbat selongsong kertas berisi contoh tersebut dengan kapas
• Memasukan selongsong kertas tersebut ke dalam alat soxhlet yang dihubungkan dengan labu lemak yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya
• Mengekstrak dengan n-Hexane atau pelarut lemak lainnya selama kurang lebih 2-3 jam
• Menyuling n-Hexane dan mengeringkan akstrak lemak dalam oven pengering pada suhu 105oC
• Mendinginkan dalam eksikator dan menimbangnya
• Mengulangi proses pengkonstanan sehingga berat labu konstan
3. Penentuan Angka Penyabunan
• Menimbang contoh dengan teliti antara 1,5-5,0 gram dalam erlenmeyer 200 mL
• Menambah larutan KOH sebanyak 50 mL, yang dibuat dari 40 gram KOH dalam 1 liter akohol
• Menutupnya dengan pendingin balik (kompresor)
• Mendidihkan dengan hati-hati selama 30 menit
• Kemudian didinginkan
• Menambahkan beberapa tetes indikator phenolphtalein (PP)
• Mentitrasi kelebihan larutan KOH dengan larutan standar HCl 0,5 N
• Melakukan titrasi blanko untuk mengetahui kelebihan larutan KOH
3. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)
• Mengaduk bahan secara merata dan berada dalam keadaan cair pada saat mengambil contohnya
• Menimbang sebanyak 28,2 ± 0,2 gram contoh dalam erlenmeyer
• Menambahkan alkohol netral panas sebanyak 50 mL dan indikator phenolphtalein (PP) sebanyak 2 mL
• Mentitrasi dengan larutan NaOH 0,1 N yang telah distandardisasi sampai warna merah jambu tercapai dan tidak hilang selama 30 detik
• Persen asam lemak bebas dinyatakan sebagai oleat pada kebanyakan minyak dan lemak. Untuk minyak kelapa dan minyak inti kelapa sawit dinyatakan sebagai laurat, sedang pada minyak kelapa sawit dinyatakan sebagai palmitat.
H. DATA PENGAMATAN
1. Analisis Kadar Lemak Metode Weibull
NO Wo Ws Wi % LEMAK Rata-rata
1 84,0050 g 1,8692 g 84,0165 g 0,6152 % -
Kadar lemak
= 0,5885 %
2. Angka Penyabunan
Berat Sampel = 1,5916 gr
NaOH = 9,2 Ml
3. Penentuan Bilangan Asam Lemak Bebas
NO Berat Sample (g) Volume NaOH (mL) Konsentrasi NaOH (N) % FFA
1 28,2919 4,4 0,093 0,37026
2 5,0248 0,2 0,093 0,0947
Sampel I =
=
= 0,37026 %
Sampel II =
=
= 0,09476 %
I. PEMBAHASAN
1. Analisa Kadar Lemak Metode Weibull
Dalam analisa kadar lemak dengan metode weibull ini sample yang dipergunakan adalah tepung pisang, berdasarkan SNI (Standar Nasional Indonesia) berat sample yang dipergunakan untuk analisa kadar lemak adalah sebanyak 1-2 gram, dan saat praktikum sample yang dipergunakan sebanyak 1,8692 gram.
Setelah sample ditimbang, kemudian ditambahkan HCl 25 %, penambahan HCl ini dimaksudkan untuk mendapatkan suasana asam sehingga membantu melepaskan atau membebaskan lemak yang terkandung dalam sample.
Sebelum dipanaskan, sample, HCl dan Aquadest dalam beaker glass ditambahkan batu didih yang berfungsi untuk meredam bumping atau letupan yang mungkin terjadi selama proses pemanasan.
Proses pemanasan dilakukan sampai mendidih selama 15 menit, selama proses pemanasan beaker glass ditutup dengan menggunakan pertridisk, hal ini dilakukan untuk mencegah menyebarnya uap asam yang ditimbulkan dari hasil pemanasan, sehingga selama proses ini dilakukan di tempat yang mempunyai kondisi ventilasi yang baik atau di dekat jendela.
Setelah mendidih, sample kemudian disaring dalam keadaan panas, saat proses penyaringan kelengkapan K3 harus diperhatikan, hal ini dikarenakan uap yang timbul saat penyaringan dapat mengganggu dan berbahaya. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan corong gelas yang dilengkapi dengan kertas saring watman, ukuran dari kertas saring yang dipergunakan disesusaikan dengan ukuran corong yang dipergunakan, tinggi dari kertas saring minimal sejajar dengan corong, hal ini dimaksudkan untuk menghindari meresapnya lemak pada dinding corong akibat gaya kapilaritas. Apabila hal ini tidak diperhatikan maka akan mempengaruhi perhitungan kadar lemak yang terkandung pada bahan, dan pengujian menjadi tidak akurat.
Setelah semua bahan disaring, maka endapan yang tersaring dalam kertas saring dibilas dengan menggunakan air panas, proses pembilasan dengan air panas dilakukan untuk membantu melarutkan HCl yang masih terkandung dalam endapan, air dipergunakan untuk membilas endapan karena air bersifat polar dan tidak akan melarutkan lemak atau minyak yang terkandung dalam bahan (karena lemak atau minyak hanya akan larut oleh pelarut non polar) sehingga pembilasan dengan air panas tidak akan berpengaruh pada hasil pengujian.
Pembilasan dengan air ini dilakukan sampai endapan tidak bersifat asam, untuk mengetahui apakah larutan sudah tidak bersifat asam atau tidak, maka perlu dilakukan tes kualitatif, tes kualitatif yang dilakukan adalah dengan menggunakan kertas lakmus biru, apabila kertas lakmus berubah menjadi warna merah muda (pink) maka itu berarti endapan masih mengandung asam, apabila lakmus sudah tidak berubah warna, maka itu berarti endapan sudah tidak bersifat asam dan proses selanjutnya dapat dilakukan.
Proses selanjutnya adalah mengeringkan kertas saring tersebut dalam oven dengan suhu kira-kira 100o-105oC, proses pengeringan dilakukan sampai kertas saring cukup kering, tujuan dari proses pengeringan adalah menguapkan sebagian besar sisa air yang terkandung dalam endapan. Proses pengeringan ini sebaiknya tidak dilakukan terlalu lama, proses pengeringan yang terlalu lama akan mengakibatkan lemak yang terkandung menjadi sulit untuk diekstraksi.
Setelah endapan kering, proses selanjutnya dengan membungkus sample dengan kertas saring yang dibentuk menyerupai selongsong dan kedua ujungnya disumbat dengan kapas bebas lemak, selongsong atau thimbel ini kemudian dimasukan ke dalam alat ekstraksi soxhlet.
Ukuran dari thimbel ini disesuaikan dengan ukuran dari soxhlet yang dipergunakan. Setelah thimbel dimasukan, kemudian pelarut non polar dimasukan ke dalam soxhlet dengan menggunakan pipet ukur, pelarut non polar yang dipergunakan adalah n-Hexane, banyaknya pelarut yang dipergunakan juga disesuaikan dengan soxhlet yang dipergunakan, takarannya adalah 1,5 kali tinggi soxhlet. Pertama-tama adalah mengisi soxhlet sampai penuh dan biarkan mengalir ke bagian labu lemak, kemudian tambahkan lagi sampai setengah bagian soxhlet.
Urutan dari rangkaian peralatan uji kadar lemak ini adalah pada bagian paling bawah hot plate, labu lemak, soxhlet, dan bagian yang paling atas adalah kondensor. Dengan rangkaian yang seperti ini maka ekstraksi dilakukan secara berkesinambungan (Continue). Labu lemak yang dipergunakan adalah labu lemak yang sudah diketahui beratnya secara konstan. Pada saat praktikum labu lemak yang dipergunakan mempunyai berat konstan 84,0050 gram (Wo).
Proses ekstraksi dilakukan minimal 6 kali, dihitung dari berapa kali thimbel dalam soxhlet terbenam oleh pelarut non polar tersebut. Selama proses ekstraksi berlangsung warna pelarut n-Hexane berubah, dari bening menjadi sedikit kekuningan, hal ini disebabkan karena kandungan lemak dalam sample terekstraksi dan merubah warna larutan menjadi agak kekuningan.
Setelah proses ekstraksi selesai dan diperkirakan lemak dalam sample sudah terekstraksi semua, maka proses selanjutnya adalah mengambil pelarut non polar yang dipergunakan dan dimasukan kembali ke dalam wadahnya. Proses pengambilan dilakukan saat ekstraksi masih berlangsung dan hot plate dalam keadaan hidup, pengambilan pelarut dilakukan dengan menggunakan pipet ukur dan pelarut diambil sebelum mengalir ke labu ukur, dengan kata lain masih berada dalam bagian soxhlet, sehingga sambungan antara soxhlet dan pendingin balik atau kondensor dilepaskan dan pipet ukur dimasukan ke dalam bagian soxhlet tersebut.
Karena n-hexane mempunyai titik didih yang lebih rendah dari lemak, maka selama hot plate dinyalakan n-hexane akan menguap dan masuk ke dalam alat pendingin balik atau kondensor, uap pelarut akan mengembun karena uap tersebut didinginkan, tetesan pelarut akan kembali turun ke alat ekstraktor soxhlet dan merendam thimbel yang berisi sample dan lemak yang terkandung dalam sample akan larut oleh pelarut non polar tersebut. Saat soxlet terisi penuh, pelarut dan lemak hasil ekstraksinya akan mengalir ke bagian labu lemak yang dipanaskan dan akan menguapkan pelarut, sehingga yang tersisa hanya lemak yang terekstraksi karena pelarut mempunyai titik didih yang lebih rendah.
Sehingga apabila pelarut diambil dari bagian soxhlet, maka proses diatas akan terputus dan menyebabkan proses ekstraksi terhenti menyisakan lemak yang terdapat dalam labu lemak. Hasil ekstraksi inilah yang dinyatakan sebagai kandungan lemak yang terdapat dalam sample.
Setelah proses ekstraksi selesai, maka lebu lemak yang terdapat pada bagian bawah dipisahkan dari rangkaian kemudian dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105oC sampai kira-kira kertas saring kering, proses pengeringan dilakukan untuk menguapkan pelarut yang masih terkandung dalam labu lemak yang dapat mempengaruhi berat sample, karena proses selanjutnya adalah penimbangan.
Berdasarkan data praktikum dapat diketahui berat labu ukur dan lemak hasil ekstraksi (Wi) adalah 84,0165 gram. Dan berdasarkan perhitungan maka lemak yang terkandung dalam sample adalah 0,6152 %.
2. Penentuan Angka Penyabunan
Berbeda dengan penentuan kadar lemak, sample yang dipergunakan untuk penentuan angka penyabunan adalah margarine dengan merk dagang Blue Band. Penentuan bilangan penyabunan ini dapat dipergunakan untuk mengetahui sifat minyak dan lemak. Pengujian sifat ini dipergunakan untuk membedakan lemak yang satu dengan yang lainnya.
Selain untuk mengetahui sifat fisik lemak atau minyak, angka penyabunan juga dapat dipergunakan untuk menentukan berat molekul minyak dan lemak secara kasar.
Apabila sample yang akan diuji disabunkan dengan larutan KOH berlebih dalam alkohol, maka KOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga molekul KOH bereaksi dengan satu molekul minyak atau lemak. Larutan alkali yang tertinggal tersebut kemudian ditentukan dengan titrasi dengan menggunakan asam, sehingga jumlah alkali yang turut bereaksi dapat diketahui.
Sample yang dipakai saat praktikum adalah margarine sebanyak 1,5916 gram, berdasarkan SNI, untuk pengujian angka penyabunan adalah antara 1,5 – 5,0 gram. Kemudian menambahkan 50 mL larutan KOH yang terbuat dari 40 gram dalam 1 liter alkohol. Pelarut yang dipergunakan untuk melarutkan KOH adalah Alkohol, penambahan alkohol dimaksudkan untuk melarutkan asam lemak hasil hidrolisis agar dapat membantu mempermudah reaksi dengan basa dalam pembentukan sabun.
Untuk proses selanjutnya adalah ditutup dengan pendingin balik selama 30 menit. Sampai proses penyabunan yang selesai. Selama proses ini yang perlu diperhatikan adalah kerapatan dari karet penyumbat yang menyumbat mulut erlenmeyer, kerapatan penyumbat perlu diperhatikan agar uap yang keluar saat proses pemanasan tidak keluar. Dengan menggunakan kondensor atau pendingin balik, uap yang dihasilkan dari pemanasan tersebut akan berubah menjadi embun dan kembali mengalir ke dalam Erlenmeyer.
Proses selanjutnya adalah mendinginkan larutan dengan menggunakan es, penggunaan es dalam proses pendinginan dimaksudkan untuk menurunkan suhu larutan sehingga ketika titrasi tidak terlalu panas. Apabila Suhu larutan terlalu tinggi maka dikhawatirkan terjadinya penguapan KOH. Selanjutnya dititrasi dengan HCl 0,5 N dan menggunakan indikator Phenolphtalein (PP). Untuk mengetahui kelebihan larutan KOH, maka dilakukan titrasi blanko, yaitu titrasi tanpa adanya sample dengan prosedur yang sama.
Kesalahan yang timbul pada saat titrasi adalah penentuan titik akhir, kesalahan ini disebabkan karena perubahan warna yang seharusnya yerjadi adalah dari coklat pekat, kemudian kuning, lalu berubah menjadi putih pucat. Perubahan warna dari kuning ke putih tersebut tidak terlalu kontras dan menyebabkan titik akhir sulit ditentukan.
Berdasarkan praktikum volume titrasi cukup banyak apabila dibandingkan dengan kelompok lain dengan sample yang sama yaitu sebanyak 9,2 mL HCl yang terpakai. Penentuan ini juga hanya dilakukan 1 kali (simplo), sehingga nilai rata-ratanya tidak dapat diketahui.
Untuk mengetahui hasil pengujian tersebut benar atau tidak, maka perlu dibandingkan dengan titrasi blanko yang dilakukan oleh kelompok lain, akan tetapi dalam titrasi blanko juga terjadi kesalahan yaitu pelarut yang dipergunakan untuk melarutkan KOH adalah aquadest, padahal pelarut yang seharusnya dipergunakan adalah alkohol. Hal ini menyebabkan volume titrasi tinggi dan tidak terjadi perubahan warna, perubahan warna yang terjadi seharusnya adalah dari merah muda menjadi bening saat titik akhir tercapai, akan tetapi yang terjadi adalah larutan menjadi semakin pekat dan tidak terjadi perubahan warna menjadi bening kembali. Sehingga hasil titrasi sample tidak dapat dihitung, karena perbandingan dengan titrasi blanko tidak dapat dilakukan.
Selain diakibatkan karena kesalahan dalam penggunaan pelarut, kesalahan titrasi blanko ini dapat disebabkan karena proses penyabunan yang tidak sempurna, kondisi peralatan yang tidak sesuai, dll.
3. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)
Penentuan asam lemak dapat dipergunakan untuk mengetahui kualitas dari minyak atau lemak, hal ini dikarenakan bilangan asam dapat dipergunakan untuk mengukur dan mengetahui jumlah asam lemak bebas dalam suatu bahan atau sample.
Semakin besar angka asam maka dapat diartikan kandungan asam lemak bebas dalam sample semakin tinggi, besarnya asam lemak bebas yang terkandung dalam sampel dapat diakibatkan dari proses hidrolisis ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik.
Seperti halnya pada penentuan angka penyabunan, pada penentuan angka lemak bebas pun (FFA), sample yang dipergunakan adalah margarine dengan merk dagang Blue Band.
Sample yang dipergunakan pada saat praktikum ditimbang dalam keadaan cair, sehingga sample terlebih dahulu dicairkan, proses pencairan dilakukan untuk mempermudah proses titrasi selanjutnya, karena apabila sample dalam keadaan padat akan menyulitkan proses titrasi selanjutnya. Dengan pengecilan ukuran, maka asam lemak yang terkandung dalam bahan akan lebih banyak keluar daripada sample dalam keadaan padat.
Penentuan kadar asam lemak bebas ini dilakukan 2 kali (duplo), Sample yang digunakan dalam penentuan kadar asam lemak bebas tersebut adalah yang pertama sebanyak 28,2919 gram dan yang kedua sebanyak 5,0248 gram.
Setelah proses penimbangan selesai, proses selanjutnya adalah penambahan pelarut. Pelarut yang dipergunakan dalam praktikum penentuan kadar asam lemak bebas adalah alkohol, alkohol yang dipergunakan harus dalam kondisi panas dan netral.
Dalam kondisi yang panas alkohol akan lebih baik dan cepat melarutkan sampel yang juga nonpolar dan kondisi netral dilakukan agar data akhir yang diperoleh benar-benar tepat. Jika kondisi alkohol yang dipergunakan tidak netral, maka hasil titrasi asam-basa menjadi tidak sesuai atau salah.
Dalam memanaskan alkohol, dilakukan dengan menggunakan penangas air, hal ini dilakukan karena titik didih alkohol lebih rendah daripada air. Proses penetralan alkohol dilakukan dengan tes kualitatif menggunakan indikator pH universal.
Apabila kondisi alkohol terlalu asam, maka perlu dilakukan dengan penambahan basa lemah. Dan apabila kondisi alkohol terlalu basa, maka penambahan asam lemah perlu dilakukan.
Pada titrasi dengan menggunakan NaOH 0,1 N dan indikator yang dipakai adalah Phenolphtalein (PP), saat penambahan PP larutan berubah warna menjadi merah muda, padahal seharusnya larutan tidak berwarna, hal ini disebabkan terjadi kesalahan, yaitu alkohol yang dipergunakan dalam titrasi tidak dalam kondisi netral, hal ini menyebabkan nilai yang diperoleh menjadi tidak benar dan jauh dari data yang kedua.
NaOH 0,1 N ssebelumnya sudah distandardisasi dengan menggunakan asam oksalat, titik akhir dari titirasi dicapai saat larutan berubah warna dari bening menjadi merah muda.
Pada saat titrasi sample yang pertama volume titrasi sangat jauh berbeda apabila dibandingkan dengan sample yang kedua, hal ini disebabkan kelalaian saat perubahan warna yang terjadi.
Untuk sample yang pertama, volume NaOH yang sudah dipergunakan adalah sebanyak 4,4 mL. Sedangkan untuk sample yang kedua volume NaOH yang dipergunakan adalah 0,2 mL.
Hasil yangberjauhan ini menyebabkan nilai asam lemak bebas tidak dapat dirata-ratakan, akan tetapi meskipun datanya berselisih jauh kadar dari asam lemak bebas masih dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
% FFA =
Normalitas yang dipergunakan adalah normalitas NaOH yang telah distandarisasi. Sementara BM (berat molekul) asam lemak yang dipergunakan adalah BM dari asam palmitat. Hal tersebut dikarenakan berdasarkan teori dalam margarine kandungan lemak yang banyak adalah palmitat karena margarin terbuat dari minyak kelapa sawit sesuai tabel berikut:
Sumber Minyak Jenis Asam Lemak Terbanyak Berat Molekul
Susu
Sawit Palmitat 256
Inti Sawit
Kelapa Laurat 200
Susu Oleat 282
Jagung, Kedelai dan kacang-kacangan Linoleat 278
tabel 1Berat Molekul Asam Lemak dari Sumber Tertentu
Berdasarkan data praktikum dan perhitungan maka dapat diketahui nilai asam lemak bebas dalam sample yang pertama adalah sebesar 0,37026 %. Sementara pada sampel kedua sebesar 0,09476 %. Dari data tersebut maka nilai perhitungan rata-rata tidak dapat dilakukan karena selisih sedua data cukup besar. Hal ini menyebabkan nilai asam lemak bebas yang sebenarnya tetap tidak diketahui.
Kesalahan yang menyebabkan nilai asam lemak bebas menjadi tidak akurat salah satunya adalah dalam penetapan titik akhir, sehingga volume titrasi yang dipakai, dan titik akhir yang sebenarnya terlewat.
F. KESIMPULAN
Berdasarkan data praktikum dan perhitungan maka dapat diketahui bahwa penentuan kadar lemak dengan menggunakan metode Weibull dalam sampel tepung pisang adalah 0,5885 %. Hasil tersebut belum dapat dikatakan mutlak karena hanya dilakukan 1 kali, dan perbandingan hasil perhitungan dilakukan dengan kelompok lain yang mengerjakan dengan metode dan sample yang sama. Metode Weibull dilakukan untuk menghidrolisis lemak yang terikat dalam sample sebelum proses ekstraksi dilakukan.
Hasil perhitungan angka asam lemak bebas (FFA) yang dilakukan duplo untuk sampel I (sebanyak 28,2 gram) adalah 0,37026 %. Sementara sampel kedua (5 gram) adalah 0,09476 %. Kesalahan yang terjadi mengakibatkan nilai asam lemak bebas yang sebenarnya tetap tidak diketahui, selisih nilai persentase yang berjauhan menyebabkan nilai tersebut tidak dapat dirata-rata.
Berdasarkan data pengamatan dan hasil perhitungan, untuk penentuan bilangan penyabunan tidak dapat ditentukan, hal ini dikarenakan kesalahan tidak hanya terjadi pada sample tapi juga pada blanko. Dan menyebabkan data yang dihasilkan tidak dapat dihitung, dan angka penyabunan tetap tidak diketahui.
G. DAFTAR PUSTAKA
• Sudarmadji, Slamet. et al. 1996. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.Yogyakarta: Penerbit Liberty.
• Sudarmadji, Slamet. et al. 1996. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.Yogyakarta: Penerbit Liberty.
• Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.
Praktikum penentuan Analisis Lemak dengan menggunakan metode Weibull, penentuan Angka Penyabunan, dan penentuan Asam Lemak Bebas (FFA).
B. PRINSIP
1. Analisis Kadar Lemak dengan Metode Weibull
Ekstraksi lemak dengan pelarut non polar setelah contoh dihidrolisis dalam suasana asam untuk membebaskan lemak yang terikat.
2. Penentuan Angka Penyabunan
Titrasi kelebihan KOH oleh HCl yang ditetapkan sebagai banyaknya KOH saat titik akhir.
3. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)
Penentuan presentase asam lemak bebas (FFA) berprinsip pada titrasi sampel yang dilarutkan dengan alkohol netral oleh NaOH untuk menetralkan asam lemak bebas.
C. TUJUAN
1. Analisis Lemak dengan metode Weibull
Melakukan penetapan kadar lemak atau minyak dalam bahan hasil pertanian atau hasil olahanya yang dinyatakan sebagai lemak atau minyak yang terekstraksi.
2. Penentuan Angka Penyabunan
Melakukan penetapan bilangan penyabunan yang dinyatakan sebagai jumlah mg. KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan lemak atau minyak secara sempurna dari 1 g sample.
3. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)
Melakukan penetapan asam lemak bebas dari sample sebagai persentase bobot dari asam lemak bebas yang ada.
D. REAKSI
REAKSI
E. DASAR TEORI
Lemak atau minyak adalah senyawa makromolekul berupa trigliserida, yaitu sebuah ester yang tersusun dari asam lemak dan gliserol. Jenis dan jumlah asam lemak penyusun suatu minyak atau lemak menentukan karakteristik fisik dan kimiawi minyak atau lemak.
Disebut minyak apabila trigliserida tersebut berbentuk cair pada suhu kamar dan disebut lemak apabila berbentuk padat pada suhu kamar. Asam lemak berdasarkan sifat ikatan kimianya dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. asam lemak jenuh
2. asam lemak tidak jenuh
Sebagai zat gizi, lemak atau minyak semakin baik kualitasnya jika banyak mengandung asam lemak tidak jenuh dan sebaliknya. Minyak atau lemak bersifat non polar sehingga tidak larut dalam pelarut polar seperti air dan larutan asam, tetapi larut dalam pelarut organik yang bersifat non polar seperti n-Hexane, Benzene, Chloroform, dll.
Pemilihan bahan pelarut yang paling sesuai untuk ekstraksi lipida adalah dengan menentukan derajat polaritasnya. Pada dasarnya semua bahan akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya. Karena polaritas lipida berbeda-beda maka tidak ada bahan pelarut umum (universal) untuk semua acam lipida.
Contoh di bawah ini menunjukan beberapa bahan jenis pelarut yang sesuai dengan ekstraksi lipida tertentu :
senyawa trigliserida yang bersifat non polar akan mudah diekstraksi dengan pelarut-pelarut non polar misalnya n-Hexane atau petroleum ether
glikolipida yang polar akan mudah diekstraksi dengan alkohol yang polar
lesitin (lecithin) atau secara kimiawi adalah senyawa phosphatidyl-choline bersifat basis dan akan mudah larut dalam pelarut yang sedikit asam misalnya alkohol.
Phosphatidyl-serine yaitu fosfolipida yang bersifat polar dan asam akan mudah larut dalam khloroform yang sedikit polar dan basis.
Senyawa lemak dan minyak merupakan senyawa alami penting yang dapat dipelajari secara lebih mendalam relatif lebih mudah daripada senyawa-senyawa makronutrien yang lain.
Prosedur-prosedur analisa lemka dan minyak berkembang pesat, baik yang menggunakan alat peralatan sederhana maupun yang lebih mutakhir. Kemudahan analisa tersebut dimungkinkan antara lain :
1. molekul lemak dan minyak relatif lebih kecil dan kurang kompleks dibandingkan dengan molekul karbohidrat dan protein.
2. molekul-molekul lemak dan minyak dapat disintesakan di laboratorium menurut kebutuhan, sedangkan molekul protein dan karbohidrat yang kompleks, misalnya lignin belum dapat.
Analisa lemak dan minyak yang umum dilakukan pada bahan makanan dapat digolongkan dalam 3 kelompok tujuan ini :
1. penentuan kuntitatif atau penentuan kadar lemak atau minyak yang terdapat pada bahan pertanian dan olahanya.
2. penentuan kualitas minyak (murni) sebagai bahan makanan yang berkaitan dengan proses ekstraksinya, atau ada tidaknya perlakuan pemurnian lanjutan, misalnya :
penjernihan (refining)
penghilangan bau (deodorizing)
penghilangan warna (bleaching), dll
penentuan tingkat kemurnian minyak ini sangat berhubungan erat dengan kekuatan daya simpannya, sifat gorengnya, bau maupun rasanya.
Tolak ukur kualitasnya ini termasuk angka asam lemak bebas (Free Fatty Acid atau FFA), bilangan peroksida, tingkat ketengikan, dan kadar air.
3. Penentuan sifat fisis maupun kimiawi yang khas atau mencirikan sifat minyak tertentu. Data mengenai sifat minyak ini misalnya :
angka iodin yang menentukan tingkat ketidakjenuhan asam-asam penyusunnya
titik cair (melting point)
angka Reichert-meissel yaitu angka yang menujukan jumlah asam-asam lemak yang dapat larut dalam air dan mudah menguap (panjang rantai C4-C6)
angka Polenske yaitu angka yang menunjukan kadar asam-asam lemak yang mudah menguap tetapi tidak larut dalam air (C8-C14)
angka Kirschner) yang khusus menunjukan jumlah asam butirat
Sedangkan angka penyabunan (Saponification value) menunjukkan secara relatif besar kecilnya molekul asam-asam lemak yang terkandung dalam gliserida. Titik tolak ukur lain misalnya angka indeks refraksi , titik cair, angka kekentalan, titik percik (Flash point), komposisi asam-asam lemak, dll.
Penentuan kadar lemak dengan pelarut, selain lemak juga terikut fosfolipida, sterol, asam lemak bebas, karotenoid dan pigmen yang lain. Karena itu hasil analisanya disebut lemak kasar (crude fat)
Ada 2 cara penentuan kadar lemak berdasarkan jenis bahan yang akan ditentukan :
1. Bahan Kering
Untuk penentuan lemak dari bahan kering, bahan dibungkus atau ditempatkan dalam thimble lalu dikeringkan dalam oven unutk menghilangkan kadar airnya. Ekstraksi lemak dari bahan kering dapat dilakukan secara terputus-putus atau secara berkesinambungan. Ekstraksi secara terputus-putus dilakukan dengan alat soxhlet atau alat ekstraksi ASTM (American Society Testing Material). Sedangkan secara berkesinambungan dengan alat Goldfisch atau ASTM yang telah dimodifikasi.
2. Bahan Basah
Penentuan kadar lemak dari bahan cair dapat menggunakan botol Babcock atau dengan Mojonnier. Sample yang telah ditimbang dimasukan ke dalam botol Babcock setelah melalui beberapa tahap dan disentrifuse lemak akan semakin terpisah dengan cairannya, dan agar dapat dibaca banyaknya lemak maka ke dalam botol ditambahkan aquadest panas sampai lemak tepat pada skala yang terdapat pada leher botol Babcock, dengan demikian banyaknya lemak dapat langsung diketahui.
Sedangkan dengan metode Mojonnier, hasil ekstraksi kemudian diuapkan pelarutnya dan dikeringkan dalam oven sampai diperoleh berat konstan, berat residu dinyatakan sebagai berat lemak atau minyak dalam bahan.
F. ALAT DAN BAHAN
Alat
1. Analisis Kadar lemak Metode Wiebull
• Labu lemak
• Soxhlet
• Hot Plate
• Oven
• Neraca analitik
• Beaker glass
• Corong saring
• Kaca arloji
• Erlenmeyer
• Spatula
• Kertas saring
• Pipet ukur 50 mL
• Pipet tetes
• Bulp
2. Penentuan Angka Penyabunan
• Neraca analitik
• Erlenmeyer 200 mL
• Pipet ukur 50 mL
• Labu ukur
• Pendingin balik (Kompresor)
• Hot plate
• Pipet tetes
• Buret 50 mL
• Spatula
• Batang pengaduk
• Botol semprot
• Beaker glass
• Bulp
3. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)
• Beaker glass
• Batang pengaduk
• Buret
• Botol semprot
• Hot plate
• Neraca analitik
• Erlenmeyer
• Pipet ukur 50 mL
• Pipet tetes
• Bulp
• Buret 50 mL
Bahan
1. Analisis Kadar Lemak Metode Weibull
• Asam klorida (HCl) 25 %
• n-Hexane
• Aquadest
• Sample tepung pisang
2. Penentuan Angka Penyabunan
• Larutan KOH
• Indikator Phenolphtalein
• Larutan asam klorida (HCl) 0,5 N
• Sample margarine (Blue Band)
3. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)
• Alkohol netral
• Indikator Phenolphtalein
• Natrium Hidroksida (NaOH) 0,1 N
• Sample Margarine (Blue Band)
G. PROSEDUR
1. Analisis Kadar Lemak Metode Weibull
• Menimbang dengan seksama 1-2 gram contoh ke dalam gelas piala
• Menambahkan HCl 25 % sebanyak 30 mL dan air sebanyak 20 mL, serta beberapa batu didih
• Menutup gelas piala dengan kaca arloji dan didihkan selama 15 menit
• Kemudian menyaringnya dalam keadaan panas dan mencucinya dengan air panas hingga tidak bereaksi asam lagi
• Mengeringkan kertas saring berikut isinya pada suhu 100oC-105oC
• Memasukan ke dalam selongsong keras yang dialasi kapas
• Menyumbat selongsong kertas berisi contoh tersebut dengan kapas
• Memasukan selongsong kertas tersebut ke dalam alat soxhlet yang dihubungkan dengan labu lemak yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya
• Mengekstrak dengan n-Hexane atau pelarut lemak lainnya selama kurang lebih 2-3 jam
• Menyuling n-Hexane dan mengeringkan akstrak lemak dalam oven pengering pada suhu 105oC
• Mendinginkan dalam eksikator dan menimbangnya
• Mengulangi proses pengkonstanan sehingga berat labu konstan
3. Penentuan Angka Penyabunan
• Menimbang contoh dengan teliti antara 1,5-5,0 gram dalam erlenmeyer 200 mL
• Menambah larutan KOH sebanyak 50 mL, yang dibuat dari 40 gram KOH dalam 1 liter akohol
• Menutupnya dengan pendingin balik (kompresor)
• Mendidihkan dengan hati-hati selama 30 menit
• Kemudian didinginkan
• Menambahkan beberapa tetes indikator phenolphtalein (PP)
• Mentitrasi kelebihan larutan KOH dengan larutan standar HCl 0,5 N
• Melakukan titrasi blanko untuk mengetahui kelebihan larutan KOH
3. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)
• Mengaduk bahan secara merata dan berada dalam keadaan cair pada saat mengambil contohnya
• Menimbang sebanyak 28,2 ± 0,2 gram contoh dalam erlenmeyer
• Menambahkan alkohol netral panas sebanyak 50 mL dan indikator phenolphtalein (PP) sebanyak 2 mL
• Mentitrasi dengan larutan NaOH 0,1 N yang telah distandardisasi sampai warna merah jambu tercapai dan tidak hilang selama 30 detik
• Persen asam lemak bebas dinyatakan sebagai oleat pada kebanyakan minyak dan lemak. Untuk minyak kelapa dan minyak inti kelapa sawit dinyatakan sebagai laurat, sedang pada minyak kelapa sawit dinyatakan sebagai palmitat.
H. DATA PENGAMATAN
1. Analisis Kadar Lemak Metode Weibull
NO Wo Ws Wi % LEMAK Rata-rata
1 84,0050 g 1,8692 g 84,0165 g 0,6152 % -
Kadar lemak
= 0,5885 %
2. Angka Penyabunan
Berat Sampel = 1,5916 gr
NaOH = 9,2 Ml
3. Penentuan Bilangan Asam Lemak Bebas
NO Berat Sample (g) Volume NaOH (mL) Konsentrasi NaOH (N) % FFA
1 28,2919 4,4 0,093 0,37026
2 5,0248 0,2 0,093 0,0947
Sampel I =
=
= 0,37026 %
Sampel II =
=
= 0,09476 %
I. PEMBAHASAN
1. Analisa Kadar Lemak Metode Weibull
Dalam analisa kadar lemak dengan metode weibull ini sample yang dipergunakan adalah tepung pisang, berdasarkan SNI (Standar Nasional Indonesia) berat sample yang dipergunakan untuk analisa kadar lemak adalah sebanyak 1-2 gram, dan saat praktikum sample yang dipergunakan sebanyak 1,8692 gram.
Setelah sample ditimbang, kemudian ditambahkan HCl 25 %, penambahan HCl ini dimaksudkan untuk mendapatkan suasana asam sehingga membantu melepaskan atau membebaskan lemak yang terkandung dalam sample.
Sebelum dipanaskan, sample, HCl dan Aquadest dalam beaker glass ditambahkan batu didih yang berfungsi untuk meredam bumping atau letupan yang mungkin terjadi selama proses pemanasan.
Proses pemanasan dilakukan sampai mendidih selama 15 menit, selama proses pemanasan beaker glass ditutup dengan menggunakan pertridisk, hal ini dilakukan untuk mencegah menyebarnya uap asam yang ditimbulkan dari hasil pemanasan, sehingga selama proses ini dilakukan di tempat yang mempunyai kondisi ventilasi yang baik atau di dekat jendela.
Setelah mendidih, sample kemudian disaring dalam keadaan panas, saat proses penyaringan kelengkapan K3 harus diperhatikan, hal ini dikarenakan uap yang timbul saat penyaringan dapat mengganggu dan berbahaya. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan corong gelas yang dilengkapi dengan kertas saring watman, ukuran dari kertas saring yang dipergunakan disesusaikan dengan ukuran corong yang dipergunakan, tinggi dari kertas saring minimal sejajar dengan corong, hal ini dimaksudkan untuk menghindari meresapnya lemak pada dinding corong akibat gaya kapilaritas. Apabila hal ini tidak diperhatikan maka akan mempengaruhi perhitungan kadar lemak yang terkandung pada bahan, dan pengujian menjadi tidak akurat.
Setelah semua bahan disaring, maka endapan yang tersaring dalam kertas saring dibilas dengan menggunakan air panas, proses pembilasan dengan air panas dilakukan untuk membantu melarutkan HCl yang masih terkandung dalam endapan, air dipergunakan untuk membilas endapan karena air bersifat polar dan tidak akan melarutkan lemak atau minyak yang terkandung dalam bahan (karena lemak atau minyak hanya akan larut oleh pelarut non polar) sehingga pembilasan dengan air panas tidak akan berpengaruh pada hasil pengujian.
Pembilasan dengan air ini dilakukan sampai endapan tidak bersifat asam, untuk mengetahui apakah larutan sudah tidak bersifat asam atau tidak, maka perlu dilakukan tes kualitatif, tes kualitatif yang dilakukan adalah dengan menggunakan kertas lakmus biru, apabila kertas lakmus berubah menjadi warna merah muda (pink) maka itu berarti endapan masih mengandung asam, apabila lakmus sudah tidak berubah warna, maka itu berarti endapan sudah tidak bersifat asam dan proses selanjutnya dapat dilakukan.
Proses selanjutnya adalah mengeringkan kertas saring tersebut dalam oven dengan suhu kira-kira 100o-105oC, proses pengeringan dilakukan sampai kertas saring cukup kering, tujuan dari proses pengeringan adalah menguapkan sebagian besar sisa air yang terkandung dalam endapan. Proses pengeringan ini sebaiknya tidak dilakukan terlalu lama, proses pengeringan yang terlalu lama akan mengakibatkan lemak yang terkandung menjadi sulit untuk diekstraksi.
Setelah endapan kering, proses selanjutnya dengan membungkus sample dengan kertas saring yang dibentuk menyerupai selongsong dan kedua ujungnya disumbat dengan kapas bebas lemak, selongsong atau thimbel ini kemudian dimasukan ke dalam alat ekstraksi soxhlet.
Ukuran dari thimbel ini disesuaikan dengan ukuran dari soxhlet yang dipergunakan. Setelah thimbel dimasukan, kemudian pelarut non polar dimasukan ke dalam soxhlet dengan menggunakan pipet ukur, pelarut non polar yang dipergunakan adalah n-Hexane, banyaknya pelarut yang dipergunakan juga disesuaikan dengan soxhlet yang dipergunakan, takarannya adalah 1,5 kali tinggi soxhlet. Pertama-tama adalah mengisi soxhlet sampai penuh dan biarkan mengalir ke bagian labu lemak, kemudian tambahkan lagi sampai setengah bagian soxhlet.
Urutan dari rangkaian peralatan uji kadar lemak ini adalah pada bagian paling bawah hot plate, labu lemak, soxhlet, dan bagian yang paling atas adalah kondensor. Dengan rangkaian yang seperti ini maka ekstraksi dilakukan secara berkesinambungan (Continue). Labu lemak yang dipergunakan adalah labu lemak yang sudah diketahui beratnya secara konstan. Pada saat praktikum labu lemak yang dipergunakan mempunyai berat konstan 84,0050 gram (Wo).
Proses ekstraksi dilakukan minimal 6 kali, dihitung dari berapa kali thimbel dalam soxhlet terbenam oleh pelarut non polar tersebut. Selama proses ekstraksi berlangsung warna pelarut n-Hexane berubah, dari bening menjadi sedikit kekuningan, hal ini disebabkan karena kandungan lemak dalam sample terekstraksi dan merubah warna larutan menjadi agak kekuningan.
Setelah proses ekstraksi selesai dan diperkirakan lemak dalam sample sudah terekstraksi semua, maka proses selanjutnya adalah mengambil pelarut non polar yang dipergunakan dan dimasukan kembali ke dalam wadahnya. Proses pengambilan dilakukan saat ekstraksi masih berlangsung dan hot plate dalam keadaan hidup, pengambilan pelarut dilakukan dengan menggunakan pipet ukur dan pelarut diambil sebelum mengalir ke labu ukur, dengan kata lain masih berada dalam bagian soxhlet, sehingga sambungan antara soxhlet dan pendingin balik atau kondensor dilepaskan dan pipet ukur dimasukan ke dalam bagian soxhlet tersebut.
Karena n-hexane mempunyai titik didih yang lebih rendah dari lemak, maka selama hot plate dinyalakan n-hexane akan menguap dan masuk ke dalam alat pendingin balik atau kondensor, uap pelarut akan mengembun karena uap tersebut didinginkan, tetesan pelarut akan kembali turun ke alat ekstraktor soxhlet dan merendam thimbel yang berisi sample dan lemak yang terkandung dalam sample akan larut oleh pelarut non polar tersebut. Saat soxlet terisi penuh, pelarut dan lemak hasil ekstraksinya akan mengalir ke bagian labu lemak yang dipanaskan dan akan menguapkan pelarut, sehingga yang tersisa hanya lemak yang terekstraksi karena pelarut mempunyai titik didih yang lebih rendah.
Sehingga apabila pelarut diambil dari bagian soxhlet, maka proses diatas akan terputus dan menyebabkan proses ekstraksi terhenti menyisakan lemak yang terdapat dalam labu lemak. Hasil ekstraksi inilah yang dinyatakan sebagai kandungan lemak yang terdapat dalam sample.
Setelah proses ekstraksi selesai, maka lebu lemak yang terdapat pada bagian bawah dipisahkan dari rangkaian kemudian dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105oC sampai kira-kira kertas saring kering, proses pengeringan dilakukan untuk menguapkan pelarut yang masih terkandung dalam labu lemak yang dapat mempengaruhi berat sample, karena proses selanjutnya adalah penimbangan.
Berdasarkan data praktikum dapat diketahui berat labu ukur dan lemak hasil ekstraksi (Wi) adalah 84,0165 gram. Dan berdasarkan perhitungan maka lemak yang terkandung dalam sample adalah 0,6152 %.
2. Penentuan Angka Penyabunan
Berbeda dengan penentuan kadar lemak, sample yang dipergunakan untuk penentuan angka penyabunan adalah margarine dengan merk dagang Blue Band. Penentuan bilangan penyabunan ini dapat dipergunakan untuk mengetahui sifat minyak dan lemak. Pengujian sifat ini dipergunakan untuk membedakan lemak yang satu dengan yang lainnya.
Selain untuk mengetahui sifat fisik lemak atau minyak, angka penyabunan juga dapat dipergunakan untuk menentukan berat molekul minyak dan lemak secara kasar.
Apabila sample yang akan diuji disabunkan dengan larutan KOH berlebih dalam alkohol, maka KOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga molekul KOH bereaksi dengan satu molekul minyak atau lemak. Larutan alkali yang tertinggal tersebut kemudian ditentukan dengan titrasi dengan menggunakan asam, sehingga jumlah alkali yang turut bereaksi dapat diketahui.
Sample yang dipakai saat praktikum adalah margarine sebanyak 1,5916 gram, berdasarkan SNI, untuk pengujian angka penyabunan adalah antara 1,5 – 5,0 gram. Kemudian menambahkan 50 mL larutan KOH yang terbuat dari 40 gram dalam 1 liter alkohol. Pelarut yang dipergunakan untuk melarutkan KOH adalah Alkohol, penambahan alkohol dimaksudkan untuk melarutkan asam lemak hasil hidrolisis agar dapat membantu mempermudah reaksi dengan basa dalam pembentukan sabun.
Untuk proses selanjutnya adalah ditutup dengan pendingin balik selama 30 menit. Sampai proses penyabunan yang selesai. Selama proses ini yang perlu diperhatikan adalah kerapatan dari karet penyumbat yang menyumbat mulut erlenmeyer, kerapatan penyumbat perlu diperhatikan agar uap yang keluar saat proses pemanasan tidak keluar. Dengan menggunakan kondensor atau pendingin balik, uap yang dihasilkan dari pemanasan tersebut akan berubah menjadi embun dan kembali mengalir ke dalam Erlenmeyer.
Proses selanjutnya adalah mendinginkan larutan dengan menggunakan es, penggunaan es dalam proses pendinginan dimaksudkan untuk menurunkan suhu larutan sehingga ketika titrasi tidak terlalu panas. Apabila Suhu larutan terlalu tinggi maka dikhawatirkan terjadinya penguapan KOH. Selanjutnya dititrasi dengan HCl 0,5 N dan menggunakan indikator Phenolphtalein (PP). Untuk mengetahui kelebihan larutan KOH, maka dilakukan titrasi blanko, yaitu titrasi tanpa adanya sample dengan prosedur yang sama.
Kesalahan yang timbul pada saat titrasi adalah penentuan titik akhir, kesalahan ini disebabkan karena perubahan warna yang seharusnya yerjadi adalah dari coklat pekat, kemudian kuning, lalu berubah menjadi putih pucat. Perubahan warna dari kuning ke putih tersebut tidak terlalu kontras dan menyebabkan titik akhir sulit ditentukan.
Berdasarkan praktikum volume titrasi cukup banyak apabila dibandingkan dengan kelompok lain dengan sample yang sama yaitu sebanyak 9,2 mL HCl yang terpakai. Penentuan ini juga hanya dilakukan 1 kali (simplo), sehingga nilai rata-ratanya tidak dapat diketahui.
Untuk mengetahui hasil pengujian tersebut benar atau tidak, maka perlu dibandingkan dengan titrasi blanko yang dilakukan oleh kelompok lain, akan tetapi dalam titrasi blanko juga terjadi kesalahan yaitu pelarut yang dipergunakan untuk melarutkan KOH adalah aquadest, padahal pelarut yang seharusnya dipergunakan adalah alkohol. Hal ini menyebabkan volume titrasi tinggi dan tidak terjadi perubahan warna, perubahan warna yang terjadi seharusnya adalah dari merah muda menjadi bening saat titik akhir tercapai, akan tetapi yang terjadi adalah larutan menjadi semakin pekat dan tidak terjadi perubahan warna menjadi bening kembali. Sehingga hasil titrasi sample tidak dapat dihitung, karena perbandingan dengan titrasi blanko tidak dapat dilakukan.
Selain diakibatkan karena kesalahan dalam penggunaan pelarut, kesalahan titrasi blanko ini dapat disebabkan karena proses penyabunan yang tidak sempurna, kondisi peralatan yang tidak sesuai, dll.
3. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)
Penentuan asam lemak dapat dipergunakan untuk mengetahui kualitas dari minyak atau lemak, hal ini dikarenakan bilangan asam dapat dipergunakan untuk mengukur dan mengetahui jumlah asam lemak bebas dalam suatu bahan atau sample.
Semakin besar angka asam maka dapat diartikan kandungan asam lemak bebas dalam sample semakin tinggi, besarnya asam lemak bebas yang terkandung dalam sampel dapat diakibatkan dari proses hidrolisis ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik.
Seperti halnya pada penentuan angka penyabunan, pada penentuan angka lemak bebas pun (FFA), sample yang dipergunakan adalah margarine dengan merk dagang Blue Band.
Sample yang dipergunakan pada saat praktikum ditimbang dalam keadaan cair, sehingga sample terlebih dahulu dicairkan, proses pencairan dilakukan untuk mempermudah proses titrasi selanjutnya, karena apabila sample dalam keadaan padat akan menyulitkan proses titrasi selanjutnya. Dengan pengecilan ukuran, maka asam lemak yang terkandung dalam bahan akan lebih banyak keluar daripada sample dalam keadaan padat.
Penentuan kadar asam lemak bebas ini dilakukan 2 kali (duplo), Sample yang digunakan dalam penentuan kadar asam lemak bebas tersebut adalah yang pertama sebanyak 28,2919 gram dan yang kedua sebanyak 5,0248 gram.
Setelah proses penimbangan selesai, proses selanjutnya adalah penambahan pelarut. Pelarut yang dipergunakan dalam praktikum penentuan kadar asam lemak bebas adalah alkohol, alkohol yang dipergunakan harus dalam kondisi panas dan netral.
Dalam kondisi yang panas alkohol akan lebih baik dan cepat melarutkan sampel yang juga nonpolar dan kondisi netral dilakukan agar data akhir yang diperoleh benar-benar tepat. Jika kondisi alkohol yang dipergunakan tidak netral, maka hasil titrasi asam-basa menjadi tidak sesuai atau salah.
Dalam memanaskan alkohol, dilakukan dengan menggunakan penangas air, hal ini dilakukan karena titik didih alkohol lebih rendah daripada air. Proses penetralan alkohol dilakukan dengan tes kualitatif menggunakan indikator pH universal.
Apabila kondisi alkohol terlalu asam, maka perlu dilakukan dengan penambahan basa lemah. Dan apabila kondisi alkohol terlalu basa, maka penambahan asam lemah perlu dilakukan.
Pada titrasi dengan menggunakan NaOH 0,1 N dan indikator yang dipakai adalah Phenolphtalein (PP), saat penambahan PP larutan berubah warna menjadi merah muda, padahal seharusnya larutan tidak berwarna, hal ini disebabkan terjadi kesalahan, yaitu alkohol yang dipergunakan dalam titrasi tidak dalam kondisi netral, hal ini menyebabkan nilai yang diperoleh menjadi tidak benar dan jauh dari data yang kedua.
NaOH 0,1 N ssebelumnya sudah distandardisasi dengan menggunakan asam oksalat, titik akhir dari titirasi dicapai saat larutan berubah warna dari bening menjadi merah muda.
Pada saat titrasi sample yang pertama volume titrasi sangat jauh berbeda apabila dibandingkan dengan sample yang kedua, hal ini disebabkan kelalaian saat perubahan warna yang terjadi.
Untuk sample yang pertama, volume NaOH yang sudah dipergunakan adalah sebanyak 4,4 mL. Sedangkan untuk sample yang kedua volume NaOH yang dipergunakan adalah 0,2 mL.
Hasil yangberjauhan ini menyebabkan nilai asam lemak bebas tidak dapat dirata-ratakan, akan tetapi meskipun datanya berselisih jauh kadar dari asam lemak bebas masih dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
% FFA =
Normalitas yang dipergunakan adalah normalitas NaOH yang telah distandarisasi. Sementara BM (berat molekul) asam lemak yang dipergunakan adalah BM dari asam palmitat. Hal tersebut dikarenakan berdasarkan teori dalam margarine kandungan lemak yang banyak adalah palmitat karena margarin terbuat dari minyak kelapa sawit sesuai tabel berikut:
Sumber Minyak Jenis Asam Lemak Terbanyak Berat Molekul
Susu
Sawit Palmitat 256
Inti Sawit
Kelapa Laurat 200
Susu Oleat 282
Jagung, Kedelai dan kacang-kacangan Linoleat 278
tabel 1Berat Molekul Asam Lemak dari Sumber Tertentu
Berdasarkan data praktikum dan perhitungan maka dapat diketahui nilai asam lemak bebas dalam sample yang pertama adalah sebesar 0,37026 %. Sementara pada sampel kedua sebesar 0,09476 %. Dari data tersebut maka nilai perhitungan rata-rata tidak dapat dilakukan karena selisih sedua data cukup besar. Hal ini menyebabkan nilai asam lemak bebas yang sebenarnya tetap tidak diketahui.
Kesalahan yang menyebabkan nilai asam lemak bebas menjadi tidak akurat salah satunya adalah dalam penetapan titik akhir, sehingga volume titrasi yang dipakai, dan titik akhir yang sebenarnya terlewat.
F. KESIMPULAN
Berdasarkan data praktikum dan perhitungan maka dapat diketahui bahwa penentuan kadar lemak dengan menggunakan metode Weibull dalam sampel tepung pisang adalah 0,5885 %. Hasil tersebut belum dapat dikatakan mutlak karena hanya dilakukan 1 kali, dan perbandingan hasil perhitungan dilakukan dengan kelompok lain yang mengerjakan dengan metode dan sample yang sama. Metode Weibull dilakukan untuk menghidrolisis lemak yang terikat dalam sample sebelum proses ekstraksi dilakukan.
Hasil perhitungan angka asam lemak bebas (FFA) yang dilakukan duplo untuk sampel I (sebanyak 28,2 gram) adalah 0,37026 %. Sementara sampel kedua (5 gram) adalah 0,09476 %. Kesalahan yang terjadi mengakibatkan nilai asam lemak bebas yang sebenarnya tetap tidak diketahui, selisih nilai persentase yang berjauhan menyebabkan nilai tersebut tidak dapat dirata-rata.
Berdasarkan data pengamatan dan hasil perhitungan, untuk penentuan bilangan penyabunan tidak dapat ditentukan, hal ini dikarenakan kesalahan tidak hanya terjadi pada sample tapi juga pada blanko. Dan menyebabkan data yang dihasilkan tidak dapat dihitung, dan angka penyabunan tetap tidak diketahui.
G. DAFTAR PUSTAKA
• Sudarmadji, Slamet. et al. 1996. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.Yogyakarta: Penerbit Liberty.
• Sudarmadji, Slamet. et al. 1996. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.Yogyakarta: Penerbit Liberty.
• Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.
Langganan:
Postingan (Atom)